Baru Rp 310 Miliar dari Rp 3,9 Triliun Temuan BPKP Diusut
Masih ada temuan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan tentang indikasi penyelewengan anggaran sebesar Rp 3,6 triliun yang perlu diselesaikan pemerintah. Karena dari 6.757 kejadian dengan nilai Rp 3,9 triliun yang merupakan hasil temuan BPKP atas departemen dan lembaga non departemen dan BUMN per 30 September 2004, baru ditindaklanjuti 1.327 kejadian dengan nilai hanya Rp 310 miliar.
Langkah tindaklanjut ini dilakukan pemerintah antara bulan Oktober 2004 hingga 28 Februari 2005 lalu. Dengan demikian, sisa temuan yang perlu tindakan penyelesaian lebih lanjut oleh pemerintah adalah 5.430 kejadian dengan nilai Rp 3,6 triliun.
Menko Perekonomian Aburizal Bakrie dan Kepala BPKP Arie Soelendro menjelaskan hal itu kepada wartawan di Jakarta, hari Senin (7/3).
Menurut Arie, penyelewengan anggaran sebesar Rp 3,6 triliun tersebut masih dalam proses penyelesaian tindak lanjut, karena proses hukumnya masih berjalan. Selain itu, masih memerlukan klarifikasi peraturan perpajakan dari Dirjen Pajak. Penyelesaiannya juga masih tergantung pada instansi atau pihak lain di luar departemen terkait.
Sementara, Aburizal mengatakan, salah satu program Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2005-2009 adalah pemerintah bertekad meningkatkan pengawasan dan akuntabilitas dalam rangka penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Untuk itu, ujar Aburizal, Kementrian Koordinasi Bidang Perekonomian telah membentuk tim monitoring tindak lanjut laporan hasil pengawasan BPKP. Tim ini dalam tugasnya akan bekerjasama dengan BPKP serta seluruh kementerian serta lembaga perekonomian pemerintah.
Semua temuan audit keuangan yang bersifat akumulatif sejak dulu maupun temuan baru, perlu segera dilakukan koreksi dan langkah-langkah penyelesaiannya baik secara hukum, administratif, maupun perbaikan sistem manajemen sumber daya manusianya, kata Aburizal.
Arahan presiden
Ditegaskan, upaya tersebut selaras dengan arahan presiden yang sebelumnya telah meminta lembaga dan pelaku perbankan, aparat pajak dan bea cukai, untuk terus menerus melakukan perbaikan manajemen. Sehingga praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dapat dikurangi dan dihentikan, ujar Aburizal.
Upaya pembaharuan dan pemberdayaan pengawasan ini dilakukan dengan rencana aksi yang akan ditindaklanjuti oleh setiap kementerian dan lembaga perekonomian secara berkala. Dalam upaya bersama menhentikan praktik KKN ini, pemerintah akan melakukannya dengan bekerjasama dengan seluruh instansi terkait, termasuk publik.
Menurut Aburizal, temuan ini masih merupakan laporan internal, sehingga belum bisa dibuka kepada pers detil kejadian per departemen. Hal itu, antara lain karena masih perlu dilakukan rekonsiliasi data dengan masing-masing departemen.
Setelah itu, kita akan lihat apakah ada yang bisa diselesaikan. Artinya apakah itu merupakan aspek pelanggaran administratif yang bisa dikembalikan dananya ke dalam rekening pemerintah, atau memang masalah itu ada di daerah abu-abu, atau harus diselesaikan ditingkat menteri, kata Aburizal.
Ke penyidik
Dalam kesempatan itu, Arie menjelaskan bahwa selama periode tahun 1983 hingga akhir tahun 2004, BPKP telah melimpahkan 435 kasus tindak pidana khusus di lingkungan Kementerian Bidang Perekonomian ke instansi penyidik baik Kejaksaan dan Kepolisian dengan total kerugian negara mencapai Rp 7,4 triliun.
Dijelaskan, tindak pidana khusus yang diserahkan ke penyidik dari tahun 1983 hingga triwulan III 2004 sebanyak 427 kasus, dengan nilai Rp 2,851 triliun, 219,4 juta dollar AS serta 245.926 frank Perancis (FFR). Perinciannya adalah, penyelewengan di departemen atau lembaga non departemen (LND) sebanyak 258 kasus dengan nilai kerugian Rp 345 miliar. Di BUMN sebanyak 169 kasus dengan nilai kerugian Rp 2,5 triliun, 219,4 juta dollar AS dan 245.926 frank Perancis.
Pada triwulan IV 2004 sendiri, ada delapan kasus tindak pidana khusus yang dilimpahkan ke kejaksaan, kepolisian, atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan kerugian negara Rp 96,12 miliar dan 7,8 juta dollar AS. Sebanyak tiga kasus bernilai Rp 12,354 miliar dilimpahkan ke kejaksaan, empat kasus bernilai Rp 32,895 miliar dan 7,87 juta dollar AS dilaporkan ke polisi, dan satu kasus senilai Rp 50,87 miliar ke KPK.(anv/joe)
Sumber: Kompas, 8 Maret 2005