Banyak Yang Jual Beli Perkara; Kinerja Jaksa di 8 Provinsi Sangat Buruk

Elemen masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Kejaksaan (KPK) mendatangi gedung Kejagung kemarin. LSM antikorupsi dari delapan provinsi tersebut memprihatinkan tindakan Jaksa Agung Abdul Rachman Saleh dalam menjatuhkan sanksi terhadap jaksa yang terindikasi melakukan jual beli perkara (judicial corruption).

Mereka adalah Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum UI, Sanksi Borneo, Somasi (NTB), LBH Bandung, LBH Makassar, LBH Semarang, Yayasan Pengembangan Sumber Daya Manusia Indonesia (YPSDI) Surabaya, dan Yayasan Pemantau Kinerja Kejaksaan Sumatera Utara (LPKK-SU).

Pejabat Kejagung yang menyambut kehadiran mereka, antara lain, Abdul Rachman Saleh, Wakil Jaksa Agung Basrief Arief, JAM Pidsus Hendarman Supandji, dan JAM Pengawasan Achmad Lopa. Pertemuan itu berlangsung mulai pukul 14.30 hingga petang.

Pada saat yang sama, sejumlah anggota Komisi Yudisial juga bertamu ke gedung Kejagung. Bisa jadi, mereka juga membawa misi sama. Salah satu anggota Komisi Yudisial, Busro Muqoddas, terlihat di antara mereka.

Menurut aktivis MaPPI, Asep Rachmat Fajar, mereka datang untuk menyampaikan hasil pemantauan dalam kegiatan eksaminasi publik atas delapan perkara dan investigasi terhadap 20 jaksa di delapan provinsi. Yakni, DKI Jakarta, Jabar, Jatim, Jateng, NTB, Sulawesi Selatan, Kalimantan, dan Sumatera Utara.

Hasil pemantauan kami akan dipaparkan di depan jaksa agung dan jajarannya, katanya. Dia tak membeber identitas ke-20 jaksa di depan wartawan, termasuk perkara yang ditangani.

Apa hasil pemantauan KPK? Asep membeberkan, KPK menyimpulkan empat penilaian. Pertama, kinerja jaksa di delapan daerah itu sangat buruk dalam hal integritas dan profesionalisme pelaksanaan kerja.

Kedua, banyak jaksa tidak mampu dalam menyusun surat dakwaan dan surat tuntutan pidana secara profesional. Ketiga, terdapat jaksa yang melakukan perbuatan yang jauh dari perannya sebagai penegak hukum, seperti melakukan pemerasan dan jual beli perkara. Keempat, pengawasan internal kejaksaan tidak berjalan efektif dan optimal.

Atas empat penilaian itu, KPK meminta Jaksa Agung Abdul Rachman Saleh melakukan serangkaian tindakan. Pertama, menindak tegas dan memberikan efek jera terhadap para jaksa yang melakukan perbuatan judicial corruption. Kedua, melakukan pengawasan khusus terhadap kinerja dan perilaku jaksa di dalam maupun di luar kedinasan. Ketiga, membenahi secara menyeluruh organisasi kejaksaan dan sumber daya manusia agar dapat menjalankan fungsi secara efektif dan efisien dalam penegakan hukum.

Tindakan tegas itu diperlukan karena masyarakat menginginkan jaksa agung bisa mengoptimalkan fungsi pengawasan, jelas Asep.

Kapuspenkum Kejagung R.J. Soehandoyo mengatakan, jaksa agung siap menampung aspirasi KPK. Terlepas dari pemantauan itu, Kejagung sudah melakukan serangkaian tindakan tegas terhadap jaksa yang menyalahgunakan kewenangan. Jika dihitung, mungkin sudah ratusan jaksa dijatuhi sanksi. Sekarang tidak terungkap karena memang tidak diekspose media massa, katanya. (agm)

Sumber: Jawa Pos, 29 September 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan