Baru 0,01 Persen Anggota Legislatif Laporkan Kekayaan [05/08/04]

Meski sudah hampir habis masa jabatannya, ternyata baru 0,01 persen anggota legislatif baik di pusat maupun di daerah yang telah melaporkan kekayaannya. Dari 11.000 anggota DPR dan DPRD yang akan mengakhiri masa jabatannya, ternyata baru 163 orang yang telah melaporkan kekayaannya. Bahkan, di tingkat pusat, baru 78 anggota MPR dan DPR yang telah melaporkan kekayaannya dari 1.000 orang anggota MPR/DPR.

Data ini dilansir oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan diungkapkan oleh Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas, Rabu (4/8).

Anggota MPR/DPR yang telah melaporkan kekayaannya antara lain Ketua MPR Amien Rais, Anggota DPR JE Sahetapy, AA Baramuli, Andi Mattalatta, GRAY Koes Moertiyah, KH Noer Iskandar Albarsany, Mangara Siahaan, Mariani Akib Baramuli, Meiliono Soewondo, Muchtar Buchori, Fuad Bawazier, dan Noviantika Nasution.

Adapun nama pimpinan DPR seperti Ketua DPR Akbar Tandjung, Soetardjo Soerjogoeritno, Muhaimin Iskandar, AM Fatwa, dan Tosari Widjaja sama sekali tidak ada. Sedangkan anggota DPRD provinsi maupun kabupaten/kota yang telah melaporkan kekayaannya ke KPK masih sangat minim, yakni baru 85 anggota DPRD provinsi atau kabupaten/kota.

Pengaduan masyarakat

Persoalan lain yang juga diungkapkan oleh Erry adalah hingga saat ini KPK telah menerima 20 pengaduan masyarakat atas DPRD setempat yang melakukan penyimpangan anggaran DPRD. Dari hasil penelaahan KPK, hal ini karena adanya perbedaan dalam penanganan atas kasus dugaan penyimpangan anggaran DPRD tersebut. Perbedaan itu terutama disebabkan karena yang menjadi dasar pertimbangan penanganannya adalah batas waktu dilaksanakannya Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 yaitu sampai dengan 26 Maret 2003 mengacu pada putusan MA Nomor 1 Tahun 1999, tetapi ada pula yang mendasarkan pada asas materialitas dengan mengacu pada penanganan korupsi DPRD yang terjadi di Sumatera Barat.

KPK melakukan supervisi dan koordinasi atas penanganan masalah ini agar penyelesaian dugaan kasus korupsi yang terkait dengan penyimpangan anggaran DPRD ini dapat dilakukan secara konsisten dan merata di seluruh Indonesia, jelas Erry.

Ke-20 DPRD yang sedang dalam supervisi dan koordinasi dengan aparat penegak hukum setempat adalah DPRD Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur, DPRD Kota Depok, DPRD Pesisir Selatan Painan Sumatera Barat, DPRD Gorontalo, DRPD Jawa Barat, DPRD Kabupaten Asahan, DPRD Kabupaten Simalungun, DPRD Provinsi Banten, DPRD NAD, DPRD Musi Banyuasin Sumatera Selatan, DPRD Kabupaten Semarang Jawa Tengah, DPRD Sumbawa NTB, DPRD Buleleng Bali, DPRD Tanjung Balai Asahan Sumatera Utara, DPRD Provinsi NTB, DPRD Kabupaten Cianjur, DPRD Kabupaten Banyuwangi, DPRD Banyumas, DPRD Kabupaten Nganjuk, dan DPRD Kota Tangerang.

Sebagian besar anggota DPRD di seluruh Indonesia membuat aturan mengenai pendapatan serta kesejahteraan anggota DPRD yang melebihi ketentuan PP No 110 Tahun 2000. Tindakan ini dapat dikategorikan dalam Tindak Pidana Korupsi. KPK memiliki peranan dan kewenangan untuk melakukan supervisi dan penindakan dalam kasus yang memiliki dampak luas secara nasional, kata Erry.(VIN)

Sumber: Kompas, 5 Agustus 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan