Andi Kosasih Mengaku Terlibat Sindikat Pajak karena Dijerat Haposan

Lagi, Gayus Cokot Empat Jenderal

Sidang kasus mafia pajak Gayus Halomoan Tambunan menjadi ajang saling membela diri para terdakwa. Kemarin (23/8) Andi Kosasih yang menjalani sidang perdana mengaku terlibat sindikat pajak itu karena dijerat oleh Haposan Hutagalung.

"Peranan terdakwa dalam perkara ini hanya sebagai orang yang dijerat oleh Haposan Hutagalung dalam rangka menyelamatkan seorang Gayus," urai O.C. Kaligis, kuasa hukum Andi Kosasih, saat membacakan eksepsi (nota keberatan) atas dakwaan jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Pernyataan tersebut terkesan mengikuti para terdakwa lain dalam kasus mafia pajak Gayus pada sidang sebelumnya. Antara lain, Kompol M. Arafat Enanie, AKP Sri Sumartini, dan Sjahril Djohan. Masing-masing mengarahkan telunjuknya ke orang lain sebagai pihak yang seharusnya diminta pertanggungjawaban.

Misalnya, Arafat dan Sri Sumartini yang mengaku hanya menjalankan perintah atasan. Sjahril Djohan yang disebut-sebut sebagai makelar kasus justru mengaku sebagai korban mantan Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji.

Dalam sidang kemarin, tim kuasa hukum yang dipimpin Kaligis langsung mengajukan eksepsi setelah jaksa penuntut umum yang dikomandoi Mohammad Rum membacakan surat dakwaan.

Menurut kuasa hukum, Andi Kosasih merasa dijerat karena Haposan berperan dalam mengatur kepemilikan rekening bank senilai Rp 28 miliar yang dianggap bermasalah. "Terdakwa tingkat pendidikannya tidak sempat menamatkan sekolah dasar. Masuk akal saja kalau dia percaya kepada Haposan yang seorang advokat," papar Kaligis.

Menurut pengacara senior itu, kliennya sebenarnya berjasa dalam terbongkarnya kasus mafia pajak itu. Sebab, dia berinisiatif untuk kembali ke Indonesia dari Singapura. Tujuannya, mengklarifikasi pemberitaan media yang menyebut dirinya sebagai pemilik rekening bank yang bermasalah.

"Sampai pada saat terdakwa menyerahkan diri, dia tidak pernah diberi surat perintah penahanan. Namun, terdakwa datang dengan sukarela," kata Kaligis.

Sebelumnya, pada surat dakwaan, jaksa membeberkan peran Andi Kosasih dalam kasus mafia pajak Gayus tersebut. Jaksa menjerat Andi dengan empat pasal UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi plus satu pasal UU Tindak Pidana Pencucian Uang dalam surat dakwaan yang disusun dalam bentuk gabungan.

Terdakwa dianggap turut merekayasa perjanjian kerja sama dengan Gayus. Tujuannya menyiasati rekening Gayus yang diblokir oleh penyidik Polri. "Seolah-olah uang tersebut adalah milik terdakwa yang berbisnis pengadaan tanah dengan Gayus," kata jaksa Rum dalam sidang yang diketuai hakim Prasetya Ibnu Asmara itu.

Surat perjanjian tersebut dibuat oleh Haposan, Gayus, dan Lambertus Palang Ama. Lantas, Gayus membubuhkan tanda tangan di Hotel Ambara, Jaksel. Surat dengan tanggal yang dibuat mudur itu, yakni 26 Mei 2008, kemudian ditandatangani terdakwa di Gedung Patrajasa, Gatot Subroto, Jaksel.

Perjanjian menyatakan uang Rp 28 miliar pada rekening Gayus yang diblokir adalah hasil perjanjian kerja sama pengadaan tanah untuk pembangunan rumah toko (ruko) di Jakarta Utara. "Untuk mendukung perjanjian, terdakwa juga menerima enam lembar kuitansi yang dibuat seolah-olah terjadi penyerahan uang dari terdakwa kepada Gayus," beber jaksa Devy Sudarso.

Surat tersebut lantas dijadikan alat bukti dalam perkara Gayus. Perbuatan Andi itu, menurut jaksa, masuk kategori upaya menggagalkan atau merintangi penyidikan kasus korupsi. "Hal itu menggagalkan penyidikan tindak pidana korupsi karena mengakibatkan tidak terpenuhinya unsur-unsur," ujar jaksa.

Selain menjalani sidang perdana, kemarin Andi juga menjadi saksi dalam sidang dengan terdakwa Sjahril Djohan. Lagi- lagi, dia menyebut Haposan sebagai pihak yang banyak berperan. Ketika itu, dia dicecar tentang peranan Sjahril dalam pencairan deposito milik Gayus.

"Saya tidak tahu (peran terdakwa)," kata Andi. Kuasa hukum Sjahril, Hotma Sitompoel, lantas menanyakan siapa yang berperan dalam pencairan itu. "Haposan yang mengurus," jawab Andi.

Dalam sidang yang terpisah, Gayus kembali menyebut beberapa jenderal Polri kecipratan uang darinya. Pernyataan itu dia katakan saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang mafia pajak dengan terdakwa Kompol Arafat.

Gayus mengungkapkan, Haposan pernah meminta uang USD 500 ribu dari dirinya. Uang tersebut rencananya dibagikan ke penyidik. "Ada dua Kaba (Kabareskrim, Red). Kaba yang lama Pak Susno dan Kaba yang baru Pak Ito (Ito Sumardi, Red). Direkturnya ada dua, Pak Radja (Radja Erizman, Red) dan Pak Edmon (Edmon Ilyas, Red)," bebernya. Haposan juga meminta uang yang akan diberikan kepada hakim dan jaksa. Masing-masing Rp 5 miliar. (fal/c1/iro)
Sumber: Jawa Pos, 24 Agustus 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan