Bahas Kasus Dugaan Korupsi Soeharto di UNCAC; Delegasi RI Justru Halangi
Desakan kuat agar kasus dugaan korupsi mantan Presiden Soeharto dibahas dalam Konferensi Negara Peserta Konvensi Internasional Antikorupsi (UNCAC) di Nusa Dua, Bali, semakin sulit terwujud. Halangan untuk memproses hukum mantan penguasa Orde Baru di forum internasional itu justru datang dari delegasi tuan rumah.
Usai acara pembukaan di Bali International Convention Centre (BICC) kemarin (28/1), Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda menegaskan kembali bahwa konferensi antikorupsi tidak akan mendiskusikan kasus, khususnya perkara yang menjerat Soeharto. Apalagi, sejak dua minggu lalu Presiden SBY meminta masyarakat menghentikan debat kontroversial soal Pak Harto, ujar Hassan mengutip pidato Presiden SBY di kediamannya di Cikeas saat Soeharto sakit.
Menlu menambahkan, pemerintah tetap menghormati hukum dan akan menyelesaikan secara hukum kasus-kasus perdata Soeharto. Namun, tegas Menlu, hal itu tidak akan dilakukan dalam masa berkabung. Sangat aneh membicarakan kasus Soeharto ketika upacara pemakaman masih berlangsung, ujarnya didampingi Direktur Eksekutif United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC) Antonio Maria Costa.
Demikian juga wacana pengembalian aset (asset recovery) lewat Stolen Asset Recovery (StAR) Initiative yang merupakan inisiatif Bank Dunia dan UNODC. StAR juga tak berurusan dengan penanganan kasus, ujarnya. Peluncuran StAR di markas PBB New York pada September 2007 tak hanya memperkuat pasal-pasal traktat antikorupsi atau UNCAC yang berlaku sejak Desember 2005.
Direktur Bank Dunia Robert Zoellick kala itu mengeluarkan pernyataan yang menohok Indonesia. Dia menyatakan bahwa Soeharto adalah pemimpin negara yang paling banyak melarikan aset ke luar negeri. Tak tanggung-tanggung, kekayaan yang diduga dicuri Soeharto berkisar USD 15 miliar sampai USD 35 miliar. Nama Soeharto berada di atas sejumlah pemimpin negara seperti Ferdinand Marcos dari Filipina, Mobutu Sese Seko dari Zaire, Sani Abcha dari Nigeria, dan Slobodan Milosevic dari Serbia.
Menlu mengakui, memang ada ekspektasi berlebihan dari masyarakat, khususnya terkait penarikan aset Soeharto seperti yang dilansir StAR. StAR tidak akan memberikan data pada Indonesia. StAR tidak berurusan dengan kasus, ujarnya. Dijelaskan, titik berat mekanisme tersebut lebih pada peningkatan kemampuan mencari aset yang dilarikan ke luar negeri. Melacak (aset, Red) itu tak mudah, jelas Hassan.
Direktur Eksekutif UNODC Antonio Maria Costa mengaku yakin Indonesia bakal sukses dalam usaha pengembalian aset. Hal tersebut ditunjukkan melalui komitmen pemerintah meningkatkan kapasitas penegak hukumnya. Indonesia adalah negara pertama yang mendaftarkan diri untuk StAR Initiative, ujarnya.
Secara terpisah, pakar hukum Todung Mulya Lubis mengungkapkan, meninggalnya Soeharto tak boleh menghentikan perburuan asetnya, keluarga, dan kroni-kroninya. Kasus Soeharto adalah contoh kasus pengambilalihan aset pertama di mana seorang terdakwa korupsi meninggal, tapi perkaranya belum selesai, ujarnya.
Dia mengakui, meninggalnya Soeharto berhasil mengalihkan perhatian masyarakat dari upaya pemberantasan korupsi di konferensi UNCAC ke Astana Giri Bangun, tempat jenderal bintang lima itu dimakamkan. Let him rest in peace, tapi perjuangan melawan korupsi dan pengembalian aset tak boleh berhenti, tambahnya.
LSM Indonesian Corruption Watch (ICW) juga menyayangkan keengganan delegasi Indonesia membahas kasus Soehato di UNCAC. Wakil Koordinator ICW Danang Widoyoko mengatakan, tidak dibahasnya kasus Soeharto dalam UNCAC akan membuat pembahasan pengembalian aset sekadar omong kosong. Sebab, menurut dia, forum UNCAC itu sangat tepat untuk membahas kasus tersebut, terutama dari sisi penegakan hukum. (ein/kim)
Sumber: Jawa Pos, 29 Januari 2008