Audit dan Penataan Kembali Organisasi Birokrasi

Ditinjau dari sudut prinsip-prinsip dan proses bekerjanya organisasi agar mencapai tujuannya secara optimal, birokrasi tidak berbeda dengan organisasi-organisasi lainnya, seperti organisasi perusahaan, organisasi sepak bola, organisasi kekuatan sosial politik, dan masih banyak lagi. Semua prinsip-prinsip yang mendasarinya, seperti apakah organisasi lini dan staf yang tradisional, atau organisasi yang flat ala Deming dan sebagainya, sama saja.

DEMIKIAN juga dengan penentuan garis-garis komunikasi, garis-garis kewenangan, dan garis-garis pertanggungjawaban, termasuk dalam ilmu organisasi atau yang dalam bahasa Belanda disebut organisatieleer.

Juga termasuk di dalamnya pengelompokan sifat pekerjaan yang homogen tetapi berbeda tingkat kesulitannya. Ini yang melandasi perancangan organisasi secara vertikal. Pengelompokan pekerjaan yang berbeda-beda tetapi sama tingkat kesulitannya merupakan landasan pembentukan bagian-bagian dari struktur organisasi yang horizontal.

Ilmu manajemen lain lagi, tetapi tidak dapat dipisahkan dari ilmu organisasi. Ilmu manajemen mengakomodasi unsur-unsur subyektif seperti gaya manajemen, hubungan antara manajemen yang efektif dan budaya serta tata nilai setempat. Dalam ilmu manajemen, psikologi memegang peran penting karena termasuk di dalamnya faktor unsur penggerak semangat, keterikatan dengan organisasi, kesetiaan, kesejahteraan, keadilan, lingkungan kerja, dan sejenisnya.

Yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah perbaikan birokrasi, yang lebih populer dengan istilah reformasi birokrasi. Kegiatan memperbaiki kinerja organisasi apa pun dan di mana pun selalu dilakukan secara terus-menerus, secara kontinu. Maka orang yang pernah bersentuhan dengan disiplin ilmu atau subdisiplin ilmu organisasi dan manajemen sangat terheran-heran melihat organisasi pemerintahan di Indonesia (untuk selanjutnya kita sebut birokrasi).

Birokrasi kita sejak berdirinya RI sampai saat ini tidak pernah ditelaah secara sistematis dengan menggunakan ilmu pengetahuan yang sudah demikian jauh perkembangan dan kecanggihannya. Maka kita saksikan jumlah pegawai negeri sipil (PNS) membengkak terus sampai sekitar 4 juta orang sekarang ini. Belakangan ditambah lagi dengan sekitar 200.000 orang seperti yang dapat kita baca di media massa.

Memang ada pendapat bahwa jumlah PNS harus sekian persen dari jumlah penduduk. Pendapat atau teori seperti ini jelas bertentangan dengan prinsip yang rasional, obyektif, dan dengan orientasi membentuk organisasi yang efektif dan efisien.

Mari kita bayangkan, apakah perlu adanya kementerian yang demikian banyaknya dan masing-masing kementerian demikian besarnya serta demikian banyak pegawainya? Ada kementerian yang mempunyai pegawai sampai 80.000 orang. Apakah memang diperlukan semuanya? Tidak terbayangkan apa pekerjaan sehari-harinya seandainya diteropong atau diaudit.

Kita ambil contoh organisasi dari perusahaan swasta besar yang dalam bidang pemeliharaan organisasi dan manajemennya up to date. Setiap tiga atau lima tahun sekali perusahaan diaudit dalam bidang organisasi dan manajemennya, hampir selalu ditemukan kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki.

Salah satu aspek terpenting ialah jumlah personel. Secara alamiah, organisasi cenderung membengkak. Menurut ahli organisasi dan manajemen Parkinson yang sampai disebut Parkinson law, setiap manusia mempunyai kebutuhan dirinya dianggap orang penting.

Simbol yang dipakai, jumlah pegawai yang ada di bawahnya. Maka siapa pun dalam organisasi cenderung merekrut bawahan atau asisten. Sang asisten juga mempunyai kebutuhan dirinya dianggap penting. Dia merekrut asisten lagi. Demikianlah seterusnya tanpa sadar, organisasi membengkak dengan jumlah personel yang semakin lama semakin banyak.

Dengan sendirinya semua bagian dari organisasi ikut membengkak, seperti ruang kerja, perabotan kantor, alat-alat tulis, kendaraan, dan sebagainya. Untuk membenarkan tindakannya, yang bersangkutan memang selalu mampu membuat pembenaran. Tetapi kalau diteliti oleh ahli yang berpengalaman, akan selalu dapat ditemukan bahwa motif yang sebenarnya adalah dijadikan simbol betapa pentingnya yang bersangkutan.

ADA baiknya bahwa birokrasi Indonesia diaudit seperti lazimnya perusahaan-perusahaan besar dan birokrasi di negara-negara yang sudah maju.

Khusus untuk Indonesia, audit dan pembenahan birokrasi menjadi berlipat-lipat ganda pentingnya karena begitu eratnya hubungan antara perbaikan birokrasi dan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Dalam tulisan ini reformasi birokrasi ditempatkan dalam perspektif pemberantasan KKN.

*Perampingan jumlah kementerian
Kita perlu mempelajari sedalam-dalamnya berapa kementerian yang dibutuhkan oleh Indonesia. Ini berarti bahwa ada kementerian yang ditutup, ada yang digabung dengan kementerian lainnya. Dengan organisasi birokrasi yang ada hampir dapat dipastikan bahwa tidak perlu ada penambahan kementerian lagi.

* Optimalisasi setiap kementerian
Setiap kementerian yang sudah diyakini memang perlu ada, struktur, penentuan jumlah direktorat jenderal beserta uraian tugas pokok dan fungsinya ditentukan. Segala sesuatunya didasarkan atas keahlian dan pengalaman para ahlinya yang sudah teruji.

* Sistem Penggajian
Sistem penggajian PNS dan Polri sudah menjadi sangat semrawut. Ini disebabkan karena besarnya gaji yang diterima hanya cukup untuk hidup satu sampai dua minggu saja. Maka dicarikan berbagai macam akal dan rekayasa, seperti tunjangan jabatan dan berbagai tunjangan lainnya, tunjangan in kind, dan sebagainya.

Setelah keseluruhan struktur pemerintahan dari yang tertinggi sampai yang terendah terbentuk, sistem penggajiannya dibenahi supaya adil berdasarkan merit system.

Yang dimaksud adalah penjenjangan tingkat pendapatan neto yang harus proporsional dan adil. Pejabat yang tingkat pengetahuan, tanggung jawab, dan pekerjaannya lebih berat harus memperoleh gaji neto yang lebih tinggi. Yang sekarang berlaku adalah bahwa gaji presiden lebih rendah dari pendapatan direktur utama badan usaha milik negara (BUMN). Pendapatan neto seorang menteri lebih rendah dari pegawai menengah dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Maka tindakan pertama adalah membenahi keseluruhan pendapatan neto dari pegawai negeri sipil maupun TNI dan Polri yang diselaraskan sampai proporsional dan adil berdasarkan merit system.

* Kenaikan pendapatan
Setelah gaji dibuat adil sesuai dengan tanggung jawab masing-masing, besarnya dinaikkan demikian tingginya sehingga tidak dapat diragukan kecukupannya untuk hidup dengan sangat layak

* Hukuman
Setelah gaji dinaikkan sampai adil terhadap setiap PNS lainnya dan besarnya dibuat sangat besar sampai dapat hidup dengan nyaman dan dengan gagah, tetapi yang bersangkutan masih berani korupsi, hukumannya harus sangat berat.

* Pembiayaan
Yang menjadi kendala adalah pembiayaan. Pembiayaannya sangat besar karena kita harus menyediakan dana untuk memberikan pesangon buat yang harus diberhentikan (pemutusan hubungan kerja/dikenakan PHK). Pesangon ini harus cukup besar.

Pertama, supaya manusiawi. Kedua, supaya pesangon yang dibuat demikian besarnya membuat tergiur untuk dikenakan PHK, dan ketiga supaya yang dikenai PHK mempunyai waktu cukup panjang untuk mencari pekerjaan lain. Pembiayaan dapat ditutup dari penghematan yang dihasilkan oleh pengurangan KKN.

Mari kita tinjau bagaimana perhitungannya. Pembiayaan yang seberapa pun besarnya tidak akan ada artinya dibandingkan dengan yang akan dapat dihemat dari konsep pemberantasan KKN yang berhasil.

Sebagai gambaran sangat kasar, tidak ada wajib pPajak (WP) yang atas dasar self assessment membayar pajak penuh sebagaimana mestinya. Paling sedikit 50 persen yang digelapkan. Dalam penyelesaian akhir (final settlement) terjadi negosiasi antara WP dan pejabat pajak. Paling sedikit 50 persen dari uang yang disepakati dibayar oleh WP sebagai final settlement digelapkan oleh pejabat pajak.

Kita ambil angka-angka perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN-P) tahun 2003. Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Nonmigas sebesar Rp 180 triliun. Yang menguap dikorup lebih kurangnya ya sebesar ini.

Belanja barang rutin sebesar Rp 16 triliun. Belanja pembangunan sebesar Rp 66 triliun dan belanja daerah yang Rp 119 triliun diasumsikan yang untuk barang 30 persen atau Rp 36 triliun. Seluruhnya sebesar Rp 118 triliun. Minimal yang bocor sebesar 30 persen atau Rp 35 triliun.

Jadi dari perpajakan dan belanja APBN pada tahun 2003 secara kasar terkorup Rp 180 triliun + Rp 35 triliun = Rp 215 triliun.

Ikan, pasir, dan kayu yang dicuri bernilai 9 miliar dollar AS atau dengan kurs Rp 8.500 per dollar AS sebesar Rp 76,5 triliun.

Subsidi pada bank-bank rekap tidak ada gunanya karena kalau ini dicabut bank tidak akan merugi, sudah sebesar Rp 14 triliun (untuk 10 bank per 31 Desember 2002).

Rekapitulasi jumlah uang yang terkorup:: perpajakan Rp 215 triliun. Pencurian ikan, pasir, dan kayu Rp 76,5 triliun. Subsidi bank rekap yang tidak perlu Rp 14 triliun. Seluruhnya Rp 305,5 triliun. Dari yang ada angka-angka indikasinya, kalau 30 persen dapat diselamatkan karena pemberantasan tahap pertama ini, pemerintah sudah memperoleh pendapatan tambahan sebesar Rp 92 triliun, yang dengan mudah dapat membiayai pemberantasan KKN walaupun mahal.

Jumlah ini belum mencakup bea masuk yang diselundupkan, KKN di Pertamina dan BUMN lainnya, KKN dalam menjual aset BPPN. Pemerasan oleh pejabat BPPN kepada bank-bank yang di bawah kontrolnya karena menikmati program penjaminan pemerintah (blanket guarantee), dan masih banyak lagi.(Kwik Kian Gie Pengamat Ekonomi)

Tulisan ini diambil dari Kompas, 26 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan