Amplop RUU PA Harus Jelas; Benny Harman Akan Kembalikan Uang ke BK DPR

Pemberian amplop bagi anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh yang berasal dari pemerintah tidak bisa dibiarkan berlalu begitu saja, menggantung tanpa kejelasan. Harus ada kepastian nasib pemberian bantuan bagi anggota DPR yang terlibat dalam pembahasan RUU pada saat reses tersebut.

Sekretaris Jenderal Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang di Jakarta, Sabtu (29/4) siang, menyebutkan, pemberian amplop bantuan dari pemerintah kepada DPR merupakan tradisi lama yang sangat mengejutkan ketika terulang kembali di masa pascareformasi. Hal itu ironis ketika biaya untuk menunjang kinerja para anggota DPR sebenarnya sudah ditanggung lewat anggaran negara. Kalau dibiarkan, ini merusak citra dan kinerja DPR sendiri, ujar Salang.

Karena itu, Salang meminta Badan Kehormatan (BK) DPR pun menunjukkan taji, secara proaktif menindaklanjuti kasus tersebut. Langkah DPR yang dibiarkan menerima bantuan dari pemerintah malahan mempertegas dugaan bahwa cepat-lambatnya proses pembahasan sebuah kebijakan sangat tergantung pada besar-kecilnya amplop yang diterima, kata Salang.

Informasi yang dihimpun Kompas, setidaknya Fraksi Kebangkitan Bangsa dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) sudah membuat kebijakan untuk mengembalikan amplop bantuan tersebut. Menurut anggota pansus Suharso Monoarfa (F-PPP, Gorontalo), fraksinya telah memerintahkan anggotanya di Pansus RUU Pemerintahan Aceh (PA) untuk mengembalikan amplop buat yang sudah menerima dan melarang menerima bagi yang belum. F-PPP juga meminta pimpinan pansus mengembalikan dana yang diperoleh dari pemerintah itu. Keperluan pansus, termasuk di masa reses, mesti diatasi sendiri oleh DPR. Pendekatan etika lebih dikedepankan, jumlah yang tidak seberapa itu dinilai hanya akan memperburuk citra DPR.

Secara terpisah, Wakil Ketua BK DPR Gayus Lumbuun (Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Jawa Timur V) menegaskan, BK DPR bakal tetap menindaklanjuti kasus ini.

Terlebih Gayus menerima informasi awal bahwa sudah ada pengaduan masyarakat terkait kasus amplop untuk Pansus RUU PA. Yang jelas, Gayus menekankan bahwa menerima pemberian yang merupakan pelanggaran etika tidak bisa ditoleransi. Pemberian itu sangat sensitif, apalagi dalam proses pembahasan RUU. Mestinya DPR dan pemerintah itu jadi pihak yang saling kritis, kata Gayus.

Sementara itu, Wakil Ketua Pansus RUU Pemerintahan Aceh Soekartono Hadiwarsito (Fraksi Partai Demokrat, Jawa Tengah V) menyebutkan adanya komitmen internal bahwa kalau memang bantuan tersebut bisa dipertanggungjawabkan, semua akan menerima. Sebaliknya, semua juga akan mengembalikan jika memang bantuan tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan. Yang pasti, sumber anggaran resmi, jelas, dan sudah termuat dalam DIPA. Bahkan pihak Departemen Dalam Negeri sudah mengonsultasikan pemberian bantuan tersebut dengan Departemen Keuangan.

Sekalipun demikian, Soekartono mengaku belum tahu persis kelanjutan proses administrasi pemberian bantuan tersebut, terutama terkait dengan kabar sejumlah anggota pansus yang bakal mengembalikan bantuan.

Sementara itu, anggota Pansus RUU PA Benny K Harman (Fraksi Partai Demokrat, Nusa Tenggara Timur II) berjanji akan menyerahkan uang yang telah diterima sekretarisnya kepada BK DPR Senin ini.

Benny berpendapat uang itu bisa dikategorikan sebagai gratifikasi, yaitu pemberian uang dalam jabatan yang harus dilaporkan ke KPK. Hal itu diatur dalam UU No 20/2001. (dik/bdm)

Sumber: Kompas, 1 Mei 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan