Belum Dibui [30/07/04]

Koran ini [Jawa Pos maksudnya] kemarin menulis tentang enaknya menjadi terpidana korupsi BLBI (bantuan likuiditas BI). Meski kasasinya ditolak Mahkamah Agung (MA) -dengan kata lain, vonis bersalah yang dijatuhkan pengadilan negeri dan pengadilan tinggi kepada pelaku penyalahgunaan BLBI itu dinyatakan sudah benar-, mereka masih bebas. Belum masuk bui.

Pada saat hampir bersamaan, Presiden Megawati meneken pembentukan pengadilan korupsi. Tentu saja, ikhtiar pembentukan pengadilan baru tersebut ditujukan untuk memberantas korupsi.

Apa arti semua itu? Aturan hukum dan perundang-undangan di negeri ini cenderung hanya menjadi lips service. Banyak aturan hukum dan UU yang dibuat. Tetapi, sangat sedikit yang bisa dijalankan secara benar.

Tiap hari para pejabat negara menyatakan bahwa negara ini adalah negara yang berdasar hukum. Tetapi, praktiknya seolah tidak ada hukum. Misalnya, ada UU Antikorupsi, tindak pidana korupsi juga sudah tertulis sangat tebal dalam pasal-pasal KUHP, serta masih ada lembaga yang kini secara khusus menangani kasus-kasus yang diduga korupsi, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dan, baru saja dibentuk pengadilan khusus korupsi.

Tetapi, gejala yang mengarah pada berkurangnya tindak korupsi justru tidak tampak. Di tengah gerakan antikorupsi yang menguat -disertai pembentukan lembaga-lembaga pemberantasan korupsi-, justru makin banyak koruptor besar yang sulit disentuh sanksi hukum.

Saat lembaga-lembaga antikorupsi dibentuk banyak kalangan, arah pemberantasan korupsi justru makin tidak tertata serta tidak terorganisasi secara benar.

Baru saja mulut capres-cawapres -dalam kampanye-berbusa-busa berjanji memberantas korupsi. Setelah kampanye usai, potret pemberantasan tindak pidana korupsi justru makin buram.

Misalnya, kasus penyalahgunaan BLBI menunjukkan sangat tidak adilnya penegakan hukum terhadap pelakunya. Ada yang diberi pengampunan -dibebaskan dari tuntutan pidana- lantaran yang bersangkutan sudah mengembalikan uang setara dengan BLBI yang disalahgunakan.

Selain itu, ada terdakwa korupsi BLBI yang sudah divonis dan putusan hukumnya sudah final pun tidak dengan sendirinya langsung dibui. Mereka masih bebas. Penegakan hukum benar-benar dilecehkan.

Penegakan hukum di negeri ini benar-benar berada pada situasi yang sangat buruk. Bukan saja makin banyak penyimpangan hukum, melainkan vonis lembaga peradilan pun jarang memiliki kekuatan.

Hukum dan keadilan di negeri ini ibarat saudara jauh. Jarang saling menyapa. Publik hampir tiap saat meronta-ronta menuntut keadilan, namun hukum mengacuhkan.

Karena hukum dan keadilan sangat jarang berjalan seiring, sering terjadi kalangan yang membuat aturan hukum sendiri yang dianggap bisa memenuhi rasa keadilan. Misalnya, membekuk sendiri, mengadili sendiri, dan menghukum sendiri pihak-pihak yang dianggap melanggar hukum.

Tulisan ini merupakan tajuk rencana Jawa Pos, 30 Juli 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan