Anggaran Reses; Kinerja DPR Juga Harus Dipertanggungjawabkan
Sejauh ini belum jelas indikator mengenai penggunaan dana penyerapan aspirasi masyarakat yang dipergunakan anggota DPR pada masa reses. Akibatnya, pertanggungjawabannya dikhawatirkan hanya terhenti sebatas aspek administrasi saja.
Hal itu disampaikan Koordinator Program Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch Ibrahim Zuhdi Fahmi Badoh dalam diskusi Dialektika Demokrasi di Ruang Wartawan Gedung MPR/DPR, Jumat (28/7) siang.
Pembicara lain dalam diskusi itu adalah anggota Badan Pemeriksa Keuangan Baharuddin Aritonang, mantan anggota DPR (periode 1971-2004) Imam Churmen, dan Sekretaris Jenderal DPR Faisal Djamal.
Fahmi sependapat DPR butuh peningkatan anggaran untuk menunjang kegiatan penyerapan aspirasi. Namun, menjadi salah jika dana itu diberikan gelondongan tanpa didefinisikan terlebih dulu kegiatan penyerapan aspirasi itu.
Secara legal formal, kuitansi dan daftar hadir dalam penyerapan aspirasi penting dan secara administratif sudah memenuhi standar laporan penggunaan anggaran. Namun, tanpa adanya indikator yang jelas, aktivitas penyerapan aspirasi menjadi tidak terkontrol.
Baharuddin Aritonang mengakui, audit yang dilakukan BPK memang belum bisa masuk ke audit kinerja sebagaimana terjadi di negara lain. (dik)
Sumber: Kompas, 29 Juli 2006