Audit BPKP Temukan Bukti Penyimpangan

Dugaan Korupsi Akses Fee Sismin bakum pada 2002

Dugaan penyimpangan uang negara dalam proyek Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) Ditjen Administrasi Hukum Umum Depkum HAM ternyata sudah dicium Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sejak 2002. Hasil audit BPKP pada awal 2003 menunjukkan adanya dana Rp 81 miliar yang tidak masuk kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Temuan tersebut diperoleh Kejaksaan Agung yang tengah menyidik kasus dugaan korupsi akses fee dalam sisminbakum yang merugikan negara Rp 400 miliar. ''Semua dokumen sudah disita. Dokumen-dokumen asli terkait penyimpangan itu sudah ada di penyidik,'' ujar Kapuspenkum Kejagung Jasman Pandjaitan di Kejagung kemarin (29/10).

Menurut dia, saat itu BPKP menyurati Depkum HAM terkait adanya temuan tersebut. Namun, dia menolak berkomentar terkait respons Depkum HAM ketika menerima hasil audit BPKP.

Jasman menjelaskan, untuk pendalaman penyidikan, tim penyidik yang diketuai Faried Hariyanto telah menyiapkan pemeriksaan terhadap dua tersangka pada Kamis pekan depan (6/11). Dua tersangka itu adalah mantan Dirjen AHU Zulkarnain Yunus dan Syamsudin Manan Sinaga, Dirjen AHU saat ini. ''Surat sudah dilayangkan hari ini,'' terangnya.

Meski telah mengantongi dokumen-dokumen lengkap, Jasman enggan mengungkapkan adanya kemungkinan penetapan tersangka baru. Baik itu dari pihak Depkum HAM maupun PT Sarana Rekatama Dinamika yang menjadi rekanan dalam sisminbakum. ''Itu nanti...nanti,'' kilahnya.

Seperti diketahui, hasil biaya akses fee yang seharusnya disetor ke rekening kas negara ternyata seluruhnya masuk ke rekening PT Sarana Rekatama Dinamika, provider penyedia jasa teknologi informasi. Dalam perjanjian kerja sama, 90 persen dari total akses fee menjadi bagian PT SRD dan 10 persen sisanya untuk Koperasi Karyawan Pengayoman.

Dari porsi 10 persen tersebut, 40 persen diterima Koperasi Pengayoman dan 60 persen sisanya dibagi-bagikan ke beberapa pejabat di lingkungan Ditjen AHU. Di antaranya, Dirjen AHU Rp 10 juta per bulan, Sesditjen AHU Rp 5 juta per bulan, direktur Rp 2 juta. (fal/agm)

 

Sumber: Jawa Pos, 30 Oktober 2008

--------------

Kasus Dugaan Korupsi Departemen Hukum dan HAM
Kejaksaan Tetapkan Tersangka Baru

Kejaksaan Agung menetapkan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi biaya akses sistem administrasi badan hukum di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. "Dari hasil penyidikan sementara, saat ini sudah ada tersangka baru," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendy saat dihubungi kemarin.

Namun, Marwan menolak menyebutkan nama tersangka itu. "Pengumumannya setelah pemeriksaan," kata dia.

Sejak 2001, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan HAM menerapkan pelayanan permohonan pemesanan nama perusahaan, pendirian, dan perubahan badan hukum dari notaris melalui situs di http://www.sisminbakum.com. Menurut Kejaksaan, kebijakan itu didasarkan pada surat edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum pada 2000 dan berlaku hingga saat ini.

Dalam setiap layanannya, Direktorat mengenakan biaya akses hingga Rp 2,3 juta. Menurut Kejaksaan, jumlah permohonan dari notaris se-Indonesia dalam satu hari bisa mencapai 200 buah. Sehingga, diperkirakan duit yang diraup Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum lebih dari Rp 9 miliar per bulan.

Kejaksaan menilai biaya akses itu tidak masuk rekening kas negara, melainkan masuk rekening PT Sarana Rekatama Dinamika, perusahaan penyedia jasa aplikasi sistem administrasi badan hukum di Departemen Hukum, sebesar 90 persen; ke rekening Koperasi Pengayoman (koperasi di direktorat itu) sebesar 4 persen; dan sisanya masuk kantong pejabat di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. Akibatnya, negara dirugikan Rp 400 miliar.

Sejauh ini Kejaksaan sudah menetapkan dua tersangka, yakni bekas Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Zulkarnain Yunus dan direktur jenderal saat ini, Syamsuddin Sinaga. ANTON SEPTIAN

Sumber: Koran Tempo, 30 Oktober 2008

 

 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan