Banyak Perusahaan Berkategori Baik Ternyata Tak Aktif

Pemberian Sertifikat LPI Departemen Kehutanan Dipertanyakan

Departemen Kehutanan (Dephut) akan mengecek ulang dan mengklarifikasi data perusahaan-perusahaan penerima sertifikat Lembaga Penilai Independen (LPI), yang dikeluarkan Kamis (15/12) lalu. Sebab, berdasarkan informasi, sebagian penerima sertifikat berkinerja baik, ternyata sudah tidak aktif

Sekretaris Jendral Dephut, Boen M Purnama, pihaknya akan meminta keterangan lebih lanjut ke Direktorat Jendral Bina Produksi Kehutanan (Ditjen BPK) Dephut. ''Kami akan cek ke Ditjen BPK, karena di sana yang menangani masalah ini. Data dan evaluasi mengenai kinerja perusahaan ada di Ditjen BPK. Kami menyerahkan penilaian kinerja industri, juga HPH dan HTI kepada LPI, supaya lebih independen penilaiannya. Memang sebelum diumumkan, hasil penilaian itu diserahkan ke Ditjen BPK. Karena itu, informasi yang kami terima ini akan menjadi bahan masukan dan akan kami klarifikasi,'' demikian Boen Purnama di Jakarta, Rabu (21/12).

Pekan lalu, Menteri Kehutanan menyerahkan sertifikat LPI kepada 14 perusahaan industri primer hasil hutan kayu (IPHHK), yang dikategorikan menerapkan kinerja baik. Dari 14 perusahaan tersebut, tiga di antaranya dikategorikan berkinerja sangat baik. Namun, dari informasi yang diterima Pembaruan, sebagian dari 14 perusahaan itu kini sudah tidak aktif.

Ketika hal itu dikonfirmasi ke Dephut, menurut Sekjen Dephut, pihaknya justru baru mengetahui informasi tersebut. Dia berjanji akan mengklarifikasi ke Ditjen BPK.

Finansial Buruk
Sementara itu, dari penelusuran Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Greenomics Indonesia, dari tiga perusahaan yang dinyatakan berkinerja sangat baik, hanya satu yang kondisi finansialnya sehat. Sedangkan, dari 14 perusahaan yang berkinerja baik, hampir semuanya memiliki catatan realisasi pemenuhan bahan baku yang melebihi angka 100 persen. Artinya, industri-industri tersebut sangat boros dalam penggunaan bahan baku, sementara kemampuan pasok bahan baku (yang legal) dari hutan alam sangat terbatas.

''Di tengah kondisi kesulitan bahan baku, tentu kelebihan realisasi pemenuhan bahan baku ini menjadi tanda tanya. Menhut perlu menjelaskan kondisi tersebut ke publik, apalagi kenaikan jatah tebang dari hutan alam sekarang ini, alasannya untuk meningkatkan pemenuhan bahan baku industri. Tetapi, ternyata cukup banyak IPHHK yang realisasi pemenuhan bahan bakunya melebihi angka rencana yang disetujui Dephut,'' kata Lucky Djani, Wakil Koordinator ICW.

Tiga perusahaan yang dinyatakan berkinerja sangat baik oleh LPI, adalah PT Tirta Mahakam Plywood Industry di Kalimantan Timur, PT Wijaya Triutama Plywood Industries di Kalimantan Selatan, serta PT Sumalindo Lestari Jaya di Kalimantan Timur.

Koordinator Program Greenomics Indonesia, Vanda Mutia Dewi menambahkan, efisiensi penggunaan bahan baku bagi IPHHK yang saat ini masih sangat bergantung pada hutan alam, seharusnya menjadi perhatian utama Dephut. Dia menilai, kebergantungan IPHHK pada hutan alam dalam pemenuhan bahan baku, harus disertai dengan mekanisme pengawasan yang ketat oleh Dephut. Hal itu untuk menghindari pembelian bahan baku secara bebas yang tidak lagi memperhitungkan legalitas kayu. (H-13)

Sumber: Suara Pembaruan, 22 Desember 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan