Belum Temukan Indikasi Korupsi, KPK Terburuk Tangani Century
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan lembaga yang paling diharapkan DPR dalam menuntaskan kasus Bank Century. Namun, tim pengawas (timwas) kasus Bank Century, tampaknya, harus kecewa. Jika dibandingkan dengan kinerja Mabes Polri dan kejaksaan, capaian KPK dalam menindaklanjuti rekomendasi paripurna DPR itu paling buruk.
Hal tersebut terekam dalam rapat kerja timwas bersama tiga lembaga penegak hukum itu di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (9/6). Wakil Ketua KPK M. Jasin dalam laporannya kepada timwas menyatakan belum ada perkembangan signifikan dalam penyelidikan kasus Century.
''Untuk kasus korupsi, kami belum menemukan indikasi korupsi di dalamnya,'' kata Jasin dalam rapat yang dipimpin Ketua Timwas Pramono Anung itu. Selain Jasin, Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah hadir dalam raker tersebut.
Menurut Jasin, sesuai ranahnya, KPK hanya akan menyelidiki tindak pidana korupsi. Berarti, penyelidikan KPK fokus pada pemberian fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP) dan pinjaman modal sementara (PMS) yang mencapai Rp 6,7 triliun.
Penyelidikan KPK saat ini tetap berdasar hasil audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), data Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), serta hasil rekomendasi DPR atas kasus Century. ''Dalam proses kebijakan mengeluarkan FPJP maupun PMS, belum ditemukan tindak pidana korupsi,'' ungkap Jasin.
Demikian halnya, kata dia, terkait pengucuran dana FPJP dan PMS. ''Juga belum ditemukan tindak pidana korupsi,'' ujarnya.
Setidaknya, sejak penyelidikan dimulai pada 27 November 2009 hingga 8 Juni lalu, KPK sudah memeriksa 111 orang. Mulai mantan pejabat KSSK, pejabat BI, menteri keuangan, hingga para mantan bos di Bank Century.
Laporan tersebut membuat mayoritas anggota timwas kecewa. Betapa tidak, hasil audit BPK bersama rekomendasi paripurna DPR sangat tegas menyebutkan adanya dugaan pidana dalam penyelamatan Bank Century.
Anggota timwas Century Bambang Soesatyo menyatakan tidak habis pikir atas laporan KPK yang tidak memiliki perkembangan apa pun. ''Kami terkejut pimpinan KPK menyatakan itu,'' tegasnya dalam sesi tanya jawab.
Sambil membacakan hasil paripurna DPR atas kasus Century, Bambang menyatakan setidaknya ada 60 pelanggaran yang terjadi. Di antaranya, delapan pelanggaran undang-undang, tiga pelanggaran perppu tentang JPSK, satu keputusan Menkeu, serta perubahan peraturan Bank Indonesia yang menyalahi aturan. ''Pelanggaran itu sangat jelas, juga tercantum dalam audit BPK,'' ungkapnya sambil menunjuk-nunjuk dokumen tersebut.
Bambang tidak puas atas pernyataan KPK. Dia menantang lembaga superbodi itu untuk melakukan gelar perkara atas kasus Century. ''Kita undang semua akademisi, seluruh kampus top. Kita undang para ahli. Dibuktikan siapa yang salah,'' tegas politikus Golkar itu tak habis pikir.
Anggota timwas Chairuman Harahap menyampaikan kekecewaan senada. Dia mempertanyakan alasan KPK yang sampai sekarang belum juga menemukan indikasi tindak pidana korupsi dalam kasus Century.
''Apakah karena sekarang terjadi gonjang-ganjing di KPK sehingga KPK jadi begini? Data pansus ada, rekomendasi ada. Apakah data kami nggak dilirik sehingga bisa menyimpulkan seperti itu?'' ujar politikus Golkar tersebut bernada bertanya.
Anggota timwas Hendrawan Supratikno juga mengingatkan betapa pentingnya tindak lanjut rekomendasi kasus Century. Menurut dia, dengan basis data audit investigatif BPK saja, sebenarnya KPK bisa menindaklanjuti seperti halnya perlakuan terhadap kasus yang terindikasi korupsi lainnya.
''Jangan lupa, ini audit BPK, tolong dibaca lagi. Saya melihat kacamata Pak Bibit, Pak Chandra, dan Pak Jasin sudah hitam. Begitu beratkah untuk mengusut ini?'' kritik politikus FPDIP tersebut.
Ketidaksabaran juga terlihat pada anggota timwas Fahri Hamzah. Politikus FPKS tersebut menegaskan bahwa konstruksi yang disampaikan BPK sudah jelas. Terdapat upaya oknum untuk membobol keuangan negara dengan melibatkan institusi moneter. Dia kecewa karena KPK merupakan lembaga yang justru kali pertama mengendus indikasi adanya korupsi dalam penyelamatan Century. ''Ini tim pengawas, bukan tim diskusi,'' ujarnya.
Supaya tidak ada alasan lagi, Fahri pun lantas menyerahkan dokumen soft copy rangkaian sidang panitia angket Bank Century. Tidak hanya kepada KPK, Fahri atas izin ketua timwas juga memberikan dokumen itu kepada kejaksaan serta Mabes Polri. ''Supaya tidak ada alasan lagi,'' tegasnya.
Kinerja KPK memang patut disorot. Sebab, Mabes Polri dan kejaksaan sudah melakukan langkah-langkah tindak lanjut rekomendasi hukum kasus Century. Mabes Polri saat ini tengah melobi 12 negara tempat penyimpanan aset Bank Century. Jumlah aset yang disimpan mencapai Rp 11 triliun.
''Kami lobi bersama Kemenlu melalui MLA (mutual legal assistance, Red),'' jelas Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri. Dia kemarin didampingi Kabareskrim Komjen Pol Ito Sumardi.
Dua belas negara itu adalah Inggris, Hongkong, Swiss, Bahama, Bahrain, Guernsey, Luksemburg, Arab Saudi, Australia, Mauritius, Uni Emirat Arab, dan Singapura. Saat ini, sebagian besar negara tersebut masih mempelajari konsep kerja samanya. ''Beberapa negara meminta konsep MLA-nya diperbaiki. Kami juga sudah melakukan perbaikan-perbaikan,'' katanya.
Langkah lebih maju disampaikan kejaksaan. Jaksa Agung Hendarman Supandji menyatakan bahwa dua terdakwa pemilik saham Bank Century, Hesham Al Waraq dan Rafat Ali Rizvi, berjanji mengembalikan dana berikut aset Century yang mereka bawa. Melalui pengacaranya, keduanya bersedia mengembalikan namun menolak jika tetap diadili.
''Rekening-rekening baru yang ditemukan sudah disita. Perkembangan terakhir, Hesham-Rafat ingin mengembalikan uang yang digunakan,'' ujar Hendarman. Dia kemarin didampingi Jampidsus Amari dan Jampidum Hamzah Tadja. Kapuspenkum Didiek Darmanto juga tampak hadir.
Meski mereka menolak diadili, Hendarman menegaskan bahwa kejaksaan akan tetap melanjutkan sidang. Keduanya akan tetap disidang in absentia sesuai penegasan sebelumnya. Proses peradilan tersebut, lanjut dia, tak mungkin dihentikan, kecuali adanya kemungkinan pengurangan hukuman. ''Saya bilang sudah masuk pengadilan. Mau tak mau harus ikuti. Paling tidak (nanti) ada pengurangan masa hukuman,'' jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Hendarman juga mengungkapkan, pihak-pihak yang terlibat kasus Antaboga kini memasuki proses penjatuhan hukuman. ''Kasus Antaboga yang menerima kucuran Bank Century sudah dalam proses sidang dan penjatuhan hukuman,'' ungkapnya.
Meski memiliki perkembangan, Mabes Polri dan Kejagung mengalami kesulitan dalam pengembalian aset. Hendrawan Supratikno menyatakan, sejak lama Hesham dan Rafat berniat mengembalikan aset. Namun, hal tersebut tidak pernah dilakukan hingga kini. ''Saya sampai sekarang juga masih dapat kabar dari pengacaranya,'' ujarnya.
Anggota timwas Sidharto Danusubroto juga meminta agar pengembalian aset oleh Mabes Polri dilakukan dengan langkah yang lebih serius. Mabes Polri perlu melakukan terobosan dan lobi yang lebih aktif agar aset bisa dikembalikan melalui penyitaan. ''Sebab, sepanjang sejarah, tidak pernah ada aset di luar negeri yang bisa kembali,'' tegas mantan ajudan pribadi Presiden Soekarno tersebut.
Pramono Anung setelah raker menyampaikan, timwas memang sengaja mengundang tiga lembaga penegak hukum sekaligus. Ternyata, di antara tiga institusi itu, kepolisian dan kejaksaan lebih maju daripada KPK. Dia menyoroti lambannya kinerja KPK yang tidak berupaya menyinkronkan penyelidikan dengan audit BPK dan rekomendasi DPR. ''Terbukti dari pemanggilan pihak yang terkait kasus (belum memanggil mantan Gubernur BI Boediono, Red),'' kata Pram.
Dia mengungkapkan, KPK terkesan memiliki beban berat. Hal yang sejatinya sudah dijelaskan malah dipersulit oleh KPK. Dia mencatat, ada sekitar 40 data yang tidak bisa dijelaskan. ''Terlihat betul bahwa KPK memiliki tekanan dan beban politik,'' tuturnya.
Hasil raker timwas kemarin menghasilkan tiga keputusan. Pram menyatakan, secara umum, timwas menilai kerja tiga institusi hukum belum optimal. Masih ada sejumlah rekomendasi yang belum dilaksanakan. Misalnya, kepolisian belum mengoptimalkan penyelidikan proses merger dan pencucian uang. ''Mendesak tiga institusi itu untuk melaksanakan rekomendasi DPR dan audit BPK,'' tegasnya.
Agar kerja lembaga penegak hukum tidak lamban, timwas akan memberikan konstruksi hukum dan batas waktu kepada mereka. Konstruksi yang akan diberikan akan disesuaikan dengan tugas serta wewenang masing-masing institusi. ''Waktu hingga Desember untuk penegakan hukum,'' ujarnya.
Setiap dua bulan sekali timwas akan memanggil para institusi penegak hukum itu untuk meminta perkembangan informasi penyelidikan. Rencananya, minggu depan timwas memanggil menteri hukum dan HAM bersama menteri keuangan dalam raker. Agenda yang dibahas akan difokuskan pada penyelamatan aset Bank Century.
Menjawab kekecewaan timwas Century, Wakil Ketua KPK Mochammad Jasin menyatakan bahwa KPK hingga kini belum berhenti berupaya mencari delik korupsi sesuai yang direkomendasikan DPR. ''Kami kan tidak bilang tidak ada, hanya belum ada,'' katanya.
Dalam hal ini, KPK tengah mempelajari seluruh data yang ada. Bisa jadi, tidak semua pelanggaran itu pasti mengarah ke pidana korupsi. ''Bisa saja mengarah pada pidana perbankan, money laundering, pidana umum, atau mungkin juga mengarah pada pidana korupsi, pidana korupsi yang tidak melibatkan penyelenggara negara, atau bahkan bisa saja yang melibatkan penyelenggara negara."
Dia juga menolak anggapan bahwa hasil penyelidikan KPK bertentangan dengan rekomendasi DPR terhadap kasus Bank Century. ''Tidak ada pertentangan. Kami mengatakan bahwa belum ditemukan indikasi korupsi dan prosesnya belum selesai. Prosesnya masih berjalan,'' tegasnya.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pernyataan tersebut berindikasi pada penutupan kasus dana talangan senilai Rp 6,7 triliun itu.''Ini jadi aneh. Dulu awal-awal dinyatakan ada indikasi korupsi, money laundering, dan tindak pidana perbankan. Kalau sekarang belum juga ditemukan unsur korupsi, ini bisa mengarah pada upaya untuk menutup kasus,'' kata wakil Koordinator ICW Emerson Juntho kemarin. (bay/ken/c5/iro)
Sumber: Jawa Pos, 10 Juni 2010