APBD Sebaiknya Diperiksa BPK
Laporan dugaan korupsi di daerah sebagian besar mengacu pada penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Apabila masyarakat menemukan sedikit penyimpangan APBD, mereka langsung melaporkan kepada penegak hukum.
Salah satu peserta diskusi Proteksi Pejabat di Daerah, Jumat (7/7) di Jakarta, Anggota DPRD Kota Singkawang, Kalimantan Barat, Suganda Gani, mengusulkan, sebelum disahkan pemerintah daerah dan DPRD, APBD diperiksa dahulu oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sekarang ini pejabat di daerah masih berdebar-debar, apalagi jika menyangkut APBD. Kalau memang akan ada instruksi presiden yang akan melindungi pejabat daerah, sebaiknya ditambah satu pasal, yaitu rancangan APBD harus diperiksa BPK sebelum disahkan dan dijalankan. Jadi, dalam perjalanannya, kita tidak takut lagi menggunakan anggaran yang ada di APBD, kata Suganda.
Menurut Suganda, peraturan yang dikeluarkan pemerintah pusat untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah menjadi salah satu masalah yang menyebabkan munculnya dugaan korupsi. Ia mencontohkan, tahun 2005, dalam APBD dianggarkan setiap anggota DPRD mendapat tunjangan perumahan sebesar Rp 2,5 juta per orang. Kemudian Mendagri mengeluarkan Surat Edaran Mendagri Nomor 188.31 /006/ BAKD yang berisi penjelasan PP No 37/2005 tentang perubahan atas PP No 24/2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD. BPK memeriksa berdasarkan SE itu dan ditemukan tunjangan perumahan itu terlalu besar karena berdasarkan SE tunjangan perumahan hanya Rp 1,5 juta. Jadi, kami harus kembalikan uang itu. Kalau tidak, kami dipenjara, ungkap Suganda.
Hakim Konstitusi Laica Marzuki yang menjadi salah satu pembicara menyayangkan adanya aturan yang masih digunakan aparat penegak hukum di daerah meski sudah dibatalkan Mahkamah Agung. (sie)
Sumber: Kompas, 10 Juli 2006