Anggaran 2010, Kunker Pemerintah dan DPR Rp 19,5 Triliun

Anggaran "pelesir" bagi para pejabat di negeri ini, baik pemerintah maupun DPR, tergolong sangat gendut. Pada APBN 2010, total belanja perjalanan dinas, meliputi kunker dalam negeri dan luar negeri- menelan dana Rp 19,5 triliun. Ini sebuah ironi di tengah minimnya anggaran strategis untuk untuk kesejahteraan rakyat.

Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yuna Farhan membeberkan, besarnya anggaran kunker atau studi banding mencapai dua kali lipat dari sejumlah program penanggulangan kemiskinan. Misalnya, bantuan operasional sekolah (BOS) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-Mandiri) yang nilai totalnya Rp 7,4 triliun.

Bahkan, dana kunker para pejabat itu empat kali lebih besar daripada anggaran jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas) yang cuma Rp 4,5 triliun. ''Sungguh para elite pemerintah dan DPR itu sudah tidak memiliki sensitivitas terhadap rakyatnya. Uang rakyat yang dikeruk ternyata dihambur-hamburkan untuk pelesiran,'' kata Yuna di Bakoel Coffee, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, kemarin (19/9).

Dari data yang diolah Fitra, khusus anggaran kunker ke luar negeri, presiden dan DPR menduduki peringkat teratas. Sepanjang 2010, presiden menghabiskan Rp 179,03 miliar. Sedangkan DPR menyedot Rp 170,351 miliar. Sejumlah kementerian juga mendapat jatah sangat besar. Kementerian Kesehatan sampai Rp 145,3 miliar, sementara Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Rp 60,8 miliar.

''Padahal, semua itu tidak terlihat urgensinya. Kemenbudpar malah banyak yang hanya untuk studi-studi,'' ungkap Yuna.

Dia menyampaikan, selama ini memang kritik keras publik lebih banyak mengarah kepada DPR. Semua itu bertujuan agar DPR menjadi contoh dalam menghemat perjalanan ke luar negeri. ''Sulit mengharapkan DPR dapat mengkritisi anggaran kunker pemerintah ke luar negeri kalau DPR sendiri terbuai dengan hobi pelesirannya itu,'' ujarnya.

Yuna membeberkan kesan bagi-bagi jatah pelesir di DPR sangat kentara. Seluruh komisi di DPR, kata dia, mendapat jatah ke luar negeri 1-3 negara dalam setahun. Begitu juga alat kelengkapan DPR lain, seperti badan urusan rumah tangga (BURT), badan kehormatan (BK), badan kerja sama antarparlemen (BKSAP), badan akuntabilitas keuangan negara (BAKN), dan badan anggaran (banggar).

Jatah ke luar negeri, lanjut dia, diterima DPR dalam perumusan RUU inisiatif DPR maupun pembahasan RUU yang bersumber dari pemerintah. Sebanyak 2-3 negara untuk setiap RUU dengan rata-rata Rp 1,7 miliar per RUU.

''Ketertarikan anggota DPR ke luar negeri juga karena disuguhi uang harian yang sangat menggiurkan,'' katanya. Per hari setiap anggota DPR yang berada di luar negeri diberi "sangu" Rp 3-5 juta, bergantung negara tujuan. Jadi, tujuh hari, mereka bisa mendapat Rp 20-35 juta. ''Plus uang representasi USD 2.000 atau sekitar Rp 20 juta untuk sekali keberangkatan,'' beber Yuna.

Menurut dia, untuk bisa mendapatkan informasi mengenai produk legislasi di luar negeri sebenarnya tidak perlu ngelencer ke negara lain. Keberadaan Inter-Parliamentary Union (IPU) seharusnya bisa dioptimalkan. ''Tapi, ya begitu itu. Ketika berangkat ke luar negeri semua semangat, tapi saat pembahasan malah hilang. Akibatnya, proses pembahasan sering molor,'' sindirnya.

Karena itu, tegas Yuna, Fitra mendesak DPR segera menghentikan kebiasaan buruk jalan-jalan ke luar negeri. Selanjutnya, mengkritisi belanja perjalanan dinas luar negeri di kementerian/lembaga. Terutama presiden yang menempati posisi paling teratas.

Koordinator Advokasi dan Investigasi Seknas Fitra Uchok Sky Khadafi menambahkan, dalam pelaksanaan anggaran triwulan I (4 Januari -31 Maret 2010), DPR telah menghabiskan Rp 4,6 miliar untuk kunker ke luar negeri.

''Pada September ini, negara kembali mengeluarkan anggaran Rp 5,2 miliar untuk pelesir membahas beberapa RUU,'' kata Uchok. (pri/c2/tof)
Sumber: Jawa Pos, 20 September 2010
----------
Kunjungan Luar Negeri Presiden Cukup Pakai Pesawat Komersial
PADA periode 2004 -2009, perjalanan presiden ke luar negeri menelan dana Rp 813,79 miliar. Pada periode kedua ini, tampaknya, jumlah dana bakal membengkak. Sebab, pada tahun pertama saja, 2010, presiden menghabiskan Rp 179,03 miliar. Anggaran presiden itu menempati peringkat teratas mengalahkan DPR.

''Bahkan, untuk 2011, Setneg telah mengajukan alokasi anggaran Rp 180,8 miliar,'' kata Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yuna Farhan Yuna.

Dia menjelaskan, mahalnya kunjungan luar negeri presiden karena setiap keberangkatan menggunakan pesawat charter dan membawa rombongan hampir 100 orang. Padahal, presiden bisa berhemat dengan menggunakan pesawat komersial seperti yang dilakukan beberapa kepala negara lain.

''Jadi, tak heran, imbauan presiden untuk berhemat mengurangi biaya perjalanan tidak akan terealisasi,'' tegasnya.

Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha mengatakan, anggaran dinas presiden ke luar negeri sudah melalui mekanisme penganggaran yang disepakati bersama. "Jadi, agak aneh kalau itu baru dipertanyakan saat ini," kata Julian.

Julian juga menyatakan kunjungan kerja presiden ke luar negeri selama ini cukup efektif. "Kunjungan ke Oslo, misalnya, menghasilkan kesepakatan dana perubahan iklim. Begitu juga ke Malaysia untuk memproses MoU untuk melindungi TKI (tenaga kerja Indonesia) kita," kata mantan wakil dekan FISIP UI tersebut. Julian mempertanyakan metode penilaian jika ada yang menyatakan kunjungan kerja presiden kurang efektif.

Setneg, kata dia, terus menghemat. "Tapi, itu teknis yang detailnya belum bisa saya jelaskan," ujarnya. Mengenai usul agar presiden menggunakan pesawat komersial, Julian tidak bersedia berkomentar. Penggunaan pesawat komersial sudah dilakukan Wapres Boediono saat mengikuti KTT Nuklir di AS pada April lalu. (pri/sof/c2)
Sumber: Jawa Pos, 20 September 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan