Bekas Konsulat Jenderal di Penang Dituntut 3 Tahun Penjara

Erick Hikmat Setiawan, terdakwa kasus dugaan korupsi dalam pungutan liar pengurusan dokumen keimigrasian di Penang, Malaysia, dituntut tiga tahun penjara. Bekas Konsul Jenderal Kedutaan Besar Republik Indonesia di Penang, Malaysia, itu dinilai terbukti melakukan korupsi bersama Khusnul Yakin Payopo, terdakwa lain dalam kasus yang sama, karena memberlakukan tarif pengurusan dokumen keimigrasian melebihi tarif yang sebenarnya dan tidak menyetorkan kelebihan itu ke kas negara.

Terdakwa Erick memperkaya diri sendiri dengan mengambil keuntungan dari tarif pengurusan keimigrasian, kata Wisnu membacakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kemarin. Selain tuntutan tiga tahun penjara, penuntut umum mengharuskan Erick membayar denda Rp 150 juta dan uang pengganti kerugian negara Rp 513 juta.

Menurut Wisnu, kasus ini bermula dari pengangkatan Erick sebagai Konsul Jenderal RI di Penang, Malaysia, pada Februari 2004. Saat itu, dia baru menjabat sebagai konsul jenderal. Dia mendapat laporan dari Kepala Subimigrasi Khusnul Yakin Payopo perihal pemberlakuan dua tarif dalam pengurusan Imigrasi.

Dua tarif itu, kata Wisnu, adalah tarif yang diumumkan di papan pengumuman dan tarif yang harus disetor ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak. Erick menyetujui tarif ganda dalam pelayanan keimigrasian itu, kata Wisnu.

Atas persetujuan Erick, kata Wisnu, Khusnul lalu menetapkan tarif pengurusan keimigrasian lebih tinggi, yaitu 35 ringgit Malaysia untuk paspor 24 halaman. Wisnu juga mengatakan Erick meminta dana operasional konsulat jenderal US$ 6.000 kepada Khusnul, yang diambil dari pungutan itu. Padahal, kata Wisnu, konsulat jenderal telah memiliki anggaran tersendiri untuk operasionalisasi.

Menurut Erick, jika dirupiahkan, total keuntungan yang diterima Erick selama menjabat Rp 513 juta. Jumlah itu seharusnya disetor ke kas negara, kata Wisnu.

Erick, yang mengenakan kemeja safari lengan pendek warna hijau, tampak tenang. Wajahnya sama sekali tidak berpindah menatap lantai saat pembacaan tuntutan itu.

Ditemui seusai sidang, Erick mengatakan berkeberatan atas tuntutan tiga tahun penjara itu. Pemberlakuan tarif rangkap, kata dia, sudah berlaku sebelum dia ditunjuk menjadi konsul jenderal. Menurut dia, pemberlakuan itu berdasarkan surat keputusan Duta Besar RI di Malaysia pada 1999. Ketetapan tarif rangkap itu terjadi juga di seluruh konsulat RI di Malaysia. Bahkan dalam jumlah yang lebih besar, ujarnya. AGOENG WIJAYA

Sumber: Koran Tempo, 12 September 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan