Batam dan Jakarta Sama Saja
Dengan langkah lunglai Hendri, 30, meninggalkan kantor Camat Sekupang, Senin (21/2). Betapa tidak, biaya pengurusan kartu tanda penduduk (KTP) yang disiapkannya ternyata tidak mencukupi.
Petugas kantor kecamatan meminta Hendri menyiapkan uang Rp300.000 untuk pengurusan KTP dan dalam seminggu KTP selesai. Petugas mematok biaya yang tinggi dengan alasan Hendri tidak punya surat pindah dari daerah asalnya, Sumatra Barat.
Padahal, untuk setiap pengurusan KTP mulai rukun tetangga (RT), rukun warga (RW) hingga kelurahan, Hendri harus merogoh kantongnya. Tanda tangan ketua RT berharga antara Rp5.000 sampai Rp10.000, tanda tangan ketua RW berharga antara Rp10.000 sampai Rp15.000. Terakhir di Kelurahan Hendri harus pula mengeluarkan kocek sekitar Rp25.000. Tidak ada kuitansi, tetapi hal itu sudah seperti hukum alam yang harus dipatuhi secara tidak tertulis. Tetapi, perjuangan dan biaya yang dikeluarkan Hendri itu kandas di hadapan seorang petugas kecamatan.
Melihat contoh tersebut, hasil survei Transparency International Indonesia (TII) yang menyebutkan Batam sebagai kota terkorup kelima dari 21 kota dan kabupaten di Indonesia tidaklah mengejutkan. Harusnya Batam bukan urutan kelima, tetapi satu atau dua, karena saya rasa permasalahan korupsi di sini hanya beda tipis dengan Jakarta, ujar Fadli, warga Bengkong, Batam.
Budaya korupsi di Batam bisa dikatakan sudah terjadi dari lapisan birokrasi terbawah terutama dalam hal pelayanan publik. Bukan saja oleh pegawai pemerintah, dari tingkat RT pun korupsi sudah dimulai, berlanjut kepada RW, kelurahan, kecamatan, dan akhirnya bermuara pada pemerintah kota (pemkot).
Kasus Hendri hanya contoh kecil dari buruknya pelayanan publik dan maraknya korupsi di Batam, permasalahan korupsi bisa dilihat dengan kasatmata.
Di kantor polisi misalnya, meskipun seorang baru kehilangan atau kecopetan, maka dia harus menyerahkan uang tanda laporan masuk, antara Rp5.000 sampai Rp10.000. Untuk hal ini juga tidak ada kuitansi, tetapi Anda tidak akan menerima salinan laporan tersebut sebelum membayar sekadar pengganti beli tinta printer.
Contoh lainnya di kantor Imigrasi. Di kantor ini, pukul 11.00 WIB, loket pengurusan paspor sudah kosong, petugas sudah menyatakan tutup dan berganti dengan calo yang duduk di sana. Tak heran, bila biaya yang dipatok para calo untuk pengurusan paspor cukup mahal. Tarif resmi untuk pengurusan paspor 48 halaman Rp120 ribu. Pengurusannya bisa membutuhkan waktu tiga bulan. Namun, jika prosesnya ingin cepat, para calo mematok tarif sekitar Rp1.5 juta.
David Oktarevia, seorang ekonomi di Batam mengatakan, seharusnya Batam sebagai kota terkorup pertama. Apalagi, jika ditelusuri masalah perizinan usaha di kota ini.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Batam, Ahamad Hijazi, mengaku tidak tahu kalau dinasnya menjadi salah satu ladang subur terjadinya korupsi di Batam. (Novrizal/N-3.
Sumber: Media Indonesia, 23 Februari 2005