Arman: Jaksa Murtika Bisa Ditindak
Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh menyilakan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) memeriksa jaksa I Ketut Murtika terkait tuduhan Probosutedjo bahwa dia pernah kecipratan suap Rp 16 miliar saat menyidangkan kasus korupsi hutan tanaman industri (HTI) Rp 100,9 miliar.
Kejaksaan mendukung apa pun bentuk pengungkapan suap. Kita menghormati prosedur hukum, kata Arman -panggilan akrab Abdul Rahman Saleh- ditemui sebelum pulang berdinas di gedung Kejagung, Jakarta, kemarin.
Menurut dia, Kejagung siap menjatuhkan sanksi jika KPK menemukan bukti kuat bahwa Murtika menerima suap. Sanksinya tegas, termasuk pencopotan. Semua diatur dalam PP No 30/1980 (tentang penerapan sanksi terhadap PNS yang melakukan tindakan indisipliner sekaligus pelanggaran kepegawaian), jelas mantan hakim agung di MA itu.
Kejagung juga tidak tinggal diam. Sebelum KPK jemput bola, Arman meminta laporan JAM Pidsus Hendarman Supandji. Murtika adalah anak buah Hendarman di JAM Pidsus yang menjabat Plh direktur pelanggaran berat HAM sekaligus koordinator tim penyidik kasus kredit macet PT Lativi Media Karya (LMK) RP 328,5 miliar. Saya sudah meminta laporan JAM Pidsus. Saya juga minta yang bersangkutan ditanya, kata Arman.
Kapuspenkum Masyhudi Ridwan menegaskan, JAM Pengawasan Achmad Lopa juga akan memeriksa Murtika. Selain minta laporan resmi, Pak JAM Pengawasan akan meminta klarifikasi dari Murtika, ujarnya dalam jumpa pers kemarin.
Arman menegaskan, Kejagung mengedepankan asas praduga tidak bersalah dalam menyikapi tuduhan suap atas anak buahnya. Dia menunggu laporan resmi pelapor dan hasil pemeriksaan internal. Pria kelahiran Pekalongan 1951 itu menyerahkan mekanisme penindakan PNS jika memang ada indikasi kuat Murtika menerima suap.
Sekarang dia (Murtika) membantah. Ya, kita tunggu saja. Kan ada penyidikan selanjutnya, jelasnya. Hingga kini, dia tidak akan mempercayai pernyataan lisan pihak luar, termasuk Probosutedjo.
Apakah terpojok atas tuduhan Probo? Arman mengaku tidak. Orang mau ngomong apa saja, silakan. Boleh saja. Tapi, kalau ngomong soal hukum, kan harus jelas dasarnya. Buktinya apa, tuturnya.
Masyhudi menyatakan bahwa Kejagung belum menindak jaksa yang diduga menerima suap. Sebab, bisa saja tuduhan lisan itu sekadar mengungkit sakit hati atas sikap jaksa yang menolak berkompromi. Jangan-jangan nama jaksa dan hakim dijual oleh pengacara untuk mengeruk keuntungan pribadi dari terdakwa. Semua itu bisa saja, ujar Masyhudi setengah membela Murtika. (agm)
Sumber: Jawa Pos, 19 Oktober 2005