Anggota DPR Setuju Budget Pertahanan Ditambah
Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat mengisyaratkan akan menyetujui permintaan tambahan anggaran pertahanan yang diajukan Markas Besar Tentara Nasional Indonesia. Meski demikian, Komisi I akan mengajukan sejumlah persyaratan. Wakil Ketua Komisi I Effendy Choirie yang ditemui di sela-sela Rapat Dengar Pendapat dengan Industri Strategis Pertahanan, Jumat (11/3), mengajukan lima persyaratan.
Pertama, Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (Mabes TNI) harus terlebih dulu membuat strategi pertahanan yang jelas. Persyaratan kedua, strategi pertahanan tersebut tidak lagi bertumpu pada matra darat, tetapi berorientasi matra laut dan udara. Ketiga, pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) tersebut dilakukan secara transparan. Persyaratan keempat, pengadaan alutsista itu juga mengandalkan industri strategis dalam negeri, seperti PT PAL, PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, dan PT Dahada untuk menghindari ketergantungan pada negara lain. Kelima, pembiayaan pembelian alutsista yang selama ini mengandalkan kredit ekspor lambat laun ditinggalkan dan beralih pada kredit perbankan dalam negeri.
DPR juga mendukung peningkatan anggaran pertahanan 2005-2006. Tapi, dengan beberapa syarat tadi, ujar Choirie, anggota DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (Daerah Pemilihan Jawa Timur IX).
Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Golkar Slamet Effendy Yusuf (daerah pemilihan Jawa Tengah IX) menyatakan pula, Postur penempatan pasukan dari Kodam, Korem, Kodim, Koramil itu duit semua, tapi tidak efektif. Akibatnya, anggaran habis tapi tidak efektif. Seharusnya, pasukan itu justru digelar di daerah-daerah perbatasan.
Ketegangan yang terjadi di wilayah-wilayah perbatasan selama ini, lanjutnya, disebabkan kekurangsiapan TNI menjaga wilayah perbatasan.
Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Bintang Reformasi Ade Daud Nasution (Banten II) meminta kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Sugiharto membenahi industri strategis yang ada secara menyeluruh, seperti PT PAL, PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, dan PT Dahana.
Ade mengharapkan PT Pindad memfokuskan produksinya pada pembuatan senjata yang menjadi kebutuhan sehari-hari TNI, tidak merambah ke yang lain dulu. Sementara itu, PT PAL diharapkan tidak terfokus pada pembuatan kapal yang membutuhkan biaya tinggi, tetapi memproduksi kebutuhan maintanance, perawatan.
Ade Daud juga meminta semua industri strategis menghilangkan praktik-praktik kolusi. Dia menyoroti PT Dahana yang menikmati monopoli sejak tahun 1994. Dia juga membaca bahwa Preskom PT Dahana adalah Sekjen Departemen Pertahanan. Berarti ini kan ada sedikit gabung-gabung, kolusi-kolusi. Dephan juga kan memberi izin-izin khusus ini kan kartel, ucapnya.
Sementara itu, bersamaan rencana pembahasan Anggaran Perencanaan Pembangunan Nasional Perubahan, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono menggelar pertemuan dengan Panglima TNI dan kepala staf tiga angkatan di Departemen Pertahanan, Jakarta, Kamis (10/3). Dalam pertemuan itu dibahas perkiraan tambahan permintaan anggaran masing-masing angkatan dalam APBN Perubahan dan APBN 2006.
Mengenai jumlah tambahan anggaran pertahanan yang diharapkan, untuk sekarang ini, saya terima apa saja yang diberikan Menteri Keuangan. Kita tahu anggaran dan dana kita terbatas. Jadi kalau diberi anggaran pertahanan sekitar Rp 21 triliun dalam satu tahun, itu sudah besar dan masuk dalam departemen yang anggarannya terbesar, ujar Juwono seusai bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Kamis lalu.
Dana Rp 21 triliun itu hanya mencukupi separuh dari kebutuhan pertahanan secara minimum. Maka, yang saya terima dipakai seefektif dan seefisien mungkin. Itu yang saya tekankan kepada Panglima TNI dan para kepala staf, ujarya.
Dikatakan, fokus perhatian pembangunan pertahanan ditujukan untuk memperkuat TNI AL dan TNI AU. Fokus utamanya adalah untuk kembali menghidupkan alat utama sistem persenjataan milik TNI AL dan TNI AU, baru kemudian membeli alutsista baru untuk melengkapi alutisista yang telah ada. Dijelaskan, dari Rp 21 triliun, sekitar 70 persen anggaran digunakan untuk personel dan perawatan, sedangkan 30 persen untuk pembelian alutsista baru angkatan masing-masing.(SUT/INU/HAR)
Sumber: Kompas, 12 Maret 2005