Belanja PAK Rawan Dikorup

NGAWI -- Pos-pos belanja dalam Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) APBD 2004 dinilai meragukan. Demikian pula tentang rencana Pemkab berhutang ke Bank Jatim senilai Rp 38 miliar, tampaknya bakal ditentang oleh masyarakat Ngawi.

Ketua Masyarakat Peduli Reformasi Ngawi (MPRN) Suratno, menganggap Tim Anggaran harus jeli dan transparan dalam menyusun draf PAK sebelum diajukan ke dewan. Jangan terburu-buru berhutang jika proyek yang akan didanai belum jelas, kata Suratno.

Tuntutan transparansi PAK ini juga didukung Koordinator Pembaharuan Pelaksanaan dan Tata Pemerintahan Daerah (P2TPD) untuk Ngawi, MK Lilik Suharyanto. Menurut Lilik, Tim Anggaran Ekskutif harus memiliki itikad baik untuk melakukan transparansi atas rencana-rencana program yang akan didanai lewat PAK. Sebenarnya PAK sendiri tidak harus ada, apabila di APBD semua program sudah bisa dicover, katanya.

Pelaksanaan PAK itu tak akan diperlukan lagi jika Kepmendagri No 29/1999 berlaku efektif tahun depan. Transparansi oleh Tim Anggaran Eksekutif, menurut Lilik, juga akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengawal penggunaan dana-dana oleh pemerintah daerah.

Lilik mengaku belum tahu pembelanjaan apa saja yang sedang dirancang tim eksekutif. Jadi belum mempelajari detail rencana belanja pemerintah, akunya.

Sementara dalam penggodokan Tim Anggaran, menurut data, yang berhasil dihimpun, ada beberapa pos yang dinilai masyarakat perlu dipertanyakan. Misalnya, biaya transportasi bantuan aspal dari pusat senilai Rp 1 miliar.

Biaya ini dinilai terlalu besar dan riskan diselewengkan. Sorotan lainnya juga terarah pada biaya konsultan kompensasi PpH 21 sebesar Rp 211,94 juta lebih dan biaya tim kompensasi PpH 21 sebesar Rp 105,9 juta lebih. Kedua pos dana yang mencapai hampir Rp 400 juta ini dinilai sebagai pemborosan. Sebab, tanpa ada biaya konsultan itu pembagian dana PpH 21 dari pusat tetap akan turun ke daerah.

Namun Ketua Tim Anggaran Eksekutif sekaligus Sekretaris Kabupaten Ngawi Drs Fauzi Sidekan menyatakan, saat ini, PAK APBD 2004 sedang digodok Tim Anggaran dan belum tahu kapan drafnya selesai dan diajukan ke dewan.

Mengenai rencana berhutang sebesar Rp 38 miliar itu, menurut Fauzi, masih belum ada kesepakatan dan baru tahap wacana. Tentang biaya transportasi pengangkutan aspal yang mencapai Rp 1 miliar dan dinilai terlalu besar akhirnya diturunkan menjadi hanya Rp 250 juta.

Dana itu akunya, untuk mengangkut bantuan aspal gratis dari pusat sebanyak 2.000 drum. Tidak semua daerah menerima bantuan ini, hanya saja pengangkutan menjadi beban daerah yang dibantu, katanya.

Sedangkan entang biaya kompensasi untuk konsultan, kaa Fauzi pihaknya mendasarkan pada Memorandum of Understanding yang sudah pernah dibuat daerah-daerah se-Jatim. Besarnya untuk biaya jasa konsultan adalah 20 persen dari total anggaran yang akan diterima daerah sedang untuk biaya kompensasi sebesar 10 persen.

Ngawi sendiri diperkirakan akan menerima dana kompensasi PpH 21 sebesar Rp 1,059 miliar lebih. Tetapi semua ini masih perlu banyak perbaikan dan sedang dalam pembahasan tim. (ari)

Sumber: Radar Madiun, 27 Mei 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan