Antara Pengacara Nekat dan Sukses
Kasus dugaan mafia peradilan yang melibatkan para petinggi Mahkamah Agung tampaknya akan berlanjut. Gebrakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memeriksa dan menangkap para hakim, panitera, maupun advokat merupakan suatu langkah positif yang menjanjikan.
Khususnya bagi para advokat, kondisi ini merupakan awal dari akan adanya masa pencerahan. Masa di mana advokat atau pengacara-pengacara sukses yang diciptakan dari pengacara nekat dapat digantikan dengan pengacara-pengacara idealis dan pandai. Pengacara nekat sudah harus menyimpan jurus-jurus nekatnya dan kembali mulai membuka serta membaca buku-buku hukum untuk menempatkan dalil-dalil hukum sebagai primaritas dalam proses penanganan perkara di pengadilan.
Kita tentu sudah muak menyaksikan sepak terjang pengacara-pengacara nekat di pengadilan, baik itu dari pengadilan negeri atau pengadilan niaga, sampai ke Mahkamah Agung. Bagi pengacara-pengacara nekat untuk mendapatkan uang tidak perlu berpayah-payah. Mereka dengan mudahnya mendapatkan uang melalui pengadilan dengan membobol bank, mengemplang pajak, merampok harta orang, dan sebagainya.
Masalah pemberantasan korupsi tampaknya akan menyeret para penegak hukum kita dari yang namanya hakim, jaksa, polisi, sampai pada advokat. Dalam pemberantasan korupsi, langkah-langkah yang diambil oleh KPK termasuk luar biasa. Dari namanya penjebakan sampai pada pemberian hadiah uang bagi pelapor kasus korupsi, termasuk suap-menyuap. Jikalau berkaitan dengan suap-menyuap ini, maka pengadilan dari tingkat pengadilan negeri sampai pada Mahkamah Agung merupakan ladang subur dari kegiatan suap-menyuap yang dapat menjadi target besar KPK.
Kelompok pengacara
Berkaitan dengan dunia kepengacaraan, uang dan kekuasaan secara tidak sadar telah mengategorikan para pengacara di dalam beberapa kelompok sesuai dengan perilaku mereka di dalam menangani suatu kasus atau perkara.
Pertama, golongan pengacara idealis yang tidak pernah mau menggunakan uang dan kekuasaan di dalam penanganan suatu kasus atau perkara. Artinya, mereka tidak mau melakukan pendekatan di dalam upaya memenangkan suatu perkara atau untuk menguntungkan kliennya dengan suap-menyuap. Pengacara-pengacara semacam ini adalah kelompok pengacara idealis yang kebanyakan adalah pengacara-pengacara yang pandai.
Golongan pengacara idealis dapat dibagi dua, yaitu golongan yang ketika melihat terjadinya penggunaan uang dan kekuasaan melakukan perlawanan