Bang Sit di Kursi Legislatif
Wednesday, 01 March 2017 - 00:00
Alkisah sang konglomerat ingin melebarkan sayapnya keranah politik. Ia bernama Sitorung yang sering disapa Bang Sit. Ia terobsesi untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif di Provinsi Sulawesi Tenggara. Keberaniannya bukan tanpa alasan, justru pencalonan ini menjadi peluang yang baik untuknya. Sebagai seorang konglomerat tentu namanya sudah cukup terkenal di desanya. Jaringan bisnisnya pun berada di sekitaran wilayah tersebut. Kedekatan dengan pihak pemerintah daerahpun sudah terjalin sejak 3 tahun lalu karena memenangkan tender proyek pemerintah.
Bang Sit memiliki hubungan pertemanan dengan salahsatu petinggi partai merah kuning. Kondisi ini dimanfaatkan untuk merajuk partai merah kuning mencalonkan dirinya menjadi calon legislatif. Tentu dengan mudah ia mendapatkan restu, selain karna kedekatannya ia sangat pintar dalam hal melakukan promosi jabatan. Upaya iming-iming hadiah menjadi andalannya. Siapa yang tidak tergiur jika proses pencalonan saja sudah diberikan sebuah mobil keluaran terbaru.
Singkat cerita, masa kampanye pun dimulai. Ia merupakan salahsatu kandidat dari 5 orang yang dicalonkan oleh partai merah kuning. Selama masa kampanye ia kerahkan seluruh tenaga dan biayanya untuk bisa berhasil dalam pemilu tahun ini. Dana yang ia anggarkan untuk kampanyenya sebesar 6 miliyar rupiah. Nilai ini tak sebanding dengan apa yang akan ia dapatkan di kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sesungguhnya ia memiliki misi dengan ekspektasi tinggi jika ia berhasil menduduki kursi legislatif daerah.
Dimasa kampanye, Ia sangat ingin menunjukan citranya. Setiap hari ia berkeliling daerah untuk menemui warga dan membagikan sembako secara cuma-cuma kepada warga. Ia mendatangi tokoh-tokoh masyarakat, pemuka agama, organisasi masyarakat, hingga para warga sekitar demi menceritakan keinginannya untuk mewaliki suara masyarakat Sulawesi Tenggara di DPRD. Tak lupa janji-janji pun ia lontarkan demi menaikkan perhatian masyarakat kepadanya.
Dalam kampanyenya ia ingin memperjuangkan kesejahteraan masyarakat miskin. Membantu para pengangguran yang ada di daerahnya untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Ia akan membuat kebijakan untuk memberikan bantuan sembako dan bantuan langsung tunai bagi para masyarakat miskin. Kabarnya pun ia akan menggratiskan layanan kesehatan. Tak lupa iya akan menaikkan anggaran dana hibah demi membangun mesjid di setiap kampung dan akan membuat kegiatan sosial.
Sore itu saat sedang berkampanye ia melihat kakek tua yang sedang mencari rongsokan di pinggir jalan raya. Meskipun wajahnya tampak lusuh dan keriput, kakek itu tetap semangat mencari sampah plastik yang berserakan di dekat mobil Bang Sit. Secara kebetulan sang konglomerat sedang berjalan dengan salahsatu tokoh masyarakat dan beberapa wartawan untuk meliput kegiatan kampanyenya.
“Kek, kemarilah” ujarnya. Lalu si kakek menghampiri Bang Sit. Di hadapan toma dan beberapa wartawan ia memberikan paket sembako kepada si kakek. Kemudian ia memohon dukungannya. “Kek, doakan dan dukung saya nanti saat pemilu ya, biar kakek bisa istirahat dirumah ga perlu cari uang lagi buat makan. Nanti kalau saya jadi, akan ada program pembagian sembako dan bantuan langsung tunai buat kakek dan warga lainnya” jelasnya dengan wajah penuh senyum.
“Ya, kakek doakan supaya bapak menang. Saya akan pilih bapak saat pemilu tiba. Terimakasih bantuannya ya Pak.” sambil tunduk salam kepada Bang Sit. Sontak adegan tersebut pun langsung diabadikan oleh para wartawan yang ada disampingnya.
Tibalah waktunya pemilu. Pertarungan sang konglomerat dimulai. Wajah cemas tampak dari rautnya saat ia datang ke tempat pemilihan sementara (TPS) hingga penghitungan selesai. Jika ia menang ia akan mewakili suara desanya di panggung DPRD. Doa selalu terpanjatkan berharap namanya menjadi tim unggul dalam setiap TPS. Hingga akhirnya namanya masuk dalam 30 calon legislatif di daerah. Ia senang bukan kepalang. Raut wajahnya langsung berbinar-binar nampak tak sabar ingin menduduki kursi DPRD yang ia impikan.
Hari pelantikanpun tiba. Prosesi itu berlangsung hikmad dihadiri para petinggi negara termasuk Presiden. Sekarang sang konglomerat memiliki pekerjaan baru sebagai anggota DPRD. Sejak itulah ia melangsungkan misinya. Ia sangat berambisi untuk memegang kebijakan perizinan perusahaan. Ia sangat ingin mendapatkan proyek besar dari anggaran daerah. Hal ini tentu menguntungkan bagi keluarganya dan juga kemajuan perusahaannya.
Hari-hari berlalu dengan status yang baru. Tetapi ia sangat lupa bahwa ia pernah menebar janji kepada masyarakatnya di desa. Cerita-ceritanya itu seperti angin lalu tanpa ada jejak langkah pekerjaanya. Kebiasaanya dulu untuk berkeliling desa sudah tidak pernah ia lakukan lagi. Tempat tinggalnya di desa pun sudah tidak pernah disinggahi olehnya maupun keluarganya. Mereka sibuk menikmati fasilitas pemerintah secara cuma-cuma.
Misinya berhasil. Seperti yang pernah ia katakan bahwa ia akan menaikkan anggaran dana hibah. Tapi sayangnya anggaran tersebut tidak pernah sampai ke masyarakat. Nyatanya anggaran tersebut ia bagi-bagi ke anggota DPRD yang lain juga para pengurus partai yang sudah memiliki janji dengannya. Ia lupa bahwa pernah bersumpah untuk mensejahterakan masyarakat di desanya.
Suatu hari ketika ia dan keluarga sedang pulang ke desanya, mobil yang ia kendarai hampir menabrak seorang pemulung. Segera ia keluar dari mobil dan memaki-maki pemulung itu. “Dasar orang miskin, hidupnya ngeribetin saya aja. Untung kamu gak saya tabrak! Lain kali jalan hati-hati!” teriaknya.
Pemulung itu hanya terdiam hingga Bang Sit berhenti bicara. Kemudian pemulung itu membuka suara, “Bapak legislatif yang terhormat, mohon maaf apabila saya menghalangi jalan Bapak. Bapak sepertinya sangat lelah bekerja ya Pak. Mengurusi anggaran itu melelahkan ya Pak? Saya ingat dulu bapak bilang akan membagikan sembako gratis dan bantuan tunai, tapi sepertinya bapak terlalu sibuk hingga bantuan itu tidak pernah sampai kepada kami di desa. Sekali lagi saya mohon maaf pak.”
Terdiam sejenak. Bang Sit kemudian ingat siapa pemulung itu. Tetapi lagi-lagi hatinya sudah sekeras batu. Ingatannya itu tidak membuat ia sadar bahwa banyak janji yang belum ia tepati kepada para warganya. Tanpa peduli ia segera masuk ke mobil, membanting pintu dengan sangat keras dan segera bergegas menuju rumahnya.
Dua tahun kemudian setelah sibuk di kursi DPRD, ia tidak pernah memunculkan batang hidungnya di pemerintahan maupun di desa. Kini diketahui bahwa Bang Sit telah menjadi seorang Tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi Indonesia. Ia terbukti melakukan upaya suap dan pemerasan terkait anggaran dana hibah dan kebijakan perijinan perusahaan.
Bang Sit rupanya telah menjelma menjadi seorang yang rakus meski sudah menjadi konglomerat. Misinya untuk mampu mengambil kebijakan perijinan usaha dan penentuan penggunaan anggaran daerah telah berhasil ia lakukan. Namun pada akhirnya ia menjadi seorang penghuni lapangan pemsyarakatan dengan predikat baru sebagai koruptor.
(Cerita ini hanya fiktif belaka. Apabila ada kesamaan nama, tempat dan kejadian, hanyalah suatu kebetulan)
Bandung, 19 Februari 2017
Liska Fauziah
*Melawan Korupsi Melalui Tulisan*
Seperti kata Pramoedya Ananta Toer, menulis adalah bekerja untuk keabadian. Tanggal 8 sampai 9 Februari 2017 sepuluh (10) orang anggota Indonesia Corruption Watch (ICW) dan dua (2) orang Truth Banten mengikuti pelatihan menulis kreatif bersama Bang P Hasudungan Sirait. Dalam pelatihan ini banyak hal yang kami dapatkan. Bagaimana cara menulis dengan cepat, memaksimalkan otak kanan dan menggali sumur ingatan yang ada di kepala kita. Maka, salah satu tindak lanjut dari pelatihan menulis ini, kami membuat tulisan pendek seputar gerakan antikorupsi. Ada dua belas (12) tema yang diambil dan setiap orang akan mendapatkan satu (1) tema. Setiap tulisan akan posting di page ICW setiap minggunya. Semoga tulisan yang kami sajikan akan memberikan manfaat dan sedikit gambaran tentang gerakan antikorupsi. Salam antikorupsi!