Baru Hamzah dan Jusuf Mau Diverifikasi KPK [28/06/04]

Setelah hampir sebulan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melansir kekayaan para calon presiden-calon wakil presiden, baru capres Hamzah Haz dan cawapres Jusuf Kalla yang bersedia melengkapi dokumen asli kepemilikan dan diverifikasi Laporan Kekayaan Penyelenggara Negara (LKPN). Kedua calon ini bersedia menyiapkan kelengkapan asli dokumen kepemilikan dan telah menunjuk kuasa hukum untuk mendampingi tim pemeriksa KPK.

Kesiapan kedua calon ini disampaikan Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas, Jumat (25/6). KPK telah menyurati seluruh capres dan cawapres untuk menyiapkan dan melengkapi dokumen asli kepemilikan serta menunjuk kuasa untuk mendampingi tim KPK. Surat KPK ini telah dikirim pekan lalu.

Hari ini, KPK memperoleh surat jawaban dari kuasa cawapres Jusuf Kalla, yaitu Suhaeli Kalla, akan kesediaan cawapres Jusuf Kalla untuk menyiapkan kelengkapan asli dan fotokopi bukti kepemilikan Jusuf Kalla, kata Erry.

Di dalam surat yang dikirimkan ke KPK, cawapres Jusuf Kalla telah menunjuk kuasanya, Suhaeli Kalla, Fatima Kalla, dan M Natsir Thaif, untuk mendampingi tim pemeriksa KPK dalam verifikasi LKPN yang disampaikan Kalla, jelas Erry.

Erry mengatakan, KPK banyak menerima masukan dari masyarakat yang melaporkan dugaan adanya harta kekayaan para capres-cawapres yang belum dilaporkan dalam LKPN para capres-cawapres. Oleh karena itu, KPK sangat berharap para capres-cawapres itu dapat segera menunjuk kuasanya dan menyiapkan dokumen asli kepemilikan untuk mengklarifikasi laporan masyarakat.

Sikapi polemik dana
Secara terpisah, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Luky Djani menyatakan, polemik dana kampanye pasangan calon presiden dan wakil presiden dari Partai Golongan Karya (Golkar) seharusnya dapat disikapi tegas oleh KPU. Sebagai penyelenggara pemilu, KPU dapat saja meminta penjelasan kepada Partai Golkar mengenai sumber dana kampanye tersebut.

Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung menyebut bahwa Golkar hanya menyumbang Rp 3,5 miliar untuk pasangan calon Wiranto-Salahuddin Wahid. Akan tetapi, dalam laporan ke KPU, sumbangan Golkar disebut Rp 30 miliar, ujarnya.

Perbedaan itu dikhawatirkan terus terjadi, tanpa upaya memberikan penjelasan kepada masyarakat. Padahal, masyarakat berhak tahu dari mana saja sumber dana kampanye yang dimiliki pasangan calon presiden dan wakil presiden. Bahkan, masyarakat berhak tahu berapa sebenarnya dana yang telah digunakan oleh pasangan calon untuk berkampanye.

Jika dana sumbangan tidak jelas sumbernya, KPU dapat menerapkan aturan dana tidak jelas yang diatur dalam undang-undang. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden disebutkan, pasangan calon dilarang menerima sumbangan atau bantuan lain untuk kampanye yang berasal dari penyumbang atau pemberi bantuan yang tidak jelas identitasnya.

Pasangan calon yang menerima sumbangan tidak jelas identitasnya wajib melaporkan kepada KPU selambat-lambatnya 14 hari setelah masa kampanye berakhir dan menyerahkan sumbangan tersebut kepada kas negara. Pasangan calon yang melanggar ketentuan tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU.

Tapi, sepertinya KPU sangat berhati-hati menyikapi persoalan dana kampanye sehingga memilih menunggu. Padahal, KPU kan bisa menanyakan kepada pasangan calon mengenai penjelasan dana kampanye yang diterima, tutur Luky.

Sebelumnya, secara terpisah, anggota KPU, Anas Urbaningrum, menegaskan, KPU wajib menyampaikan laporan dana kampanye yang diterimanya kepada publik. (IDR/VIN)

Sumber: Kompas, 28 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan