Banyak Dana Kampanye Tak Dilaporkan

Transparency International Indonesia memperkirakan banyak dana kampanye pemilihan umum yang tidak dilaporkan partai politik ke Komisi Pemilihan Umum. Perkiraan lembaga ini didasarkan pada perbedaan nilai belanja kampanye, termasuk belanja media, yang dikeluarkan partai politik dengan dana yang diperoleh selama masa kampanye lalu. Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia, Emmy Hafild, mengatakan bahwa di negara-negara lain hal seperti ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran berat pemilihan umum. Bahkan ada negara yang mengindikasikan ini sebagai modus pencucian uang, katanya di Jakarta kemarin.

Berdasarkan perhitungan Transparency International, selama kampanye yang lalu, PDI Perjuangan paling tidak membelanjakan Rp 241 miliar untuk kampanye. Partai ini merupakan pembelanja kampanye paling besar. Setelah PDIP, Partai Golkar berada di urutan kedua dengan belanja kampanye sebesar Rp 169 miliar. Berdasarkan data yang dilaporkan kedua partai itu ke Komisi Pemilu, saldo akhir dari dana kampanye yang berhasil dikumpulkan PDIP hanya sebesar Rp 111 miliar, sedangkan saldo akhir rekening Partai Golkar dalam pengumpulan dana kampanye hanya sebesar Rp 757 juta.

Selain kedua partai, dalam laporan yang diterbitkan lembaga itu, seluruh partai yang lolos electoral threshold tercatat memiliki perbedaan antara dana yang dipakai kampanye dan perolehan sumbangan. Partai Kebangkitan Bangsa, misalnya, dihitung mengeluarkan Rp 95 miliar, namun tak mencatatkan sama sekali berapa dana yang mereka dapat. Ini juga terjadi pada Partai Amanat Nasional, Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Keadilan Sejahtera. Bahkan dari seluruh partai yang dilaporkan, hanya PDIP dan PAN yang melaporkan identitas penyumbang dan jumlah sumbangannya.

Emmy menuding, sebagian besar partai politik secara sengaja tidak melaporkan seluruh sumbangan dana kampanye yang mereka terima. Soal perbedaan besarnya dana yang tercatat dengan pengeluaran, katanya, kemungkinan besar disebabkan basis perhitungan biaya yang berbeda antara yang dipergunakan lembaganya dan data partai politik. Dia menunjuk pada biaya kampanye yang secara nyata sebenarnya dikeluarkan, tetapi tidak tercatat dalam rekening kampanye partai. Misalnya, katanya, biaya kampanye untuk pembuatan alat peraga kampanye seperti stiker, topi, atau spanduk, dan pemberian uang bensin peserta kampanye yang dikeluarkan dari kantong pribadi calon legislator. Itu tak dicatatkan para calon ke partainya, ujarnya.

Selain membuktikan tidak transparannya partai politik, kata Emmy, hal itu menunjukkan kelemahan mereka dalam mengelola keuangannya. Ia mengkhawatirkan besarnya dana yang tidak tercatat saat partai bertarung dalam pemilu legislatif, akan mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh presiden terpilih nanti. Ini disebabkan besarnya utang budi kepada penyumbang dana kampanye, katanya.

Di samping dana kampanye pemilu legislatif lalu, Transparency juga mencatat sudah adanya pengeluaran biaya kampanye melalui media cetak dan televisi yang dikeluarkan pasangan calon presiden selama periode 1 hingga 15 Mei. Selama periode itu, dua pasangan calon, Yudhoyono-Kalla dan Amien-Siswono, telah mengeluarkan biaya sebesar Rp 3,6 miliar untuk iklan. Yudhoyono-Kalla mengeluarkan dana Rp 3,45 miliar, sedangkan Amien-Siswono telah membelanjakan dana sebesar Rp 160 juta.

Untuk mengantisipasi ketidaktransparanan dana pemilu, kata Emmy, seharusnya sehari sebelum kampanye presiden setiap kontestan wajib menyerahkan saldo awal rekening dana kampanyenya ke KPU. Setelah itu, menurut dia, tiga hari setelah perhitungan suara mereka wajib menyerahkan saldo akhir rekening kampanyenya.

Atas laporan Transparency International Indonesia, pihak KPU mengaku belum mengetahui partai-partai mana yang belum menyerahkan laporan penyumbang dana kampanye. Anggota KPU Hamid Awalludin mengaku belum mengetahui berapa partai yang telah menyerahkan daftar penyumbang dana kampanye partai politik yang telah masuk ke KPU. Dia menolak mengomentari kemungkinan tindakan lembaganya bila ada partai yang tetap tidak menyerahkan laporan itu. Saya mesti mengecek ke Biro Hukum dulu, katanya. Hal senada dilontarkan Wakil Ketua KPU Ramlan Surbakti sehari sebelumnya.

Hamid menyadari, bahwa KPU memiliki kewajiban mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye partai dari perorangan dan badan usaha sesuai dengan Undang-Undang Pemilu Legislatif. Namun, saya belum tahu partai apa saja yang sudah dan belum melaporkan, katanya.sapto pradityo/purwanto-tnr

Sumber: Koran Tempo, 29 Mei 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan