Anggota KPU Sudah Kembalikan Rp 4,77 M

Satu per satu penerima dana siluman atau dana taktis yang dikelola Kabiro Keuangan KPU Hamdani Amin menyerahkan uang yang mereka terima kepada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Selasa lalu, anggota KPU Daan Dimara menyerahkan USD 30 ribu (sekitar Rp 285 juta). Kemarin, giliran anggota KPU Rusadi Kantaprawira yang mengembalikan USD 7.804 (sekitar Rp 75 juta).

Hal itu diungkapkan Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean kemarin. Menurut dia, uang itu adalah yang dipakai istrinya ke luar negeri. Jadi, waktu itu Rusadi ada urusan dinas ke luar negeri. Tapi, istrinya ngikut dan memakai uang KPU, kata Tumpak.

Menurut dia, uang sebanyak itu hanya untuk satu kali perjalanan istrinya ke luar negeri. Menurut catatan koran ini, istri Rusadi beberapa kali ke luar negeri. Namun, tidak diketahui pasti dari mana saja biayanya.

Menurut sumber koran ini, dengan penyerahan uang dari Rusadi tersebut, saat ini, total uang yang sudah diselamatkan KPK sekitar Rp 4,775 miliar. Ini terdiri atas uang yang disita di ruang Hamdani USD 155 ribu (1,5 miliar) dan Rp 150 juta. Dari mantan anggota DPR RI Rp 100 juta, dari orang di BPK Rp 555 juta, serta dari Ditjen Keuangan Rp 560 juta dan USD 79 ribu (sekitar Rp 750 juta). Selain itu, uang dari Ketua KPU Nazaruddin Sjamsuddin USD 49,9 ribu dan mantan Sekjen Safder Yusacc USD 14 ribu (sekitar Rp 133 juta).

Selain ketiga orang yang sudah mengembalikan uang itu, ada juga pengakuan dari tersangka Wasekjen KPU Sussongko Suhardjo. Dia pernah mengatakan menerima uang USD 30 ribu. Namun, hingga saat ini, dia tidak mengembalikan uang tersebut dengan alasan uangnya sudah habis dan sebagian besar dibagi-bagikan kepada joki three in one.

Sementara itu, KPK kemarin intens memeriksa proyek pengadaan jasa asuransi dengan rekanan PT Asuransi Umum Bumida Bumiputera 1967. Yang diperiksa adalah Direktur Utama Ahmad Darwis, Direktur SDM PT Asuransi Bumi Putera 12 Mualim Muslich, Agen Asuransi Bumida Hariyanti, Direktur Fauzan Adzim, dan Nurhayati, staf yang bertugas mengetik. Pemeriksaan ini terkait dengan mengalirnya uang haram USD 563.190 (sekitar Rp 5.350 miliar) ke KPU yang tercatat dalam catatan Hamdani.

Perlu diketahui, untuk pelaksanaan Pilpres 2004, Nazaruddin menandatangani kontrak pengadaan asuransi diri (jiwa, Red) dengan Dirut Ahmad Darwis. Ternyata, pengadaan itu tidak dilakukan melalui tender. Penandatanganan itu tanpa ada perencanaan sebelumnya. Bahkan, anggarannya tidak ada, kata sumber koran ini yang mewanti-wanti agar namanya tidak ditulis. Padahal, nilai premi pertanggungannya besar, yaitu Rp 14,8 miliar. Karena tidak ada anggarannya, maka ketua KPU mengeluarkan SK-O (Surat Keterangan Otorisasi Revisi) APBN. Setelah ada SK-O itu, dibayarlah perusahaan asuransi itu, jelasnya.

Nah, setelah pilpres selesai dan keadaan aman, KPU atas perintah ketuanya meminta komisi kepada perusahaan asuransi itu, ungkapnya. Besarnya komisi yang diminta itu 34 persen dari nilai pertanggungan. Akhrinya, mengucurlah USD 563.190. Ternyata, bukan hanya KPU yang meminta komisi kepada pihak asuransi. Tapi, pihak perantara atau agen juga memintanya. Mereka adalah Mualim Muslich yang akhirnya mendapat 16 %, sekitar Rp 2,360 miliar. Sedangkan agen yang mengenalkan ke KPU, Hariyanti, mendapat jatah Rp 3,8 miliar. Dari Rp 3,8 miliar itu, Hariyanti memberikan kepada Mualim lagi Rp 500 juta.

Dalam perjanjian itu, asuransi diri tersebut diberikan kepada staf dari tingkat KPU Pusat, KPU Daerah, PPK, PPS, sampai KPPS. Namun, kenyataannya, itu tidak disosialisasikan dari tingkat KPU Daerah ke bawah. Artinya, yang tahu hanya KPU Pusat saja. Ini kan aneh, ada apa kok seperti itu, tambahnya.

Sementara itu, kuasa hukum dari pihak asuransi yang enggan menyebutkan namanya membenarkan adanya pemberian uang itu ke KPU sebagai bonus. Namun, dia menegaskan, tidak ada yang salah pada kliennya. Semua dilakukan sesuai prosedur, katanya. (lin)

Sumber: Jawa Pos, 10 Juni 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan