Aroma Pungli Dalam Seleksi Calon Hakim

Foto: kai.or.id
Foto: kai.or.id

Mahkamah Agung (MA) kembali menjadi pergunjingan, pasalnya seleksi nasional calon hakim tahun 2017 diwarnai dengan isu adanya pungutan liar (pungli) kepada para peserta seleksi. Tak tanggung-tanggung angka Rp 600-650 juta yang harus dibayarkan para peserta kepada oknum yang diduga pegawai pengadilan agar dapat lolos seleksi. Tak urung, penundaan pengumuman yang sejatinya dilakukan 31 Oktober menjadi 3 November 2017 dikaitkan dengan upaya rekayasa untuk meloloskan para peserta yang telah membayar pungli.  

Seperti diberitakan Tempo, Sejumlah peserta seleksi dari tiga kota-Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya-bersaksi kepada Tempo tentang adanya sejumlah pegawai pengadilan yang menawarkan bantuan untuk mengatrol nilai tes kompetensi bidang. Seorang peserta seleksi di Yogyakarta, misalnya, mengaku didekati pegawai pengadilan setelah menjalani tes wawancara di Kantor Regional Badan Kepegawaian Negara I Yogyakarta, awal Oktober lalu. Pegawai tersebut meminta peserta membayar Rp 600 juta untuk memperoleh jatah satu kursi calon hakim.

Sontak indikasi adanya pungli membuat geger MA yang sejak awal menjamin tidak akan ada kecurangan dalam seleksi calon hakim 2017 dari pihak MA. Porsi MA dalam seleksi calon hakim melalui jalur CPNS hanya kecil sekitar 25% yaitu untuk wawancara sedangkan sedangkan tahapan dengan bobot penilaian terbesar (75%) menjadi kewenangan Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dan Kemenpan-RB selaku panitia seleksi nasional (Panselnas).  

MA menyatakan 1.607 peserta dari 30.175 pendaftar yang dinyatakan lolos telah melalui seleksi ketat diantaranya yaitu administrasi, seleksi kemampuan dasar (SKD), seleksi kemampuan bidang (SKB), tes kejiwaan, serta wawancara. SKD sendiri menggunakan sistem Computer Assisted Test (CAT) milik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).

Meskipun proses seleksi dianggap sudah ketat, namun demikian pengusutan indikasi pungli harus tetap dilakukan karena telah mengemuka dalam wacana publik, sehingga diketahui apakah dugaan tersebut benar adanya atau sekedar penipuan yang mencoba mencari peruntungan atau kesempatan dalam proses seleksi nasional. Seleksi hakim yang baik dan bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme adalah awal yang baik untuk mendapatkan hakim profesional dan berintegritas," kata juru bicara Komisi Yudisial, Farid Wajdi.

Pada akhirnya MA sendiri merespon polemik pungli ini dengan menyatakan siap membuka lembar hasil asli untuk diperiksa jika ada kejanggalan. Bahkan Ketua Mahkamah Agung, Hatta Ali, telah memerintahkan Badan Pengawas (Bawas) MA untuk mengusut secara tuntas terkait adanya dugaan pungli ataupun suap dalam seleksi penerimaan calon hakim. 

Kepastian ada tidaknya pungli juga penting untuk mengidentifikasi secara jelas tahapan mana yang masih membuka ruang terjadi peyimpangan. Ini penting karena rencananya setiap tahun MA akan melakukan rekrutmen karena dari kebutuhan sekira 4.000 hakim, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) hanya menyetujui 1.684 untuk rekrutmen tahun 2017.

Untuk memperkuat proses rekrutmen para calon hakim, maka sejatinya DPR juga segera mempercepat proses pembahasan RUU Jabatan hakim. Tantangan dunia peradilan yang semakin kompleks membutuhkan kualifikasi calon yang semakin berkualitas dan matang serta berintegritas, oleh karena itu peluang bagi profesional yang benar-benar sudah matang juga harus terbuka. (A.Snyt)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan

 

Tags