AWASI POLITISASI GURU DALAM PILKADA

Bertepatan dengan Hari Antikorupsi 9 Desember 2015, pemilu kepala daerah (pilkada) serentak 2015 akan digelar. Sama halnya dengan pemilu legislatif dan presiden, pilkada dibayangi terjadinya pelanggaran pemilu yang mengancam integritas pilkada. Harapan pilkada menjadi momentum konstitusional bagi rakyat untuk dipimpin kepala daerah yang baik, bersih, dan kompeten pun turut terancam.

Potensi pelanggaran pilkada pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan modus pelanggaran pemilu pada umumnya. Pelanggaran yang sangat potensial terjadi adalah korupsi pilkada, baik politik uang, manipulasi penghitungan dan rekapitulasi suara, maupun penyalahgunaan sumber daya negara, termasuk pelibatan guru yang semestinya berlaku independen. Pada tahap kampanye sebagaimana tengah berlangsung saat ini, politisasi guru dan pejabat pemerintah lainnya sangat rawan terjadi. Namun, pelanggaran tersebut jarang mendapat perhatian sehingga luput dari penegakan hukum pemilu.

Guru dan pejabat pemerintah lainnya memegang posisi, wewenang, dan pengaruh strategis. Hal tersebut membuat mereka potensial digerakkan untuk berpartisipasi dalam kampanye yang menguntungkan salah satu calon, umumnya incumbent. Pelibatan yang dimaksud dapat berupa menjadi partisan, bagian dari “tim kampanye” secara langsung atau tidak langsung, atau menggunakan kewenangan yang melekat padanya untuk mendukung calon tertentu.

Potensi pelanggaran yang mengganggu kesetaraan antar calon ini makin menjadi ketika incumbent atau keluarga dan kroninya menjadi calon kepala daerah. Hal tersebut disebabkan adanya akses yang memungkinkan calon bersangkutan menggunakan pengaruhnya untuk mengganggu netralitas guru dan pejabat pemerintah lainnya.

No

Modus Politisasi Guru

1

Memperbanyak pertemuan guru dengan petahana/tim sukses

2

Menjadikan acara guru sebagai ajang sosialisasi  petahana

3

Dana BOS untuk membuat spanduk sosialisasi petahana

4

Briefing dan ancaman agar memilih petahana

5

Kapitalisasi program-program pendidikan sebagai bantuan petahana

6

Sosialisasi petahana kepada pemilih pemula (murid SMA atau sederajat)

7

Kandidat menjanjikan promosi jabatan apabila kandidat terpilih

8

Mobilisasi dukungan melalui kepala SKPD Pendidikan

Mengantisipasi hal tersebut, guru atau pejabat pemerintah lainnya harus terus waspada dan berkomitmen untuk menjaga netralitasnya dalam pilkada. UU No. 8 Tahun 2015 tentang Pilkada telah mencantumkan larangan dan sanksi tegas mengenai hal tersebut. Ketentuan tersebut tercantum dalam pasal 69 huruf f, 70 ayat 1, 70 ayat 1, 188, dan 189. Ancamannya tidak main-main, yaitu pidana baik bagi pejabat bersangkutan dan calon kepala daerah. Berikut rincian ketentuan tersebut :


Larangan Politisasi Guru dan Pejabat Pemerintah Lainnya dalam UU Pilkada


Ketentuan

Bunyi Pasal

Pasal 69 huruf f

Dalam kampanye dilarang menggunakan fasilitas dan anggaran Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Larangan (pasal 70 ayat 1)

Dalam Kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan:

a.        pejabat badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;

b.       aparatur sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia; dan

c.        Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dan perangkat Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan.

Larangan (pasal 71 ayat 1)

Pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon selama masa Kampanye.

Sanksi terhadap pejabat daerah/ ASN/ kepala desa atau sebutan lainnya (Pasal 188)

Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).

Sanksi terhadap kandidat (pasal 189)

Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota yang dengan sengaja melibatkan pejabat badan usaha milik negara, pejabat badan usaha milik daerah, Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah serta perangkat desa atau sebutan lain/perangkat kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).

Oleh karena itu, demi menjaga integritas pemilu kami kami berkomitmen untuk mendukung netralitas guru dengan membuka beberapa posko pengaduan dugaan pelanggaran (daftar terlampir) dan menghimbau :

  1. Guru dan pejabat pemerintah lainnya berlaku netral dan tidak terlibat dalam segala bentuk kampanye pilkada yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon kepala daerah tertentu.
  2. Pasangan calon kepala daerah, partai politik, atau tim sukses pasangan calon tidak mengganggu netralitas guru dan pejabat pemerintah lainnya untuk kepentingan kampanye dan pemenangan pemilu lainnya.
  3. Pengawas pemilu aktif mengawasi dan menindaklanjuti segala bentuk temuan atau laporan dugaan pelanggaran pemilu.
  4. Masyarakat turut aktif mengawasi dan melaporkan dugaan pelanggaran pemilu.


15 November 2015

Koalisi Guru Banten – Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) - Masyarakat Transparansi Banten (MATA Banten) – TRUTH Tangerang Selatan – Indonesia Corruption Watch (ICW) – Yayasan Mitra Bangsa (YASMIB) Sulawesi Selatan – Pusat Kajian dan Advokasi HAM (PUSPAHAM) Sulawesi Tenggara

CP :

Ginanjar – Koalisi Guru Banten (081213586493)

Almas Sjafrina – ICW (081259014045)

Madjid Bati – KOPEL (082188892207)

Mohamad Beno – TRUTH Tangerang Selatan (081311554720)

Fuaduddin Bagas - MATA Banten (0818798307)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan