Asuransi KPU Diteken sebelum Panitia Terbentuk

Dugaan adanya permainan kotor dalam proyek pengadaan jasa asuransi senilai Rp 14, 8 miliar untuk 5 juta panitia Pemilu 2004 semakin sulit dibantah. Selain fee Rp 5 miliar yang diberikan kepada KPU dinilai terlalu besar (pihak perusahaan asuransi menyebutnya sebagai diskon), ada kejanggalan terkait proyek asuransi tersebut. Yaitu, kontrak dengan pelaksana proyek, PT Asuransi Umum Bumida (Bumi Putera Muda) 1967, sudah ditandatangani sebelum panitia terbentuk.

Sebelumnya, seperti diberitakan kemarin, anggota KPU Mulyana W. Kusumah mengungkapkan bahwa penunjukan proyek asuransi itu tanpa melalui rapat pleno KPU. Tahu-tahu sudah ada rekanan yang ditunjuk, ujar Mulyana yang kini ditahan karena kasus penyuapan auditor BPK.

Menurut sumber koran ini, proyek asuransi tersebut berawal saat Ketua KPU Nazaruddin Sjamsuddin yang kini mendekam di tahanan Polda Metro Jaya menandatangani kontrak pada 30 Juni 2004. Saat penandatanganan kontrak bernomor 005/MOU/KPU-Bumida/VI/2004 itu, belum ada dananya. Akibatnya, pembayarannya diambilkan dari dana talangan karena tidak ada anggaran APBN untuk asuransi.

Setelah kontrak ditandatangani, panitia baru dibentuk. Ini kan aneh, kata sumber koran ini. Sumber tersebut juga mengungkapkan adanya manipulasi di surat pembentukan panitia pengadaan proyek asuransi itu. Tanggalnya dimundurkan menjadi 25 Juni (sebelum penandatanganan). Ketua panitia adalah Heru Hermawan, Efilson sebagai wakil, dan sekretarisnya adalah Susilo Hadi dengan anggota Hartono, Dwi Mujiartoko, dan Cecep Kustiana.

Selang seminggu, tepatnya 8 Juli, Kabiro Keuangan KPU Hamdani Amin meminta jatah 34 persen dari uang yang dibayarkan kepada PT Asuransi Umum Bumida. Permintaan itu disampaikan melalui agen atau perantara Mualim Muslich yang juga meminta jatah kepada Bumida sebanyak 16 persen, yakni Rp 2,360 miliar. Agen lain Sri Haryanti juga meminta jatah 25 persen atau Rp 3,8 miliar.

Akhirnya, pada 13 Juni, Bumida mengucurkan uang 75 persen dari total premi yang dibayarkan itu. Artinya, uang Rp 14,8 miliar itu hanya berada di tangan Bumida selama 13 hari. Sebab, uang tersebut harus dibagi-bagikan kepada KPU dan dua agen itu. Apa ya, uang baru saja dibayarkan tapi sudah dikeluarkan lagi. Padahal, masa pertanggungan asuransi belum berakhir, ungkap sumber yang menolak disebutkan identitasnya. Pengeluaran uang hanya dalam waktu 13 hari oleh Bumida itu mengindikasikan bahwa pembayaran dana proyek asuransi tersebut hanya untuk formalitas.

Adanya bagi-bagi uang dari proyek asuransi di KPU itu dibenarkan Abidin, kuasa hukum Hamdani. Uang yang diterima Pak Hamdani itu tak lama setelah diterima memang dibagi-bagikan. Tapi, itu semua atas perintah ketua KPU, katanya.

Menurut dia, uang itu dibagikan dalam dua tahap. Pertama, USD 300 ribu dibagikan pada Agustus. Uang itu dibagikan kepada ketua KPU, anggota-anggota KPU, Sekjen dan Wasekjen, serta untuk biaya ke luar negeri untuk 3 orang anggota KPU. Sisanya dibagi-bagikan pada September, sebelum kontrak selesai.

Perlu diketahui, hingga saat ini sebagian besar anggota KPU membantah keterangan Hamdani dan bukti tertulis catatan keuangannya itu. Yang sudah mengakui terang-terangan menerima uang siluman itu baru Nazaruddin, Daan Dimara, dan Sussongko Suhardjo.

Nazaruddin dan Daan sudah mengembalikan uang tersebut. Sementara itu, anggota KPU atau pejabat kesekjenan yang lain terus-menerus membantah. Termasuk mantan Sekjen Safder Yusacc, yang ternyata sudah mengembalikan USD 14 ribu. (lin)

Sumber: Jawa Pos, 13 Juni 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan