Anggaran Pendidikan 2010 Dipertanyakan

Departemen Pendidikan dinilai banyak menghabiskan anggaran untuk iklan.

Alokasi anggaran pendidikan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2010 dipertanyakan. Berdasarkan kajian Indonesia Budget Center, alokasi dana pendidikan 2010 bukan 20 persen seperti yang diminta undang-undang. "Terdapat kejanggalan pada alokasi anggaran melalui transfer ke daerah," kata peneliti Indonesia Budget Center, Roy Salam, di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta kemarin.

Menurut Roy, kejanggalan ini terlihat dari Nota Keuangan dan Rancangan Undang-Undang APBN 2010. Pada kedua dokumen tersebut, anggaran pendidikan dialokasikan 20 persen sebesar Rp 201,93 triliun. Perinciannya, untuk belanja pemerintah pusat Rp 79,13 triliun (39,2 persen) dan transfer ke daerah Rp 122,79 triliun (60,8 persen).

Berdasarkan hitungan Indonesia Budget Center, kata Roy, transfer ke daerah hanya Rp 28,28 triliun. Dengan perhitungan seperti itu, total anggaran pendidikan hanya Rp 108,25 triliun atau setara dengan 10,7 persen. "Apakah ini salah tulis atau kesengajaan sistematis? Ini harus diluruskan," kata Roy. Transfer ke daerah meliputi dana alokasi khusus, dana bagi hasil, dan dana otonomi khusus, serta dana alokasi umum.

Pada pidato kenegaraan dalam Sidang Paripurna Luar Biasa DPR di Jakarta, dua hari yang lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyebutkan bahwa anggaran pendidikan tetap 20 persen. Sedangkan alokasi untuk Departemen Pendidikan Nasional Rp 51,8 triliun, dan Departemen Agama Rp 26 triliun. Cukup besarnya alokasi untuk dua departemen itu menuntaskan program wajib belajar sembilan tahun.

Koordinator Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch Ade Irawan juga khawatir atas berkurangnya anggaran Departemen Pendidikan yang turun dibanding tahun lalu yang Rp 62,485 triliun. Dengan penurunan itu, ia khawatir pemerintah tak bisa mencapai tiga target utama pendidikan, yakni perluasan akses, peningkatan mutu, dan perbaikan tata kelola pendidikan. Dalam hal perluasan akses, Ade menjelaskan, dikhawatirkan orang tua siswa akan diberi beban berupa sumbangan.

Pengurangan itu juga akan berdampak pada peningkatan mutu, terutama dari segi infrastruktur, seperti gedung, buku-buku, yang otomatis akan berkurang dananya. "Itu pun kalau 5,1 persen benar-benar dipakai semuanya," Ade menambahkan. Selama ini Ade melihat Departemen Pendidikan banyak menghabiskan anggaran untuk menyewa konsultan atau untuk iklan di media massa. Padahal masyarakat butuh transparansi dan informasi menjelang penerimaan mahasiswa atau siswa baru.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo mengatakan wajib belajar sembilan tahun masih menjadi prioritas penggunaan anggaran pendidikan. Dia menambahkan, anggaran Departemen Pendidikan Rp 51,8 triliun itu tidak termasuk Rp 8,9 triliun tunjangan profesi guru, yang mulai tahun depan dipindahkan ke dana alokasi umum. DIANING SARI

Sumber: Koran Tempo, 5 Agustus 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan