Amplop DPR Termasuk Penyuapan

Ferry Mursyidan: Itu uang halal.

Komisi Pemberantasan Korupsi menilai pemberian uang Rp 5 juta per orang kepada anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh Dewan Perwakilan Rakyat sebagai gratifikasi atau penyuapan. Komisi telah mengirim surat peringatan tentang hal itu kepada Dewan. Uang itu diberikan oleh Departemen Dalam Negeri sebagai lembaga yang mengajukan rancangan undang-undang.

Wakil Ketua Komisi sudah mengirim surat ke Ketua DPR yang mengingatkan adanya pasal gratifikasi dalam Undang-Undang Pemberantas Tindak Pidana Korupsi, kata Ketua KPK Taufiequrachman Ruki kemarin.

Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh Ferry Mursyidan Baldan menanggapi pernyataan Ruki itu dengan menjawab, Itu kan pendapat KPK. Silakan saja.

Ferry menegaskan, pembagian amplop oleh Departemen Dalam Negeri itu sudah sesuai dengan prosedur. Sumbernya jelas, peruntukannya jelas, dan pertanggungjawabannya juga jelas, ujarnya kepada Tempo di gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.

Meski menganggap semuanya jelas dan sesuai dengan prosedur, Ferry dan anggota panitianya sepakat mengembalikan amplop tersebut. Pansus telah mengembalikan uang sejumlah Rp 245 juta kepada Departemen Dalam Negeri pada 11 Mei, kata Ferry, Rabu lalu.

Meski uang sudah dikembalikan, Ruki menilai status uang amplop sebagai upaya gratifikasi tidak akan berubah.

Ferry berharap kasus amplop ini tidak menghalangi proses pembahasan RUU Pemerintahan Aceh. Undang-undang ini ditunggu banyak orang. Saya tidak mau karena masalah ini jadi terganggu, ujarnya.

Direktur Jenderal Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri Kausar Ali Saleh sependapat dengan Ferry. Tidak bisa dong itu disebut korupsi. Sumber dan penggunaannya sudah jelas, katanya kepada Tempo.

Sejumlah anggota panitia menganggap uang itu perlu untuk melancarkan pengesahan rancangan undang-undang yang dibahas saat Dewan sedang libur (reses). Namun, Badan Kehormatan Dewan telah melaporkan hal ini kepada pemimpin Dewan dan akan menyelidikinya lebih lanjut. Sebagai bukti, Badan Kehormatan menyerahkan uang Rp 5 juta milik Benny K. Harman yang memang sudah diserahkan kepada Badan Kehormatan.

Namun, Ferry justru tersinggung oleh penyerahan barang bukti itu. Ia mengatakan penyerahan uang itu sebagai barang bukti justru mengesankannya sebagai barang jarahan. Uang yang dianggap korupsi oleh Komisi itu, menurut Ferry, adalah uang halal. Seharusnya saya bisa dipanggil dulu untuk dimintai penjelasan, kata Ferry.

Ketua Badan Kehormatan Slamet Effendy Yusuf menyatakan akan tetap memproses kasus pemberian amplop itu dengan catatan pengaduan dari pemimpin Dewan telah masuk ke Badan Kehormatan. SUTARTO | RADEN RACHMADI | WAHYUDIN FAHMI

Sumber: Koran Tempo, 19 Mei 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan