Anggota Komisi Yudisial Terjerat Suap

Di tas ada uang Rp 600 juta, di saku US$ 30 ribu.

Komisi Pemberantasan Korupsi membekuk Koordinator Bidang Pengawasan dan Kehormatan Keluhuran Martabat dan Perilaku Hakim di Komisi Yudisial, Irawady Joenoes, di sebuah rumah di Jalan Panglima Polim III Nomor 38, Jakarta Selatan, kemarin siang.

Wakil Ketua KPK Bagian Penindakan Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan Irawady ditangkap saat menerima sejumlah uang dari Freddy Santoso, Direktur PT Persada Sembada, yang memenangi tender pengadaan tanah untuk kantor Komisi Yudisial (KY). Jadi tertangkap tangan, kata Tumpak kemarin.

Saat Irawady ditangkap, kata Tumpak, petugas KPK mendapati uang Rp 600 juta dalam tas dan US$ 30 ribu di saku Irawady. Tumpak menyebut KPK telah mengintai hubungan dua orang ini sejak dua bulan lalu.

Saat pengintaian itulah, kata Tumpak, penyidik KPK menemukan indikasi tindak pidana suap dalam pengadaan tanah kantor KY. Kami hanya bisa merumuskan telah terjadi pelanggaran Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang penyuapan atau penerimaan hadiah, kata Tumpak.

Ketika diperiksa, Irawady sempat membantah disebut menerima suap, tapi Freddy justru mengaku memberi uang suap. Ada bantahan, juga pengakuan, kata Tumpak.

Kedua tersangka sejak tadi malam langsung menjadi tahanan KPK.

Menurut Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas, pengadaan tanah untuk kantor KY ini didasarkan pada nota dinasnya tertanggal 28 Agustus 2007 kepada Sekretaris Jenderal KY. Isinya menyetujui pengadaan tanah untuk kantor KY yang baru karena kantor yang ditempati saat ini akan habis masa kontraknya pada akhir 2007. PT Persada Sembada, yang dipimpin Freddy Santoso, dinyatakan sebagai pemenang tender.

Freddy memenangi tender karena mengajukan penawaran harga tanah lebih murah Rp 10 ribu per meter persegi di bawah nilai jual obyek pajak (NJOP). NJOP yang disyaratkan panitia pengadaan tanah Rp 8.147.000 per meter persegi, sedangkan Freddy menawarkan tanah miliknya di Jalan Kramat Raya 57 seluas 5.720 meter persegi dengan harga Rp 8.130.000 per meter persegi. Total penawaran Freddy Rp 46,991 miliar.

Menurut Busyro, anggota Komisi Yudisial tidak diperbolehkan menjadi panitia pengadaan tanah. Panitia pengadaan tanah sendiri diketuai Kepala Sub-Bagian Perencanaan Komisi Yudisial Priyono. Busyro mengatakan ia tidak mengetahui peran Irawady dalam proyek ini. Irawady tidak ada kaitan sama sekali dengan kemenangan tender PT Persada Sembada ini, katanya. SHINTA EKA P
-----------
Nasib Irawady Joenoes Belum Diputuskan

Bila memang terbukti, dia harus langsung diberhentikan, kata Ketua MPP Hasril Hananto.

Komisi Yudisial belum memutuskan nasib anggotanya, Irawady Joenoes, yang tertangkap basah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sedang menerima suap Rp 600 juta dan US$ 30 ribu (sekitar Rp 272 juta).

Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas dalam konferensi pers semalam mengatakan, Kami akan bersikap kooperatif mendukung langkah penegak hukum KPK dan melakukan langkah-langkah internal sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Kelompok Masyarakat Pemantau Peradilan (MPP) mengatakan penangkapan Irawady mengancam kredibilitas Komisi Yudisial. Bila memang terbukti, dia harus langsung diberhentikan, kata Ketua MPP Hasril Hananto.

Irawady sendiri adalah anggota Komisi Yudisial dengan posisi Koordinator Bidang Pengawasan Kehormatan, Keluhuran Martabat, dan Perilaku Hakim.

Irawady adalah seorang pensiunan jaksa. Selama hampir 40 tahun ia berkarier di Korps Adhyaksa. Kariernya dimulai pada 1967, setahun setelah selesai kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Palembang.

Pria kelahiran Tebing Tinggi, Sumatera Utara, 29 Mei 1940, ini tercatat pernah menjadi Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia di fakultasnya. Ia juga sempat memimpin senat mahasiswa.

Selama kariernya di kejaksaan, ia pernah menempati sejumlah jabatan strategis. Ia sempat memimpin Kejaksaan Negeri Pangkal Pinang, Pandeglang, Cimahi, Bandung, sampai Bojonegoro. Ia juga pernah menjadi asisten pribadi Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, Kepala Bagian Hukum dan Perundang-undangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, sampai Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Bengkalis.

Jabatannya yang terakhir, sebagai satu dari tujuh anggota Komisi Yudisial, ia raih pada 2005 dengan masa jabatan lima tahun. Lembaga ini, yang dibentuk setelah konstitusi diamendemen, sangat strategis karena berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung, selain bertugas mengawasi perilaku hakim.BAYU PAMUNGKAS | CHETA NILAWATY

Sumber: Koran Tempo, 27 September 2007
-----------
KPK Tangkap Pengawas Hakim
Anggota KY Irawady Joenoes Dibekuk saat Terima Suap

Irawady Joenoes, 67, seharusnya menjadi panutan penegak keadilan. Sebab, dia menjabat koordinator Bidang Pengawasan Kehormatan, Keluhuran Martabat, dan Perilaku Hakim Komisi Yudisial (KY). Namun, pengawas hakim itu kemarin ditangkap penyidik KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) saat menerima suap.

Menurut Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Tumpak Hatorangan Panggabean, Irawady ditangkap pukul 13.30 di rumah saudara iparnya di Jalan Panglima Polim, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. IJ (Irawady Joenoes, Red) kedapatan menerima sejumlah uang yang disimpan dalam tas. Sebagian (lagi, Red) ada dalam kantong yang bersangkutan, ujar Tumpak dalam keterangan pers di gedung KPK Kuningan kemarin.

Freddy Santoso, penyuap Irawady, juga diringkus di tempat yang sama. Pemberian suap itu terkait dengan pengadaan tanah untuk membangun gedung baru KY.

Saat dia ditangkap, uang yang berada dalam tas Rp 600 juta. Uang yang sudah masuk ke kantong anggota KY paling vokal itu USD 30 ribu. Kisah Irawady yang tertangkpa basah meredupkan karir panjangnya sebagai seorang jaksa dan anggota KY. Termasuk pernah menjabat kepala Kejari Bojonegoro.

Menurut sumber Jawa Pos, uang dalam tas tersebut sempat disembunyikan di kamar mandi sebelum diambil penyidik. Status keduanya sementara terperiksa, belum ditentukan, ujar pria Batak itu.

Dia menjelaskan, sesuai dengan KUHAP, KPK akan melakukan pemeriksaan selama 24 jam sebelum memutuskan status keduanya. Pukul 13.30 hari ini KPK baru bisa menentukan apakah akan dilakukan penahanan terhadap Irawady Joenoes dan Freddy. Tak tertutup kemungkinan akan dilakukan penahanan atas keduanya, ujar Tumpak.

Dia lantas menceritakan, dalam pemeriksaan, Irawady dan Freddy saling bantah. Irawady, ujar dia, sempat mengelak menerima pemberian dari Direktur PT Persada Sembada (PT PS) Freddy. Namun, sebaliknya, si pemberi justru ngotot telah memberikan sejumlah uang kepada Irawady.

Beri kami waktu sampai besok untuk mmeriksa lebih dalam, ujar Tumpak yang didampingi Iswan Elmy dan Feri Wibisono.

Atas perbuatannya, Irawady terancam dijerat dengan pasal 5 ayat 1 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur soal penyuapan. Atau, setidaknya terperiksa diduga melakukan perbuatan menerima hadiah yang diatur dalam pasal 12 b atau pasal 11 UU (pasal gratifikasi, Red) yang sama, tambah Tumpak.

Mantan jaksa tersebut mengungkapkan, para penyidik KPK sudah menyelidiki dugaan suap tersebut setidaknya dua bulan sebelum penangkapan Irawady. Apakah KPK menerima laporan dari pihak tertentu? Kami tak bisa menyebutkan siapa yang melaporkan. KPK merahasiakannya, ujar Tumpak dengan nada tinggi.

Tumpak menegaskan, penangkapan terhadap Irawady hanya berkaitan dengan soal tertangkap tangan ketika menerima suap. Hal itu, menurut dia, tak berhubungan dengan pengadaan tanah yang dilakukan KY untuk membangun gedung baru.

Sayang, Irawady belum bisa dikonfirmasi terkait dengan penangkapan tersebut. Pria yang kemarin siang terlihat mengenakan kemeja hijau itu masih diperiksa di ruang penyidikan KPK. Hanya terlihat istrinya dan seorang ajudan ketika buru-buru keluar dari gedung KPK.

Secara terpisah, Ketua KY Busyro Muqoddas mengatakan kaget mendengar penangkapan Irawady. Ini musibah, ujian bagi KY. Kami, insya Allah, tabah, ujarnya kepada wartawan.

Dia baru mengetahui penangkapan Irawady dari informasi yang diberikan wartawan KPK. Hingga pukul 14.30, informasi yang beredar justru simpang siur. Ada kabar yang mengatakan bahwa KPK menangkap seorang jenderal yang disuap, beberapa menit kemudian ganti hakim yang diduga disuap. Kepastian ada anggota KY yang ditangkap diketahui wartawan pada pukul 17.30 dari Humas KPK Johan Budi SP.

Sebelumnya, salah seorang ajudan Irawady justru mengungkapkan bahwa atasannya datang ke KPK untuk bekerja sama menjebak seseorang, bukan ditangkap. Busyro menambahkan, KY menghormati proses hukum yang dilakukan KPK. Lembaganya, lanjut Busyro, akan bersikap kooperatif terhadap KPK dalam menuntaskan kasus tersebut.

Apakah akan ada sanksi internal bagi Irawady? Kita tunggu hasil pemeriksaan KPK. Nanti kita plenokan (rapat pleno, Red), ujarnya.

Soal pengadaan tanah, Busyro menjelaskan, kasus yang menimpa Irawady tak berarti bahwa proses yang dilakukan KY melanggar hukum. Dia menjelaskan, pihaknya sudah melakukannya sesuai prosedur perundang-undangan. Tender dilakukan secara terbuka dan diumumkan melalui media. Dari sejumlah tanah yang ditawarkan, kami memilih tanah yang ada di Kramat Raya No 57 milik PT PS, ujarnya. KY, tambah Busyro, juga menekan harga tanah hingga di bawah nilai jual objek pajak (NJOP). Dari sebelumnya Rp 8,14 juta per meter persegi menjadi Rp 8,13 juta per meter persegi. Dengan demikian, nilai tanah seluas 5.720 meter persegi itu Rp 46,991 miliar. Dari sisi perundang-undangan sudah sesuai, jelasnya.

Tak hanya menekan harga, KY juga mematok standar etika dalam pengadaan tanah tersebut. Dalam Nota Dinas No 5 Tahun 2007 tanggal 28 Agustus 2007 diatur bahwa pengadaan tanah untuk gedung KY baru tak boleh disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Selain itu, penggelembungan harga (markup) juga dilarang keras. Tidak boleh juga menerima komisi atau pemberian berupa apa pun. Itu berlaku untuk semua jajaran KY, ujar Busyro soal nota dinas yang ditandatanganinya itu.

Irawady, tambah pria asal Jogja itu, sama sekali tidak ikut dalam panitia tim pengadaan tanah yang diketuai Kabag Perencanaan KY Priyono. Demikian pula para komisioner yang lain. Anggota KY tidak dibenarkan menjadi anggota panitia tim pengadaan tanah, katanya. Saat kasus itu terjadi, proses pengadaan justru sudah selesai. Kami sudah membayar sebagian, tambah mantan dekan Fakultas Hukum UII tersebut.

Soal pertemuan antara Irawady dengan Freddy, Busyro mengaku tak tahu-menahu. Termasuk, apakah ada hubungan antara kemenangan tender PT PS dan Irawady. Tidak tahu, kami justru ingin tahu hasil penyidikan KPK. Betulkah ada hubungan antara Pak Irawady dan Freddy?, katanya.

Irawady Klaim Menyamar
Suhardi Sumomoeljono, pengacara Irawady, mengatakan bahwa kliennya dalam keadaan menyamar saat ditangkap petugas KPK. Irawady berinisiatif menyamar begitu ada indikasi penyuapan oleh Freddy kepada panitia pengadaan tanah untuk kantor baru Komisi Yudisial. Saat ditangkap, Pak Irawady menunjukkan surat tugas ke petugas (KPK), tetapi itu diabaikan, kata Suhardi saat dihubungi koran ini kemarin (26/9).

Menurut Suhardi, surat tugas tersebut ditandatangani Ketua KPK Busyro Muqoddas pada 12 September 2007. Suhardi menegaskan, dengan surat tugas itu, tindakan Irawady mewakili lembaganya, KY. Uang suap yang dibawa Pak Irawady itu sebenarnya hendak dibawa ke kantor KY. Namun, belum sempat dibawa, Pak Irawady telanjur ditangkap, jelas Suhardi yang pernah menjadi pengacara Pollycarpus Budihari Priyanto.(ein/agm)

Sumber: Jawa Pos, 27 September 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan