Badan Kehormatan DPR yang Sempoyongan

Konflik di Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat, alat kelengkapan dewan yang bertugas menegakkan etika dan kehormatan DPR, semakin rumit. Akibat konflik yang sungguh berat bagi BK DPR periode 2009-2014 itu, sampai sekarang belum ada keputusan terhadap puluhan pengaduan terkait anggota DPR yang mereka terima. Kehormatan dan kemampuan alat kelengkapan dewan tersebut semakin dipertanyakan.

Ansory Siregar, anggota BK DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), menceritakan, konflik bermula dari ketidakcocokan sebagian besar dari 10 anggota BK DPR terhadap kepemimpinan Gayus Lumbuun, politisi dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Akibatnya, sebagian anggota BK DPR menyampaikan mosi tidak percaya terhadap Gayus dan memilih tidak hadir jika Gayus mengundang mereka untuk menghadiri rapat. Gayus membenarkan hal itu. ”Saya sering dituding terlalu otoriter. Namun, ini semata untuk menegakkan kehormatan BK DPR,” ujarnya.

Namun, konflik menjadi semakin serius ketika delapan dari 11 anggota BK DPR pergi ke Yunani pada 23 Oktober untuk studi banding masalah etika. Gayus tidak mengikuti kunjungan itu.

Sebanyak 10 lembaga swadaya masyarakat (LSM) pun mengadukan studi banding itu karena diduga ada pelanggaran etika. Dugaan pelanggaran itu antara lain rombongan mampir dua malam di Turki.

Chairuman Harahap, salah satu anggota BK, menjelaskan, mereka mampir ke Turki karena terlalu malam tiba di negara itu hingga tidak ada penerbangan ke Jakarta. ”Kami tiba di Turki sekitar pukul 23.00 dan malam itu tidak ada penerbangan ke Jakarta. Esoknya tetap tidak ada penerbangan ke Jakarta dan pada hari berikutnya dapat kembali,” jelas Chairuman dari Fraksi Partai Golkar.

Namun, di situs web Turkish Airlines, tak ada penerbangan dari Yunani yang tiba ke Turki pukul 23.00. Penerbangan paling malam berangkat dari Yunani pukul 19.30 dan tiba di Turki pukul 20.45. Sementara penerbangan dari Turki ke Jakarta berangkat pukul 23.30 dan tiba di Jakarta pukul 17.50 hari berikutnya.

Akan tetapi, Wakil Ketua DPR dari Fraksi PKS Anis Matta menuturkan, pimpinan DPR tidak menemukan masalah dalam mampirnya rombongan BK DPR ke Turki.

Pembelaan juga disampaikan Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy. ”Ketika belum menjadi anggota DPR, saya pernah mengantar rombongan ke Belanda. Ketika pulang ke Jakarta, terpaksa menginap semalam di Jepang karena pesawat mendarat di negara itu pukul 17.00. Pesawat dari Jepang ke Jakarta baru ada hari berikutnya pukul 10.00,” kenang Romahurmuziy.

Jika melihat peta dunia, dari Belanda ke Jakarta melewati Jepang dapat diibaratkan sama dengan dari Medan, Sumatera Utara, ke Jakarta dengan mampir dahulu ke Balikpapan, Kalimantan Timur. Pertanyaan lainnya, apakah pimpinan DPR berhak memutuskan dugaan pelanggaran etika anggota BK DPR?

Belum tuntas semua pertanyaan itu dijawab, Nudirman Munir, pimpinan rombongan BK DPR ke Yunani, menyatakan, ”Biaya Rp 800 juta untuk ke Yunani tidak besar jika dibanding keberhasilan kami mengundang 17 pembeli dari Yunani untuk membeli furnitur dari Indonesia.”

Sampai sekarang belum diketahui pasti realisasi 17 pembeli dari Yunani itu. Namun, seperti ditanyakan Febri Diansyah dari Indonesia Corruption Watch, ”Katanya ke Yunani untuk studi banding masalah etika, tapi yang diceritakan kok malah berjualan furnitur?”

Belum terjawab keanehan itu, tiba-tiba Fraksi PDI-P menarik dua anggotanya di BK DPR. Alasannya, mereka ingin konsisten dengan hasil rapat pimpinan DPR 25 November bahwa fraksi akan menarik dan mengganti anggotanya di BK DPR. Tujuannya untuk menyelesaikan konflik di BK DPR.

Namun, ternyata hanya PDI-P yang menarik dan mengganti semua anggotanya di BK DPR. Enam fraksi lain hanya mengganti sebagian atau tidak mengganti anggotanya di BK DPR. Dari delapan anggota BK DPR yang pergi ke Yunani, enam di antaranya dipertahankan oleh fraksinya di BK DPR.

Sikap Fraksi PDI-P itu akhirnya menunjukkan bahwa konflik di BK DPR sudah semakin melebar, melibatkan institusi fraksi, dan tidak lagi bersifat personal. Akibat lain yang lebih pasti, BK DPR mungkin belum dapat segera bekerja, memproses pengaduan dugaan pelanggaran anggota DPR. Jangan-jangan memang ini yang diharapkan dari konflik di BK DPR?(M HERNOWO)
Sumber: Kompas, 6 Desember 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan