Azmun Jaafar: Stop Pemanfaatan Hutan Riau

BERKIRIM SURAT KE PRESIDEN
“Upaya pemberantasan korupsi jangan tebang pilih.”

Tengku Azmun Jaafar, terpidana 11 tahun kasus korupsi penerbitan izin pemanfaatan hutan di Riau, mengirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah pejabat tinggi negara lainnya. Dalam surat yang dikirim ke Istana Negara pada pekan lalu itu, ia mengungkapkan sejumlah kejanggalan dalam kasus yang melilit dirinya.

Salah satunya, Azmun mengaku dirinya dihukum bersalah karena menerbitkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT). Namun, hingga kini belasan perusahaan yang mengenyam keuntungan dari izin tersebut masih beroperasi.

“Kalau surat izin yang saya keluarkan dinyatakan tidak sah, mestinya perusahaan-perusahan itu juga harus berhenti memanfaatkan hutan,” kata Azmun kepada Tempo kemarin. Kenyataannya, izin yang ia terbitkan itu masih dipakai oleh perusahaan pemegang izin usaha pemanfaatan hutan tersebut. “Sampai sekarang, izin yang saya terbitkan tidak pernah dicabut. Ini kan aneh,” ujar Azmun, mantan Bupati Pelalawan, Riau, itu.

Dalam lampiran suratnya kepada Yudhoyono, Azmun mengaku telah menerbitkan izin untuk 15 perusahaan. Mereka adalah PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Selaras Abadi Utama, PT Uniseraya, CV Putri Lindung Bulan, CV Tuah Negeri, dan CV Mutiara Lestari. Juga ada PT Rimba Mutiara Permai, PT Mitra Taninusa Sejati, CV Bhakti Praja Mulia, PT Triomas FDI, PT Satria Perkasa Agung, PT Mitra Hutani Jaya, CV Alam Lestari, CV Harapan Jaya, dan CV Madukoro. Perizinan itu dikeluarkan selama periode Desember 2002-Januari 2003.

Berkaitan dengan kasus yang menimpa dirinya, Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan kasasi pada 3 Agustus 2009 lalu. Mahkamah menyatakan Azmun dijatuhi pidana 11 tahun dan denda Rp 500 ribu. Mantan Bupati Pelalawan, Riau, itu dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagai perbuatan berlanjut. Selain itu, ia juga dihukum untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 12.367.780.000.

“Kalau dinyatakan melakukan perbuatan korupsi bersama-sama, kenapa cuma saya yang dihukum? Ini tidak adil,” kata Azmun. Soal uang pengganti, ia juga tidak terima jika harus menanggung semuanya. Sebab, masih banyak orang yang menerima duit itu tapi belum tersentuh hukum. “Upaya pemberantasan korupsi jangan tebang pilih,” kata Azmun.

S.F. Marbun, salah satu kuasa hukum Azmun, menyatakan pengiriman surat kliennya kepada Presiden merupakan upaya pribadi sebagai pencari keadilan. “Jelas itu bukan bagian dari mekanisme hukum,” kata dia kepada Tempo semalam, “Untuk mekanisme hukumnya, kita sedang mempersiapkan peninjauan kembali.”

Saat dimintai tanggapan soal surat Azmun itu, juru bicara kepresidenan Dino Patti Djalal mengaku akan mengeceknya. “Saya akan mengeceknya,” kata Dino di kantor Presiden kemarin. DWI WIYANA | SETRI YASRA | GUNANTO | KARTIKA CHANDRA

Sumber: Koran Tempo, 30 Oktober 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan