Badan Publik Belum Siap Mengimplementasikan UU KIP

BADAN pemerintah atau organisasi yang mengambil dana anggaran dari masyarakat, atau Anggaran Pendapatan dan Anggaran Negara (APBN) harus diinformasikan ke publik.

Hal tersebut disampaikan oleh Anggota DPR Komisi I Tantowi Yahya, dalam acara seminar hasil riset, bertajuk 'Kesiapan Badan

Publik di 5 Daerah Dalam Implementasi UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik', yang diadakan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) di Hotel Atlet, Jakarta, Selasa (15/5).

"Anggaran dari APBN, karena itu uang rakyat. Jadi memang harus badan publik menginformasikan ke masyarakat," tandasnya.

Walau demikian, kata Politisi Partai Golkar ini, saat ini banyak badan publik atau organisasi yang meminta iuran ke masyarakat, tapi tidak terbuka terhadap masyarakat.

"Banyak juga meminta uang masyarakat, tapi tidak dipertanggungjawabkan ke masyarakat. Tapi ini tidak ada, bahkan sedikit sekali masyarakat yang menanyakan itu," ujarnya.

Hal itu, menurutnya, tidak hanya pihak swasta melainkan pemerintah juga banyak yang memakai uang rakyat, namun tidak diinformasikan ke publik. Padahal hal itu wajib dilaporkan.

"Masyarakat berhak mengetahui itu, karena itu uang rakyat. Banyak juga badan-badan itu, yang tidak menginformasikan.

Seharusnya bisa dilaporkan," terang Tantowi ini.

Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan saat ini, keterbukaan informasi mengenai data keuangan badan publik di daerah sulit didapat. Hal ini diungkapkan setelah ICW melakukan survei di lima daerah terkait kesiapan badan publik untuk mengimplementasikan amanat Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 tahun 2008.

Lima daerah itu adalah, kota Medan-Sumatera Utara, Denpasar- Bali, Semarang-Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Makassar Sulawesi Selatan. Responden yang disurvei terdiri dari Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), humas, tata usaha dan pegawai institusi yang ditunjuk untuk menjawab survei. Jumlah responden per wilayah adalah 300 orang. Total keseluruhan 1500 responden.

"Dari 1500 responden yang bersedia memberikan informasi tentang keuangan hanya 40,83 persen," kata Agus Sunaryanto Koordinator Divisi Investigasi ICW dalam diskusi di Hotel Atlet Century, Jakarta, Selasa (15/5/2012).

Badan publik di lima wilayah itu lebih memilih memberikan informasi terkait profil lembaga mereka (95,5 persen), dan melaporkan hasil kinerja mereka (87,75 persen). Menurut Agus, ini terjadi karena pengetahuan badan publik di daerah terkait Undang-Undang KIP masih minim.

Dari hasil survei ICW terhadap 1500 responden, hanya 70,73 persen badan publik yang mengetahui mengenai undang-undang tersebut dan kewajiban pelayanan informasi pada masyarakat. Selain itu, hanya 55,8 persen dari 1500 instansi yang memiliki aturan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam pelayanan informasi. "Diantara lima daerah itu sendiri yang respon paling tinggi soal keterbukaan informasi adalah Sumatera Utara yaitu 99 persen, Jawa Tengah 76 persen, Yogyakarta 64 persen, Sulawesi Selatan 58 persen dan Bali 36 persen," jelas Agus.

Menurut, Feddy Tulung, Direktur Jendral Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Kominfo, kurangnya pengetahuan dan ketertutupan informasi keuangan, karena masyarakat terbiasa dengan orde baru. Pada masa itu segala sesuatu dirahasiakan, sehingga masyarakat hanya mengetahui informasi yang terlihat di luar.

Ia berharap sosialisasi UU KIP lebih diperketat sehingga masyarakat menyadari hak-hak mereka untuk mendapatkan informasi.

"Masyarakat harus sadar bahwa keterbukaan informasi itu penting. Kalau masyarakat sadar, nantinya akan lebih mudah membuka informasi dari badan publik," kata dia.

Sementara menurut Cahyana Ahmadjayadi, staf ahli menkominfo yang membacakan sambutan Menteri Komunikasi dan Informasi Tifatul

Sembiring sangat mengapresiasi apa yang sudah dilakukan ICW. Menurutnya ICW telah melakukan praktik yang benar, dimana semua pendapatnya telah didasarkan pada riset.

Koordinator ICW, Danang Widoyoko berpendapat bahwa dalam penerapan UU KIP ini adalah membangun tradisi, yaitu tradisi keterbukaan. Setelah membangun lembaga Komisi Informasi, tentu yang harus dibangun adalah tradisi dan edukasi kepada masyarakat tentang semangat keterbukaan ini.

Foto: Aul

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan