Anggota BPK Jadi Tersangka
Indonesia Corruption Watch menyurati Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Anwar Nasution. Mereka meminta BPK menggelar rapat pleno untuk anggota BPK, Udju Djuhaeri, yang sudah menjadi tersangka korupsi.
”Berdasarkan Pasal 20 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK, Udju Djuhaeri harus diberhentikan sementara oleh Rapat Pleno BPK karena ia sudah menjadi tersangka. Oleh karena itu, kami menyurati Ketua BPK Anwar Nasution. Kalau Ketua BPK tidak membentuk rapat pleno untuk memberhentikan sementara Udju Djuhaeri, itu berarti Ketua BPK mengabaikan amanat UU BPK,” ujar Adnan Topan Husodo dari ICW, Jakarta, Kamis (18/6).
Sebelumnya, KPK telah menetapkan empat tersangka anggota DPR periode 1999-2004, yaitu Hamka Yandhu, Udju Djuhaeri, Dudhie Makmun Murod, dan Endin Soefihara.
KPK menetapkan status keempat tersangka ini pada 8 Juni 2009. Endin Soefihara saat ini masih menjadi anggota DPR dari Partai Persatuan Pembangunan. Dudhie Makmun Murod masih menjadi anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Udju Djuhaeri saat ini menjadi anggota Badan Pemeriksa Keuangan.
Keempat tersangka ini diduga terlibat dalam kasus aliran dana BI ke anggota DPR yang diungkap oleh Agus Condro.
Sikap DPD
ICW juga mengomentari soal sikap Dewan Perwakilan Daerah yang tidak konsisten dalam menolak seleksi calon anggota BPK.
Menurut Emerson Yuntho dari ICW, setelah sempat mengeluarkan sikap menolak seleksi calon anggota BPK yang dilaksanakan Komisi XI DPR, DPD dalam perkembangan terakhir justru melunak.
”PAH IV DPD secara aklamasi menerima proses seleksi yang dilakukan oleh Komisi XI yang ditandai dengan adanya pelaksanaan fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan) atas calon anggota BPK yang terkesan diam-diam, dimulai 17 Juni sampai 19 Juni,” tutur Emerson.
Emerson mengatakan, sikap DPD yang tidak konsisten dalam menolak seleksi calon anggota BPK oleh Komisi XI selama ini dipersepsikan lebih baik daripada DPR, tetapi ternyata faktanya tidak demikian.
”DPD tidak dapat menjalankan mandatnya sebagai penyeimbang kekuasaan DPR karena justru menerima proses seleksi calon anggota DPR yang nyata-nyata sangat tertutup, tergesa-gesa, dan tidak akuntabel.
Jika DPD menerima proses seleksi yang demikian buruk, hal ini berarti DPD telah memberikan legitimasi atas proses tersebut,” kata Emerson.
Emerson melanjutkan, DPD dalam melakukan uji kelayakan dan kepatutan tahap pertama bagi calon anggota BPK juga terjebak dalam proses yang dilakukan diam-diam. ”Tidak ada satu informasi publik sekalipun yang disampaikan DPD atas pelaksanaan fit and proper test yang dilaksanakan mulai hari ini,” ujar Emerson.
Ketua PAH IV DPD Anthony Charles Sunaryo tidak memberikan konfirmasinya. Beberapa kali dihubungi, Anthony menjawab sedang rapat. (VIN)
Sumber: Kompas, 19 Juni 2009