Baharuddin Akui Pilih Miranda

Satu demi satu anggota Komisi IX (Keuangan dan Perbankan) DPR periode 1999-2004 diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pemeriksaan wakil rakyat itu untuk mendalami dugaan suap saat pemilihan Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia (BI) Miranda S. Goeltom seperti dilaporkan mantan anggota parlemen Agus Condro.

Kemarin komisi memeriksa dua legislator. Mereka adalah Baharuddin Aritonang (anggota Fraksi Golkar) dan Daniel Tanjung (anggota Fraksi Persatuan Pembangunan). Setelah pemeriksaan, Baharuddin mengakui memilih Miranda. Namun, pemilihan itu dilandasi alasan profesionalitas.

"Saya memilih dia karena alasan profesionalitas dan kemampuannya," ucap pria yang kini menjadi anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu. Baharuddin membantah bahwa pilihan itu karena telah mendapatkan duit. "Itu (pemilihan Miranda) sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan suap," katanya.

Baharuddin menerangkan, fraksinya tidak pernah mengarahkan untuk memenangkan Miranda. "Saya tidak pernah ikut rapat fraksi. Itu tadi ditanyakan (KPK)," jelasnya. Bukan hanya soal Miranda, kata Baharuddin, dalam memilih siapa pun dirinya tidak pernah tertarik iming-iming suap. "Itu sudah prinsip. Makanya saya terpilih jadi anggota BPK," ujarnya.

Terkait kasus itu, KPK sudah menetapkan empat tersangka. Yakni, Dudhie Makmun Murad, Endin A.J. Soefihara, Udju Djuhaeri, dan Hamka Yandhu. Namun, hingga kini mereka masih bebas. Skandal aliran cek tersebut bermula dari laporan Agus Condro Prayitno. Politikus PDIP kelahiran Batang, Jawa Tengah, itu mengaku menerima cek Rp 500 juta setelah pemilihan Miranda di DPR. Agus mengaku sejumlah anggota DPR lain juga menerima cek serupa. (git/oki)

Sumber: Jawa Pos, 23 Juli 2009
---------------
Baharuddin Aritonang Pilih Miranda Goeltom

Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004, Baharuddin Aritonang, menyatakan memilih Miranda S Goeltom dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada Juni 2004. Namun, mantan politisi Partai Golkar ini menyatakan, pilihannya itu murni profesional.

Pernyataan ini disampaikan Aritonang, Rabu (22/7), setelah diperiksa sebagai saksi Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI.

Kasus ini pertama kali dilaporkan anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004, Agus Condro Prayitno, pada Agustus 2008. Mantan politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) ini mengaku menerima 10 lembar cek perjalanan masing-masing senilai Rp 50 juta.

Dalam penyidikan, KPK telah menetapkan empat rekan Agus Condro sebagai tersangka, yaitu Hamka Yandhu dari Fraksi Partai Golkar, Dudhie Makmun Murod (Fraksi PDI-P), Endin Soefihara (Fraksi Partai Persatuan Pembangunan), dan Udju Djuhaeri dari Fraksi TNI/Polri.

Aritonang menuturkan, dia banyak ditanya tentang pertemuan yang diikutinya sebelum pemilihan Deputi Gubernur Senior BI. ”Saya tidak pernah rapat dengan fraksi atau kelompok. Tidak ada arahan dari partai (untuk memilih calon tertentu dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI). Saya memilih Ibu Miranda karena melihat kemampuan dia dan tidak hal-hal seperti karena uang,” tegas Aritonang.

Secara terpisah, Agus Condro mengaku tidak mengomentari pernyataan Aritonang itu.

Namun, dari pengalamannya menjadi anggota DPR pada 1999-2008, Agus Condro menuturkan, partai dan fraksi selalu mengumpulkan para anggotanya di DPR guna diberikan pengarahan agar memilih calon tertentu ketika mereka akan memilih pejabat negara. (NWO)

Sumber: Kompas, 23 Juli 2009

----------------

Baharuddin Aritonang Diperiksa KPK
by : Melati Hasanah Elandis

Mantan anggota DPR Komisi Keuangan dari fraksi Partai Golkar dan sekarang anggota BPK Baharuddin Aritonang diperiksa KPK terkait dugaan suap saat pemilihan Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior BI.

Baharuddin diperiksa sebagai saksi untuk para tersangka dalam kasus aliran dana suap di anggota Komisi Keuangan yang terjadi menjelang pemilihan Deputi Gubernur Senior BI pada tahun 2004. Keempat tersangka adalah Dhudie Makmum Murod, Udju Juhaeri, Endin AJ Soefihara, dan Hamka Yandhu.

Baharudin datang ke kantor KPK sekitar pukul 12 siang dan selesai diperiksa sekitar pukul 16.00. Penyidik KPK memeriksanya terkait adanya dugaan rapat fraksi anggota DPR Komisi Keuangan menjelang pemilihan Gubernur Senior BI. "Tidak pernah itu saya ikut rapat fraksi," ujar Baharuddin yang sekarang tengah mencalonkan kembali sebagai anggota BPK tersebut.

Baharudin menjelaskan jika sebelumnya ia merupakan anggota komisi VII DPR dan baru bergabung dengan Komisi IX pada tahun 2003. Ia pun mengerti benar konsekuensinya sebagai anggota Komisi Keuangan dan Perbankan akan dikait-kaitkan dengan kasus aliran dana suap tersebut.

Dia mengakui jika dirinya memang memberikan suaranya kepada Miranda Goeltom dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI. Namun, ia membantah jika dirinya mendapatkan suap ataupun arahan dari fraksi untuk memilih Miranda. "Saya memilih dia karena alasan profesionalitas dan kemampuan," kata Baharuddin.

Selain Baharuddin, Martin Serandesi yang juga dari fraksi Golkar serta Daniel Tanjung dari fraksi PPP turut diperiksa oleh KPK. "Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk empat tersangka," kata juru bicara KPK Johan Budi, kemarin.

Berdasarkan penyelidikan yang berawal dari pengakuan politisi PDIP Agus Condro, KPK menemukan bahwa ada uang yang mengalir dalam bentuk cek perjalanan kepada anggota DPR Komisi Keuangan periode 1999-2004. Keempat tersangka diduga telah menerima traveler's cheque masing-masing senilai total Rp500 juta. Salah satu tersangka, Dudhie Makmun Murod telah mengembalikan Rp500 juta kepada KPK pada Oktober tahun lalu.

KPK juga telah menerima hasil laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menyebutkan bahwa ada sekitar 400 cek perjalanan yang beredar di DPR selama masa pemilihan Deputi Gubernur Senior BI. Oleh karenanya, KPK memperkirakan ada total uang sebesar Rp24 miliar yang beredar dalam kasus tersebut.

Sumber: Jurnal Nasional, 23 Juli 2009

-----------

Aritonang Akui Pilih Miranda

Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Baharuddin Aritonang mengaku memilih Miranda Swaray Goeltom saat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Namun, ia menegaskan, pemilihan itu semata karena profesionalisme dan kemampuan Miranda.

"Saya memang memilih Bu Miranda karena profesionalisme dan kemampuannya. Sama sekali tidak ada kaitannya dengan suap-menyuap dan aliran uang," kata Baharuddin Aritonang seusai diperiksa selama lima jam di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi kemarin.

Menurut Baharuddin, KPK memeriksanya sejak pukul 12.00 WIB sebagai anggota Komisi IX DPR RI periode 1999-2004. "Saya kemari karena memang sebagai anggota Komisi IX, dan itu mengurusi keuangan dan perbankan, tadi saya memang ditanyai soal pemilihan Bu Miranda, suap-menyuap, dan traveler's cheque," kata dia.

Baharuddin membantah kabar mengenai rapat-rapat internal Fraksi Golkar yang membicarakan uang suap dalam pemilihan Miranda Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior BI. "Saya tidak pernah rapat-rapat, baik fraksi maupun kelompok, untuk membicarakan uang atau suap-menyuap dalam pemilihan Miranda," tuturnya.

Kepala Biro Humas KPK, Johan Budi S.P., membenarkan bahwa pemeriksaan terhadap Baharuddin Aritonang terkait dengan kapasitasnya sebagai saksi dalam proses pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. "Yang bersangkutan kami periksa sebagai saksi bagi empat tersangka kasus dugaan korupsi aliran cek pelawat," kata Johan Budi.

Tidak hanya Baharuddin Aritonang, menurut Johan, KPK memeriksa mantan anggota Komisi IX DPR RI, Daniel Tanjung. Hanya, kepulangan Daniel tak terlihat wartawan, karena bersamaan dengan keluarnya Menteri Dalam Negeri Mardiyanto. "Dia (Daniel Tanjung) sudah keluar tadi pukul 12.30 WIB," ujarnya. Cheta Nilawaty

Sumber: Koran Tempo, 23 Juli 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan