Amari: Saya Diberhentikan Bukan karena Kinerja Buruk

Ketika Muhammad Amari menjabat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus yang menangani kasus korupsi, mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra dan pemilik PT Sarana Rekatama Dinamika Hartono Tanoesudibjo ditetapkan sebagai tersangka korupsi biaya akses sistem administrasi badan hukum. Namun, ia kini diberhentikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sesuai dengan saran Jaksa Agung Basrief Arief.

Kini Amari diberi jabatan staf ahli Jaksa Agung. Pemberhentian Amari, dikatakan Basrief, sebagai bagian dari penyegaran di tubuh pimpinan Kejagung. Namun, Amari tak terlalu yakin dengan alasan itu. Apalagi, selama ini ia sering berseberangan dengan Jaksa Agung dalam melanjutkan penyidikan korupsi dana akses sistem administrasi badan hukum (Sisminbakum).

Amari, dalam percakapan dengan Kompas di Jakarta, Senin dan Selasa (19/4), mencoba terbuka soal pencopotannya.

Kira-kita apa pertimbangan pemberhentian Anda?

Dalam keputusan presiden yang saya terima, pertimbangannya hanya surat Jaksa Agung yang dikirim ke Presiden. Adapun Jaksa Agung menyatakan ke saya, pemberhentian dilakukan dalam rangka penyegaran

Adakah alasan lain dari pemberhentian Anda?

Untuk menjawab ini, saya agak repot. Saya akan buka-bukaan, tetapi ini off the record ya.

(Amari lalu bercerita panjang lebar mengenai fakta yang patut diduga menjadi latar belakang pemberhentiannya.)

Mungkinkah pemberhentian Anda dilatarbelakangi kinerja yang mungkin dinilai buruk?

Saya rasa, saya diberhentikan bukan karena kinerja. Kalau ukurannya kinerja, bisa dilihat dari realisasi yang ada. Kinerja Pidana Khusus (Pidsus) selalu melebihi target. Tahun 2010, misalnya, target penyidikan kasus korupsi seluruh Indonesia ditetapkan sebanyak 1.845 penyidikan. Realisasinya mencapai 2.315 penyidikan, yang berarti melebihi target.

Kinerja Pidsus Kejagung selama 2010 juga melampaui target. Realisasinya adalah 148 penyidikan korupsi, sementara targetnya 145 penyidikan. Jadi, justru ada progres dari kinerja Pidsus yang saya pimpin.

Dari berbagai kasus korupsi yang ditangani saat Anda menjabat Jampidsus, kasus apa yang tergolong kakap?

Salah satunya adalah kasus Sisminbakum, dengan kerugian negara sekitar Rp 420 miliar. Penyidikan perkara Sisminbakum dengan tersangka Yusril dan Hartono sudah dinyatakan lengkap secara formal dan materiil. Namun, saya tidak tahu bagaimana nanti kelanjutannya.

Delik korupsi dalam perkara ini sudah telak. Bahkan, dalam penyidikan terhadap Yusril dan Hartono, bukti yang dikumpulkan lebih lengkap dari tersangka Sisminbakum lain yang disidik sebelumnya. Karena korupsinya kental, vonis terhadap Syamsuddin Manan Sinaga, mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM, dan Direktur PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) Yohanes Waworuntu sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Kasasi Romli Atmasasmita, mantan Dirjen AHU, memang diterima Mahkamah Agung (MA), tetapi kasasi Manan dan Yohanes ditolak. Kejaksaan seharusnya mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap putusan Romli. Tetapi, itu terserah Jaksa Agung.

(Menurut Amari, Tim Penyidik Pidsus menilai unsur korupsi perkara Sisminbakum amat kental. Modal Sisminbakum hanya Rp 500 juta, tetapi tagihan PT SRD selaku pelaksana kepada Kemhuk dan HAM sebesar Rp 21 miliar. PT SRD diberi konsesi 10 tahun untuk mengelola Sisminbakum. PT SRD ditunjuk tanpa melalui tender dan keuntungan Sisminbakum seharusnya disetorkan ke negara. Kalau modal hanya 500 juta, seharusnya pemerintah bisa membuat Sisminbakum sendiri.)

Bagaimana pikiran Anda saat Basrief Arief ditunjuk menjadi Jaksa Agung?

Ya, saya tahu dirilah. Saya merasa cepat atau lambat saya akan diberhentikan.

Kenapa bisa begitu?

Ya, seperti yang saya jelaskan tadi. (Amari lalu kembali menceritakan sejumlah informasi terbatas.)

Selama berkarya di Kejaksaan, apa kebanggaan Anda?

Saya selalu mengajarkan kepada bawahan untuk menjadi jaksa bersih, yang tidak memeras, menerima suap, dan pungutan liar (pungli). Saat awal menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat pada 2008, Kajati Jawa Barat tahun 2009, Jaksa Agung Muda Intelijen pada akhir 2009, dan Jampidsus, bawahan saya selalu stres. Sebab, dari yang sebelumnya bebas, sekarang mereka saya awasi ketat agar tidak menerima suap dan gratifikasi.

Saya selalu mengatakan, kejaksaan ibarat sapu. Agar kotoran bisa dibersihkan, sapunya tentu harus bersih. (faj)
Sumber: Kompas, 21 April 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan