Badan Anggaran DPR Harus Dievaluasi

Menyusul terkuaknya praktik korupsi di sejumlah Kementerian yang melibatkan oknum badan Anggaran (Banggar) DPR RI, desakan untuk pembubaran alat kelengkapan DPR ini semakin menguat. Banggar dinilai menjadi lahan basah untuk mendulang rupiah dari proyek-proyek APBN.

Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan menilai, secara substansi, peran Banggar sebagai koordinator untuk merasionalisasi uisulan anggaran dari Kementerian dan Lembaga masih sangat diperlukan. Hanya saja, kewenangan yang sedemikian besar itu memerlukan kontrol yang kuat agar Banggar dapat bekerja sesuai jalur. "Yang seringkali terjadi, Banggar memotong Kompas. Bernegosiasi langsung dengan pengusaha atau pemimpin daerah yang berkepentingan," ujar Ade kepada Farodlilah dari antikorupsi.org di Jakarta, Jumat (9/9/2011).

Berikut petikan wawancara www.antikorupsi.org dengan Ade Irawan:

Ada usulan Banggar perlu dibubarkan, bagaimana menurut Anda?

Usulan pembubaran Banggar itu sebenarnya berangkat dari munculnya rezim dalam kelembagaan Badan Anggaran. Namun secara substansi, fungsi Banggar untuk melakukan sinkronisasikan anggaran masih sangat diperlukan. Pembahasan anggaran di Banggar ini menjadi tameng terakhir untuk koordinasi antar anggota Banggar yang berasal dari berbagai komisi.

Kita bisa mengembalikan fungsi koordinasi ini kepada panitia anggaran yang dibentuk secara ad hoc, agar tidak terbangun rezim yang pada akhirnya rawan terjadi penyalahgunaan wewenang.

Seberapa besar potensi penyalahgunaan wewenang Banggar?

Badan Anggaran seringkali menyalahi mekanisme yang telah ditentukan. Misalnya, dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), oknum Banggar langsung bernegosiasi dengan pengusaha penggarap proyek di daerah. Ada proses yang dilewati, yakni pembahasan usulan rencana kerja dan anggaran antara Kementerian dengan Komisi IX DPR RI.

Demikian juga yang terjadi dalam kasus wisma atlet yang meyeret mantan anggota Banggar yang juga mantan bendahara umum Partai Demokrat, M Nazarudin. Dalam hal ini, Nazar secara aktif bergerak menawari sejumlah perusahaan untuk menggarap proyek dengan iming-iming fee dalam julmah tertentu.

Bagaimana persisnya peran Banggar dalam kasus korupsi di Kementerian?

Peran Banggar ini cukup besar, karena Badan ini dapat mencari celah untuk memangkas mekanisme resmi. Aturannya, Kementerian mengajukan rencana kerja berikut anggarannya untuk dibahas bersama Komisi terkait di DPR RI. Pembahasan ini meliputi diskusi mengenai ketepatan program, rencana tindak lanjut serta rasionalisasi anggaran. Setelah disepakati bersama, barulah usulan itu diserahkan ke Banggar untuk disinkronisasi antarkomisi dan disesuaikan dengan anggaran pemerintah.

Nah, ketika peran Komisi dihilangkan dengan langsung memotong kompas, fungsi pengawasan menjadi berkurang. Oknum Banggar dapat melakukan deal tersendiri dengan para pihak yang berkepentingan. Fee proyek bisa berasal dari dana APBD maupun dari kantong pengusaha yang berminat mengambil tender proyek.

Selain itu, modus yang kerap terjadi, Banggar sengaja menciptakan proyek-proyek untuk dapat dikerjakan oleh perusahaan milik para anggota DPR khususnya anggota Banggar maupun perusahaan yang difasilitasi.

Jadi, korupsi sudah dimulai bahkan sebelum proyek berjalan?

Pola korupsi sekarang memang bisa terjadi sebelum proyek dilaksanakan. Korupsi dimulai sejak dalam tahap perencanaan. Dengan janji akan mengalirkan tender proyek, oknum Banggar mengutip fee.

Solusi untuk memutus praktik ini?

Audit sistem, untuk mendeteksi munculnya problem akibat penyelewengan aturan dan mekanisme yang ada. Dengan mengaudit sistem pembahasan anggaran, penyelesaiannya bisa lebih sistematik. Dalam hal ini kita bisa meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit sistem di Banggar DPR.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan