Berharap Dapat Membenahi Mahkamah Agung

Hasil Wawancara Dengan Calon Hakim Agung
Drs. Ridhwan Hajjaj, M.A.

BERHARAP DAPAT MEMBENAHI MAHKAMAH AGUNG

Ridwan Hajjaj bisa jadi merupakan calon paling muda yang mendaftarkan diri sebagai calon Hakim Agung tahun 2006. Pria kelahiran Glp. Minyeuk Pidie NAD, saat masih berusia 54 tahun. Data dari Komisi Yudisial menunjukkan rata-rata usia calon adalah 57-61 tahun. Hakim Pengadilan Tinggi Agama Bengkulu yang juga sekretaris Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) Provinsi Bengkulu adalah salah satu dari beberapa hakim karir yang mendaftarkan diri sebagai calon hakim agung langsung ke Komisi Yudisial tanpa melalui Mahkamah Agung. Seperti yang diketahui pimpinan Mahkamah Agung beberapa waktu lalu memberikan instruksi kepada hakim-hakim didaerah yang ingin mendaftarkan diri sebagai calon Hakim Agung harus melalui Mahkamah Agung.

Pria yang telah menjabat sebagai Hakim Tinggi Agama di Bengkulu selama lebih lima tahun ini berharap seandainya terpilih sebagai Hakim Agung dapat melakukan perubahan dan membenahi Mahkamah Agung yang selama ini menjadi sorotan masyarakat.

Berikut adalah petikan wawancara Emerson Yuntho (anggota badan pekerja ICW) dengan Ridwan saat ditemui bersama dengan Nurul Fuad sang istri pada 4 Agsutsu 2006 lalu di rumah kontrakan yang dihuni bersama dengan lima orang anaknya di Jl. S. Parman VII No. 26 Bengkulu.

Apa latar belakang ikut seleksi calon Hakim Agung?

Saya berani langsung mendaftar calon Hakim Agung karena pengumuman Komisi Yudisial sendiri yang membuka terobosan (syarat calon Hakim Agung tidak saja KPT/WKPT). Kelengkapan pendaftaran saya kirim langsung ke Komisi Yudisial. Rupanya tidak terlambat dan nama saya keluar sebagai calon yang memenuhi syarat administrasi. Selanjutnya saya menyiapakan makalah, menyerahkan putusan 2 tahun terakhir, dan daftar kekayaan.

Saya ikut seleksi ini hanya coba-coba tidak terlalu ambisius. Memang kita berharap untuk mendapatkan kesempatan untuk melakukan perubahan dan membenahi Mahkamah Agung. Tentu saja kita berharap namun tidak mengebu-ngebu dan tidak mati-matian. Kalau berhasil alhamdulillah. Itu yang kita harapkan. Ikut bersama-sama dengan Hakim Agung lainnya memperbaiki Mahkamah Agung untuk tegaknya Keadilan.

Visi dan Misi Seandainya menjadi Hakim Agung
Visi saya akan berusaha menjadikan Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan yang menegakkan hukum dan keadilan dan membina badan-badan peradilan dibawahnya. Misi nya memberikan putusan-putusan ditingkat kasasi yang sesuai rasa keadilan masyarakat dan ikut mengawasi pelaksanaan badan peradilan ditingkat bawah sehingga keadilan betul-betul ditegakkan dengan hati nurani. Artinya Mahkamah Agung menjadi lembaga yang menegakkan hukum dan keadilan di Indonesia.

Salah satu persoalan yang dihadapi di MA adalah tidak adanya sistem kamar sehingga ada rekomendasi untuk penerapan sistem kamar di MA. Apa pendapat anda?

Saya lebih setuju tidak dengan sistem kamar karena hakim agama ini punya akses dan kemampouan untuk mengadili perkara-perkara seperti perbankan dan pidana. Barangkali hakim-hakim agama ini lebih menyentuh rasa keadilan masyarakat dalam memutus perkara pidana daripada hakim-hakim dari pengadilan umum yang mereka semata-mata berkiblat pada KUHP yang merupakan peninggalan zaman Belanda. Hakim agama barangkali lebih jauh daripada itu. Jadi saya sepakat untuk tidak menerapkan sistem kamar. Jadi Hakim Agung yang berasal dari peradilan agama bisa menganani perkara pidana, perdata, pertbankan dan sebagainya. Jadi saya tidak setuju jika MA menerapkan sistem kamar.

Untuk mengurangi tumpukan perkara di MA, apa pendapat anda?
Saya ketentuan yang ada dalam UU Kekuasaan Kehakiman saya pikir sudah cukup bagus. Artinya tidak semua kasus bisa dikasasikan ke MA. Hanya perkara-perkara terentu yang nilainya Rp 50 juta keatas yang dapat dikasasi sedangkan perkara yang nilainya dibawah itu tidak dapat dikasasi cukup sampai di pengadilan tinggi. Jadi tidak semuanya sampai ke MA. Contoh perkara perceraian yang mudah tidak perlu sampai ke MA tapi sampai ke Pengadilan Tinggi(PT).

Untuk itu PT harus benar-benar disiapkan supaya dia dapat memeberikan keadilan yang benar-benar dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat. Tidak seperti sekarang ini. Jadi cukup sampai ditingkat pengadilan untuk memutus mata rantai penumpukan perkara. Untuk itu perlu diperbaik kinerjanya dan kualitas dari hakim dan putusannya. Sebaiknya dalam perkara perceraian yang dapat kasasi adalah perkara yang juga mengatur pembagian harta bersama (gono gini) jadi tidak semata-mata perkara perceraian saja.

Dalam hal mengurangi praktek Mafia Peradilan di MA
hal inillah yang mebjadi keprihatianan kita Mafia Peradilan masih merebak. Barangkali inilah salah satu tujuan saya untuk menjadi HA untuk ikut menghilangkan praktek Mafia Peradilan di MA. Dan saya lihat ini terjadi dimana-mana dan karena penghasilan hakim masih rendah. Tapi kembali lagi pada moral. Kalau penghasilansudah tinggi namun moral hakim rendah, dan gaya hidup mewah maka mafia peradilan tidak bisa dihilangkan. Jadi disamping gaji atau kesejahteraan diperbaiki juga moral juga harus diperbaiki. Terutama hakim-hakim yang baru. Jadi rekruitmen hakim-hakim baru harus dilihat moralitasnya dan jangan sekedar dilihat kemampuan intelektualnya. Moral, mental dan ketaatan beragamanya harus dilihat. Saya pikir berpengaruh sekali sesorang yang taat agama dia tidak berani menyuburkan mafia peradilan, menerima sogokan, atau memainkan suatu perkara. Jika mafia peradilan itu masih ada maka hati nurani hakim itu sudah mati.

Solusi konkritnya ...
Sebenarnya KY ikut menjaga perilaku hakim diluar proses pembuatan putusan. Kenapa dia memutus demikian maka konsiderannya yang dilihat. Tapi perilaku hakim iluar itu apakah hakim berkolusi, menerima sogokan. Jadi KY disini berperan sekali untuk mengawasi perilaku hakim sehingga perilaku hakim tidak melakuakn mafia yang berimlikasi pada putusan yang seharusnya A menjadi B. Jadi saya mendukung fungsi KY sebagaimana yang diatur dalam UU KY. Tapi disini saya melihat ada kelemahan di dalam UU KY tentang kewenangan KY yang sebatas memberikan rekomendasi kepada Ketua MA untuk mengambil tindakan adminstratif kepada hakim yang bersangkutan. Kalau Ketua MA tidak menganmbil tindakan maka sah-sah saja. Jadi apa artinya KY mengawasi perilaku hakim. Jadi saya setuju KY melakukan revisi UU KY sehingga KY memilki kewenangan menindak hakim yang terbukti melakukan mafia peradilan. Saya opikir kalau ini berjalan maka secara lambat laun mafia peradilan akan hilang.

Bagaimana dengan Pengawasan internal sendiri?
Pengawas internal bisa asalkan MA konsekuen tidak pilih kasih, tidak membela, menyelamatkan, atau menutupi aib seseorang. Hal sering sekali terjadi di MA. Jadi diamkan bahkan digeser begitu saja. Misalnya di Palembang dianggap tidak baik maka dia dipindahkan ke Pekan Baru. Hal ini bukan menyelesaikan persoalan.

Dalam hal tugas pembinaan yang dilakukan MA
Promosi dan mutasi hakim dimaksudkan untuk pembinaan. Jadi kalau hakim ditempat terpencil jangan ditempatkan ditempat terpencil terus menerus akhirnya dia bodoh terus karena tidak pernah mengahadapi perkara-perkara yang sulit sebab didaerah terpencil tidak ada perkara yang sulit jadi realtif lebih mudah. Jadi sebaiknya hakim-hakim yang baru diangkat tidak ditempatkan dikota-kota besar tapi dikabupaten atau daerah terpencil. Setelah 2-3 tahun baru dipindahkan ke kota besar atau ke Jawa. Tidak di Jawa terus atau diibukota provinsi terus. Di peradilan agama sudah diterapkan. Saya lihat (hakim) yang rajin mengurus dia yang sering pindah. IKAHI sendiri memprogramkan agar mutasi hakim tidak terlalu lama. Paling lama 2-3 tahun sudah pindah.

Soal kesejahteran Hakim
Jika kita lihat sekarang anggota DPRD hampir Rp 50 juta. Jadi gaji Hakim ditingkat Pengadilan Tinggi tidak harus sejajar tapi mendekati. Hal ini untuk mengurangi praktek mafia peradilan. Ditingkat Pengadilan Negeri barangkali Rp 25 juta. Sedangkan di MA barangkali Rp 45 juta. Gaji hakim sekarang masih kurang memadai karena harga-harga naik. Contohnya saja saya gaji sekitar Rp 7 juta namun untuk nabung Rp 2 juta saja kadang-kadang tidak bisa dan terambil kembali. Itu berarti sebulan bisa Rp 5 juta. Padahal saya tidak merokok atau makan diluar namun kebutuhan tetap membengkak karena harga-harga naik.

Tentang Figur Bagir Manan selaku Ketua MA
Beliau teori-teorinya cukup bagus kita lihat dari tulisan-tulisannya. Namun kembali barangkali beliau bekum sejahtera dan terpengaruh dengan gratifikasi atau pemberian. Jadi saya pikir wajar-wajar saja ada yang memberi dan diterima. Barangkali itu kekurangan dari Bagir Manan. Dari segi kepemimpinan barangkali masih bisa dipertahnkan ada tanda-tanda yang baik. Beliau sering ke daerah melakukan pembinaan. Ada ketegasan dari beliau. Misalnya ada seorang hakim dimutasikan ke suatu daerah maka hakim itu tidak boleh mengajukan banding atas putusan tersebut. Jika keberatan maka hakim tersebut dipersilahkan untuk mengundurkan diri.

Mengenai peluang dalam seleksi calon Hakim Agung sekarang
Ini masih teka-teki kalau banyak peserta yang ikut seperti Profesor dan Doktor tapi saya optimis juga. Jadi tidak menutup kemungkinan saya bisa lolos. Saya ada keoptimisan bisa lolos hingga tinggal 18 calon Hakim Agung. Karena saya kira jawaban legal case (saat seleksi di Komisi Yudisial) saya tepat.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan