Batasi Gugatan Pencemaran Nama; Fungsi Media Massa Terkendala
Pengadilan sebaiknya membatasi diri terhadap tuntutan para pejabat dalam kasus pencemaran nama baik. Sejak terpilih sebagai pejabat, mereka sudah menjadi milik publik sehingga tidak kebal terhadap kontrol publik.
Mudahnya pengadilan menanggapi gugatan pencemaran nama baik dari para pejabat, tutur Antonio Pradjasto dari Demos, menyebabkan media massa terkendala menjalankan fungsinya sebagai kontrol publik.
Untuk itu, sebaiknya lembaga-lembaga yudisial tidak dengan mudah menerima gugatan terkait pencemaran nama baik, kata Antonio dalam jumpa pers, Rabu (12/9) di Jakarta.
Jumpa pers itu sendiri digelar terkait dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan gugatan Soeharto terhadap majalah Time. Jumpa pers yang digelar bersama-sama dengan LSM lain, seperti ICW, Imparsial, Infid, Kontras, LBH Jakarta, PBHI, dan YLBHI itu secara khusus mengkritik putusan MA tersebut yang dinilai belum mencerminkan reformasi hukum di Indonesia.
Bahkan, Firmansyah Arifin dari KRHN mengatakan, MA belum mampu menghadirkan rasa keadilan bagi publik. Sikap kritis media dihadapi dengan putusan yang dinilai menutup peran dan kebebasan setiap warga untuk mendapatkan dan menyebarkan informasi.
MA bukan lagi benteng keadilan, tetapi justru menjadi sumber ketidakadilan yang mampu menimbulkan anomali keadilan, kata Firmansyah.
Secara terpisah, Ketua DPR Agung Laksono (Fraksi Partai Golkar, DKI Jakarta I) mengharapkan semua pihak bisa menghormati putusan kasasi MA yang menghukum majalah Time edisi Asia membayar Rp 1 triliun kepada mantan Presiden Soeharto.
Agung yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar menyebutkan, pro-kontra atas putusan MA wajar-wajar saja. Adalah hak anggota DPR yang memprotes dan mempertanyakan putusan MA, hanya saja sikap itu bukanlah sikap DPR sebagai lembaga.
Yang penting, lanjutnya, siapa pun mestinya bisa menghormati proses dan putusan peradilan.
Tak perlu diatur
Dalam diskusi terpisah, Kemerdekaan Pers dan Pemilu yang Demokratis, di Jakarta, Rabu, anggota Dewan Pers Wina Armada Sukardi mengatakan, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilihan Umum tidak perlu mengatur mengenai pemberitaan media massa selama pemilu.
Ketentuan tentang karya jurnalistik yang disebarkan melalui media massa sudah diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Aturan tentang pemberitaan media antara lain terdapat dalam Pasal 103 Ayat 3 RUU Pemilu DPR, DPD, dan DPRD. (JOS/DIK/NWO)
Sumber: Kompas, 13 September 2007