Anggota DPD Ungkap Politik Uang

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) La Ode Ida mengungkapkan adanya praktik politik uang untuk mendukung calon ketua DPD tertentu.

Pagi tadi banyak suara yang mengatakan bahwa ada anggota DPD yang ditawarkan uang hingga Rp100 juta untuk memberikan suara kepada salah satu kandidat ketua DPD, katanya seusai Rapat Paripurna DPD di Ruang Nusantara V, Gedung MPR/DPR, Jakarta, kemarin.

La Ode menyatakan, meskipun belum bisa dibuktikan, informasi mengenai tawaran seperti itu sangat menyakitkan, dan jika kejadian seperti itu terus berlanjut dan dibiarkan mengotori DPD maka lembaga perwakilan daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat itu akan rusak dan hancur secara prematur.

Ia juga menanggapi hasil pemilihan sementara ketua DPD yang menunjukkan anggota DPD dari Jawa Barat, Ginandjar Kartasasmita, yang meraih suara terbanyak sebesar 49 suara, sebagai bukti bahwa ada sesuatu yang salah dengan moralitas anggota DPD.

Fenomena dari proses pemilihan saat sidang paripurna tadi menunjukkan bahwa banyak sorotan publik yang tidak diperhatikan oleh para anggota DPD seperti munculnya kembali orang-orang lama yang bermasalah. Ini menunjukkan moralitas anggota DPD sudah tercemari oleh gaya politisi lama, yaitu gaya Orde Baru yang sangat tidak mendidik bangsa ini.

Ia menganjurkan agar orang-orang lama, apalagi yang namanya sudah buruk di mata publik, supaya menyingkir dari percaturan politik. Indikasi bahwa moralitas anggota DPD bermasalah, menurut dia, karena para anggota tersebut tahu bahwa kandidat yang dicalonkannya bermasalah, namun mereka tetap memberi dukungan.

Pernyataan La Ode itu mengundang reaksi keras dari Ginandjar dan Sarwono Kusumaatmadja.

Sarwono menganggap imbauan moral La Ode tersebut tidak etis dan cenderung sebagai sebuah kampanye yang tidak layak disampaikan dalam forum karena telah melanggar peraturan Tata Tertib DPD.

Saya menyesalkan itu karena jelas hal itu pelanggaran terhadap tata tertib. Saya harap anggota DPD lainnya menggunakan hati nuraninya dalam menentukan pimpinan DPD, katanya.

Sedangkan Ginandjar membantah tuduhan bahwa dirinya telah melakukan politik uang. Saya kira itu tak benar, kenapa menuduh-nuduh seperti itu. Kalau itu ada bukan dari saya, demi Allah, saya tidak pernah mengeluarkan uang sebanyak itu. Tidak ada uang yang pernah saya berikan sekarang ini kepada siapa pun, tidak ada, katanya.

Menurut dia, tuduhan tersebut sangat jahat dan tidak disertai bukti-bukti yang kuat. Ginandjar bahkan mempersilakan untuk menunjukkan siapa pun anggota DPD yang mengaku menerima uang darinya.

Sidang paripurna pertama DPD kemarin diwarnai dengan interupsi hampir sepanjang jalannya sidang. Sidang pertama tersebut untuk menetapkan tiga agenda, yaitu Pengesahan Acara Sidang, Penetapan Tata Tertib DPD dan Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua DPD.

Agenda kedua sidang, penetapan Tata Tertib DPD, diramaikan dengan interupsi dari anggota dari Bali, Wayan Sudita, yang mempertanyakan tentang pasal 17 ayat (1) tentang masa jabatan pimpinan DPD.

Pasal 17 tersebut menyatakan bahwa masa jabatan pimpinan sama dengan masa jabatan anggota. Sempat diusulkan bahwa masa jabatan pimpinan DPD sebaiknya hanya 2,5 tahun saja, dengan alasan-alasan jika terjadi kesalahan dalam pemilihan, maka pimpinan dapat lebih cepat diganti.

Interupsi tersebut kemudian memanas dan berlanjut dengan tanggapan dari anggota-anggota DPD yang lain. (Hnr/Ant/P-1)

Sumber: Media Indonesia, 2 Oktober 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan