Bawasda Sebaiknya Independen

Wakil Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW), Luky Djani menilai, tak pantas Badan Pengawas Daerah (Bawasda) berada di bawah gubernur, seperti saat ini.

Sebaiknya, Bawasda DKI Jakarta independen, berada di luar institusi Pemprov DKI. Dengan demikian, kinerja Bawasda bisa menjadi lebih fokus dan objektif.

Kalau Bawasda berada di dalam institusi yang sama, dia jadi tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Sebab unsur subjektivitas akan mempengaruhi penilaiannya terhadap suatu lembaga yang berada satu institusi dengannya, kata Luky.

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan ICW, kata Luky, akibat berada dalam satu institusi yang sama dengan lembaga yang harus diawasinya, kinerja Bawasda pun jadi tidak efektif. Kemampuan Bawasda untuk membuat preventif instrument tidak ada.

Kami melihat aksi-aksi preventif atau pencegahan yang bisa mereka lakukan supaya tidak terjadi penyalahgunaan anggaran publik yang tidak efisien, tidak tepat sasaran, dan berpotensi diselewengkan, sama sekali tidak terlihat, tuturnya.

Selain itu, lanjut dia, kemampuan Bawasda untuk mendeteksi adanya penyalahgunaan dan penyimpangan-penyimpangan penggunaan anggaran publik, juga sangat minim. Ini nantinya juga terkait dengan penemuan-penemuan internal monitoring dari Bawasda yang sering kali hanya bersifat rekomendasi administratif atas tindak lanjut dari penemuan yang mereka peroleh.

Contoh kasus, penyelewengan anggaran sekolah di DKI yang kami advokasi, ternyata temuan Bawasda itu hanya ditindaklanjuti dengan pemberian sanksi administratif, seperti mutasi atau penundaan kenaikan pangkat. Padahal, unsur-unsur korupsi terpenuhi, artinya sudah termasuk sebagai tindak pidana, jadi lebih baik diserahkan saja ke kejaksaan, katanya.

Ia beranggapan, seharusnya badan pengawas seperti Bawasda berdiri sendiri sehingga lebih independen. Karena jika Bawasda berada dalam satu institusi dengan lembaga yang harus diawasinya, akan terjadi dualisme.

Contohnya, di Amerika Serikat, di departemen kepolisian mereka ada suatu lembaga yang disebut internal affairs, lembaga ini berdiri sendiri. Jadi, kalau mereka menemukan kasus penyimpangan dalam institusi tersebut, tidak ada kewajiban untuk melapor ke kapolda, tapi langsung dilaporkan ke gubernur, atau walikota atau DPRD. Dengan demikian, hirarki struktural itu benar-benar dihapuskan. Di beberapa negara juga ada commission on audit atau BPK-nya yang kedudukannya setara dengan pemerintahan sehingga mereka bisa independen, jelasnya.

Tak Ada Laporan
Di tempat terpisah, Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta, Drs H Achmad Suaidy, juga berpendapat, kinerja Bawasda DKI masih belum optimal. Pengawasan yang dilakukan Bawasda dinilainya masih sangat lemah sehingga memungkinkan terjadinya korupsi.

Ia juga menyayangkan karena selama enam bulan dirinya bertugas di DPRD periode 2004-2009 ini, tak sekali pun Bawasda memberikan laporan hasil kerjanya kepada DPRD. Padahal seharusnya, ketika Bawasda memberikan laporan rutin kepada gubernur, kalangan DPRD terutama Komisi A yang membidangi hukum dan pemerintahan, berhak untuk mengetahui.

Semestinya kan kalau Bawasda ngasih laporan ke gubernur, kita juga dikasih. Karena sudah tugas DPRD untuk ikut mengawasi segala sesuatu yang terjadi di eksekutif apalagi yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak, jelasnya.

Senada dengan itu, anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Syamsidar Siregar mengatakan, selama ini kinerja Bawasda DKI Jakarta tidak efektif. Alasannya, laporan Bawasda hanya dilaporkan kepada Gubernur DKI Jakarta, dan tidak dipublikasikan ke masyarakat.

Itupun tidak ada tindak lanjutnya, ujarnya.

Padahal, ungkapnya, temuan penyimpangan anggaran di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selalu ada setiap tahun. Tidak hanya Bawasda, BPK pun menemukan adanya penyimpangan. Artinya, tidak pernah ada perubahan soal penyimpangan ini, kata dia.

Sebelumnya, Syamsidar menuding Gubernur DKI Jakarta tidak tegas pada bawahannya yang melakukan penyimpangan anggaran. Alasannya, temuan dari Bawasda tidak pernah dilaporkan ke polisi atau kejaksaan.

Padahal, menurut dia, laporan ke polisi atau kejaksaan ini bisa membuat jera pelaku tindak penyimpangan. Saya kira, Gubernur Sutiyoso tidak tegas dalam masalah ini. Lagi pula, selaku atasan Bawasda, gubernur punya wewenang melaporkan temuan penyimpangan ini ke polisi atau jaksa. Tinggal keluarkan SK kok, imbuhnya. (Y-6)

Sumber: Suara Pembaruan, 18 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan