Auditor BPK di Bank Century Temukan Kredit dan L/C Fiktif

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menemukan unsur tindak pidana dalam kasus penyelamatan PT Bank Century Tbk (kini berganti nama menjadi Bank Mutiara). Namun, unsur tindak pidana yang ditemukan auditor BPK itu baru sebatas dari sisi pengelolaan bank seperti kredit fiktif dan letter of credit (L/C) fiktif.

''Saat ini kami memang baru bisa memperlihatkan adanya indikasi pidana saat bank itu dikelola. Untuk yang bailout (dana talangan atau penyelamatan) Bank Century, kami belum berpendapat,'' ujar anggota BPK Hasan Bisri setelah pengucapan sumpah ketua dan wakil ketua BPK di Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta, kemarin (26/10).

Meski belum mendapatkan hasil, Hasan yang memimpin tim audit investigasi kasus Bank Century tersebut menegaskan bahwa proses audit masih berjalan. Dia menyatakan telah banyak kemajuan yang diperoleh dan diperkirakan sudah lebih dari 70 persen proses audit digarap. ''Minggu ini akan dipaparkan lagi perkembangannya,'' katanya.

Meski audit tinggal 30 persen, dia tidak berani menargetkan kapan proses tersebut tuntas. Dia juga tidak bersedia menyebutkan pihak-pihak yang telah dimintai keterangan konfirmasi oleh auditor BPK. ''Wawancara dan sebagainya itu termasuk strategi audit. Saya tidak bisa membongkar strategi auditor BPK,'' tuturnya.

Terkait pernyataan Kejaksaan Agung (Kejagung) yang pekan lalu menyebutkan bahwa tidak ada delik hukum dalam penyelamatan Bank Century, dia menegaskan hal itu tidak berpengaruh pada audit investigasi BPK. ''Tugasnya berbeda. Kami melakukan audit atas permintaan DPR dan KPK. Soal instansi lain mau mengatakan apa, itu kewenangan mereka. Kami tidak mau ikut campur,'' ujar Hasan.

Sikap Kejagung, ungkap dia, juga tidak akan berpengaruh pada hasil audit BPK. BPK murni punya pendapat berdasar bukti serta penelusuran sendiri. ''Audit jalan terus. BPK mempunyai standar sendiri, catatan audit, dokumen, serta bukti dan pendapat sendiri yang mungkin berbeda dari Kejaksaan Agung,'' terangnya.

Di tempat terpisah, Ketua BPK Hadi Purnomo juga menegaskan bahwa pihaknya akan tetap independen. Mantan Dirjen Pajak tersebut menyatakan belum mendapat laporan soal hasil audit dari pimpinan lama BPK.

Pendapat berbeda disampaikan anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Maruarar Sirait. Menurut dia, Kejagung terlalu terburu-buru menyimpulkan tanpa melihat hasil audit yang tengah dilakukan BPK.

Dia menilai sikap Kejagung seolah-olah bagian dari upaya mengamankan posisi pemerintah dan mereka yang terlibat dalam bailout Bank Century. ''Berani-beraninya kejaksaan menyimpulkan sebelum BPK mengambil kesimpulan,'' kritiknya.

Sebelumnya, Hadi Purnomo dan Wakil Ketua BPK Herman Widyananda mengucapkan sumpah janji di depan Ketua MA Harifin A. Tumpa. Pelantikan itu dilakukan untuk memenuhi amanat pasal 16 ayat 2 UU No 15 Tahun 2006 tentang BPK.

Hadir dalam pengucapan sumpah tersebut tujuh anggota BPK lainnya. Yakni, anggota I BPK Moermahadi Soerja Djanegara, anggota II BPK Taufiqurachman Ruki, anggota III BPK Hasan Bisri, anggota IV BPK Ali Masykur Moesa, anggota V BPK Sapto Amal Damandari, anggota VI Rizal Djalil, dan anggota VII BPK Muhammad Nurlif.

Wapres Boediono juga hadir didampingi sejumlah menteri serta pejabat. Yakni, Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menhan Purnomo Yusgiantoro, Kepala BIN Sutanto, Ketua DPR Marzuki Ali, dan Ketua MK Mahfud M.D.

BPK Ragu, Percepat Hak Angket
Sementara itu, DPR mulai meragukan jaminan kualitas audit investigatif Bank Century oleh BPK. Indikasinya, kegagalan BPK memenuhi janji tenggat waktu audit yang disampaikan ke DPR. Karena itu, parlemen dinilai perlu mempercepat hak angket Bank Century demi mendukung BPK.

''BPK harus didukung supaya berani menyentuh ke mana aliran dana itu,'' kata Drajad Wibowo, mantan anggota Komisi XI DPR, kemarin (26/10).

Sebelumnya, BPK menjanjikan menyerahkan hasil audit bailout Century kepada DPR pascalebaran lalu. Namun, anggota Komisi XI DPR Maruarar Sirait menyatakan janji itu tidak terealisasi. BPK lantas menjanjikan menyelesaikan hasil audit tersebut akhir tahun ini.

Menurut Drajad, hasil audit sementara yang disampaikan BPK menyatakan adanya potensi delik pidana dalam kasus Bank Century. Pernyataan itu disampaikan mantan Ketua BPK Anwar Nasution jelang pergantian DPR 2004-2009. Tapi, janji untuk menuntaskan audit Century malah molor.

Itu mengindikasikan adanya keraguan BPK dalam menelusuri aliran dana Bank Century. ''Para auditor BPK sebenarnya telah menemukan akses awal dari aliran dana (Century) tersebut. Namun, saat ini mereka tidak bisa menelusuri secara detail,'' katanya.

Dalam posisi ini, DPR harus berinisiatif membantu BPK dengan membentuk panitia angket. Menurut Drajad, harus dibentuk panitia khusus (pansus) yang bertugas menginvestigasi. Pansus itu bisa memanggil para pejabat yang terlibat saat bailout Century mulai dikucurkan.

''Pansus harus menyentuh sejak dana itu keluar dari LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) sampai ke Century. Lalu, harus diketahui ke mana saja dana Century (dari LPS) tersebut mengalir,'' ujarnya.

Mengapa hanya menyentuh aliran dananya? Drajad menegaskan, hal itu ditujukan demi mendukung kinerja BPK. Dia khawatir hasil audit BPK nanti tidak menyentuh substansi aliran dana Century. DPR juga akan mendapat bumerang jika membentuk panitia angket saat audit BPK diselesaikan.

''Saat nanti hasilnya datar-datar saja, DPR hanya akan dituduh memolitisasi. Karena itu, DPR harus balapan. Panitia angket harus dibentuk. Kumpulkan segera tanda tangan anggota (DPR),'' tegas Drajad.

Itu juga demi meminimalkan upaya menghentikan polemik Bank Century yang sempat dilontarkan Kejagung. (noe/bay/owi/dwi)

Sumber: Jawa  Pos, 27 Oktober 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan