Asal-usul Dana Kampanye Diusulkan Diatur
Kenaikan sumbangan justru untuk menghindari penyumbang liar.
Wakil Ketua Komisi Pemilihan Umum Ramlan Surbakti mengusulkan agar asal-usul dana sumbangan kampanye diatur dalam Undang-Undang Pemilu. Selain itu, dia mengusulkan agar ada lembaga yang mengawasi asal-usul dana itu. Pengalaman sebelumnya, banyak dana yang tidak jelas asal-usulnya, katanya kemarin.
Pada Pemilu 2004, kata dia, banyak sekali temuan Panitia Pengawas Pemilu yang tak ditindaklanjuti. Masalahnya, kata dia, tak ada institusi yang diberi kewenangan untuk mengurusi masalah itu oleh undang-undang. KPU tak memiliki kewenangan itu.
Dalam daftar inventaris masalah fraksi-fraksi, yang diperoleh Tempo kemarin, 10 fraksi DPR mengusulkan kenaikan nilai sumbangan dengan angka bervariasi (lihat tabel). Angka yang diusulkan jauh melebihi batas maksimal yang ditetapkan pada Pemilu 2004, yakni Rp 100 juta untuk perorangan dan Rp 750 juta untuk badan usaha.
Mustafa Kamal dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menuturkan kenaikan batasan itu dengan pertimbangan inflasi serta untuk menghindari penyumbang liar. Daripada kucing-kucingan, lebih baik angkanya dinaikkan, katanya kemarin. Asal, dia melanjutkan, batas maksimal kenaikan masih wajar dan proporsional.
Selama ini, kata dia, masyarakat mencurigai dan menilai partai politik penuh dengan akal-akalan dalam menyiasati jumlah sumbangan. Untuk menghindari hal itu, diusulkan jumlah batasan sumbangan dinaikkan.
Namun, ia meminta kenaikan batasan itu perlu diimbangi dengan mekanisme yang lebih transparan. Menurut dia, tidak jadi masalah jika ada nilai sumbangan yang besar, tapi sumbangan itu diberikan secara transparan.
Namun, ia tak setuju asal-usul penyumbang diatur dalam undang-undang. Itu bisa diatur dalam aturan yang lebih rendah, melalui aturan yang dibuat oleh Komisi Pemilihan Umum. Atau Jumlah sumbangan perlu diberitahukan kepada publik, bisa melalui website ataupun media massa.
Anggota Panitia Khusus dari Fraksi Golkar, Rambe Kamaruzzaman, mengatakan peningkatan batasan itu semata-mata untuk menghindari penyumbang liar. Agar pertanggungjawaban partai lebih riil, katanya.
Menurut Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu Ferry Mursyidan Baldan, ketentuan asal-muasal sumbangan sangat jelas, yakni tidak boleh berasal dari dana asing atau sumber yang tidak jelas. Motif penyumbang nanti akan terlihat jelas, katanya. aqida s | kurniasih | eko ari w
Dari Dana hingga Pendidikan
Sistem Pemilu
Pemerintah: Proporsional daftar calon terbuka
FPG: Proporsional daftar calon terbuka terbatas
PDIP: Proporsional daftar calon terbuka terbatas dengan nomor urut
PPP, PD, PAN, PKB, PKS, BPD, PBR, dan PDS: Sama seperti usul pemerintah
Kursi daerah pemilihan
Pemerintah: 3-12 kursi
FPG: 3-6 kursi
PDIP: 3-6 kursi
PPP: Belum menentukan
PKB: 3-10 kursi
PD, PAN, PKS, BPD, PBR, dan PDS: 3-12 kursi
Syarat Calon Anggota DPR
Pemerintah: Minimal SMA
FPG: SMA atau sederajat
PPP: Minimal SMA, pondok pesantren, atau sederajat
PKB: Minimal SMA, madrasah aliyah
PDIP, PD, PAN, PKS, BPD, PBR, PDS: Minimal SMA atau sederajat
Dana Kampanye Pemilu
Pemerintah: Perseorangan maksimal Rp 1 miliar; kelompok, perusahaan, atau badan nonpemerintah maksimal Rp 5 miliar
FPG: Perseorangan maksimal Rp 2 miliar; kelompok, perusahaan, atau badan nonpemerintah maksimal Rp 5 miliar
PAN: Perseorangan maksimal Rp 200 juta; kelompok, perusahaan, atau badan nonpemerintah maksimal Rp 1,5 miliar
PDIP, PPP, PD, PKB, PKS, BPD, PBR, dan PDS: Perseorangan maksimal Rp 1 miliar; kelompok, perusahaan, atau badan nonpemerintah maksimal Rp 5 miliar
Sumber: diolah dari daftar inventarisasi masalah fraksi-fraksiaqida swamurti
Sumber: Koran Tempo, 12 September 2007