Bagir Tidak Layani Permintaan KY
JAKARTA - Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan tidak melayani permintaan Komisi Yudisial (KY) mengenai penjelasan secara tertulis dan terinci mengenai kasus perdagangan perkara di MA yang sampai sekarang disebut-sebut melibatkan Bagir sendiri.
Dia tidak melayani permintaan kami, dengan alasan kasus ini masih diperiksa KPK. Alasan seperti ini tidak masuk di akal, sebab penjelasan kepada KY tidak bisa mempengaruhi pemeriksaan KPK, kata Ketua KY, M Busyro Muqoddas kepada Pembaruan, Kamis (13/10) pagi.
Komisi Yudisial (KY) telah mengirim surat kepada Bagir Manan, untuk meminta penjelasannya secara tertulis dan terinci mengenai kasus perdagangan perkara di MA, yang melibatkan lima pegawai MA dan disebut-sebut melibatkan Bagir Manan sendiri, pada Rabu (5/10).
Dikatakan Busyro, karena Bagir Manan tidak melayani permintaan KY maka dalam waktu dekat ini, KY akan memeriksa Bagir Manan dan dua hakim agung lainnya yang memeriksa kasus Probosutedjo, yakni Parman Suparman dan Usman Karim. Periksaan mereka bertiga sangat penting. Kami sedang mengumpulkan bukti, kata Busyro.
Selain itu, kata dia, KY juga akan memeriksa hakim di pengadilan tingkat pertama dan banding yang memeriksa perkara Probosutedjo. Tentu kita juga akan meminta keterangan Probosutedjo mengenai hakim-hakim itu, kata dia.
Busyro mendesak Bagir Manan agar segera mengganti majelis hakim kasus kasasi penyelewengan dana reboisasi yang merugikan negara sebesar Rp 100,931 milliar dengan terdakwa Probosutedjo. Hal itu, kata dia, sangat penting untuk menjaga wibawa MA sebagai lembaga benteng terakhir mencari keadilan. Pergantian itu penting untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa MA bukan lembaga yang kotor, yang kotor adalah oknum-oknumnya. Kalau sekarang ini kan seakan-akan ketua majelis hakimnya sudah tercemar, sehingga kita mengusulkan supaya diganti, kata dia.
Sebagaimana diberitakan, Probosutedjo, Selasa (11/10) mengaku telah menghabiskan Rp 16 miliar untuk memuluskan kasus Hutan Tanaman Industri (HTI) yang menjeratnya. Menurut Probosutedjo, dari jumlah itu, Rp 10 milliar habis dalam tingkat pengadilan pertama dan pengadilan banding (tinggi). Sedangkan Rp 6 milliar habis di tingkat MA (Pembaruan, 12/10).
Busyro juga mendesak KPK agar mengusut kasus calo di MA itu secara komprehensif. Artinya, Bagir Manan, Parman Suparman dan Usman Karim, panitera perkara itu dan semua jajaran yang disebut-sebut oleh tersangka harus diperiksa. Siapa pun yang bersalah harus ditahan, kata dosen Pidana Fakultas Hukum UII Yogyakarta itu.
Dikatakan Busyro, terjadi perdagangan perkara di MA karena manajemen tidak bagus. Manajemen buruk, kata dia, bisa karena Ketua MA-nya sibuk mengadili perkara. Saya minta Ketua MA tidak perlu urus perkara, dia hanya mengatur, supaya tidak terjadi perdagangan perkara di lembaga itu, kata dia.
Bagir Tolak
Sementara itu Bagir Manan dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (12/10) mengatakan, dia menolak mundur dari Ketua MA. Tidak ada korelasinya itu dengan perkara ini, saya tidak bersalah, kata Bagir.
Bagir juga menolak imbauan Busyro Muqoddas, untuk mengganti majelis kasasi yang memeriksa perkara Probosutedjo. Alasannya, mereka tidak terkait dengan peristiwa itu.
Bagir justru mempertanyakan mengapa Parman dan Usman yang menurutnya telah bekerja dengan baik, malah diminta untuk diganti. Kecuali kalau mereka terbukti terlibat dalam perkara ini, katanya. Ia juga tidak menginginkan jika tindak pidana atau kesalahan yang dilakukan pegawai MA dilimpahkan ke hakim.
Sementara itu, mengenai status Probosutedjo, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Teten Masduki mengatakan, UU No 30/2002 pasal 15 menyebutkan memberikan jaminan keamanan, pergantian identitas dan perlindungan hukum. Namun, dalam PP No 71/2000 pasal 5 mengatakan, perlindungan status hukum tidak bisa diberikan bagi pelapor yang terlibat korupsi.
Jadi Probo bisa diberi reward, bila tidak terlibat menyuap MA. Tetapi kasasi korupsinya harus tetap diadili.Hanya pengakuan Probo bahwa sudah Rp 16 miliar dipakai sejak di PN sampai MA, rasanya sulit mengatakan dia tidak terlibat penyuapan, kata Teten. (E-8)
Suara Pembaruan, 14 Oktober 2005