Alokasi Anggaran Kepentingan Publik Minim

Pemerintah diminta menambah anggaran untuk bidang kesehatan hingga mencapai 5% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Alokasi bidang kesehatan dalam APBN 2011 saat ini hanya Rp24,9 triliun atau 1,89%, tidak cukup untuk mewujudkan fasilitas kesehatan yang layak bagi masyarakat sesuai UU No 36/2009 tentang Kesehatan. “Kami menggugat UU No 10/2010 tentang APBN 2011 dan Undang-Undang No 11/ 2011 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2011.Alokasi belanja untuk kesehatan hanya 1,89%, padahal UU No 36/2009 mewajibkan alokasi anggaran Negara minimal 5%,” ujar Ridwan Dharmawan seusai sidang pemeriksaan perkara gugatannya di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin.

Ridwan menjadi kuasa hukum lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang melayangkan gugatan, yaitu Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Prakarsa Masyarakat untuk Negara Kesejahteraan dan Pembangunan Alternatif (PRAKARSA), Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (Asppuk), dan Trade Union Rights Centre (TuRC). Selain LSM tersebut, ada juga dua orang warga negara, yaitu Ridaya La Ode Ngkowe dan Dani Setiawan, yang ikut mengajukan gugatan.

Alokasi ini, menurut Ridwan, mengabaikan hak-hak warga negara untuk mendapatkan hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Indikasinya masih banyak ditemukan lima fungsi kesehatan yang gagal dipenuhi oleh pemerintah, yakni gizi buruk, kematian ibu, kematian anak,HIV/AIDS dan penyakit menular,serta sanitasi air. Selain itu, mereka memandang APBN tahun ini inkonstitusional karena tidak ditujukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Di dalamnya, banyak diperuntukkan kepada pemerintah dan DPR daripada dipersembahkan sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat. Uchok Sky Khadafi dari Fitra mengatakan, item belanja yang dipersoalkan anggota koalisi adalah anggaran untuk pembelian green aircaft, pesawat kepresidenan, dan pembangunan gedung DPR senilai Rp800 miliar, atau Rp2,5 triliun sampai 2013.Anggaran ini lebih besar daripada yang dialokasikan untuk kemakmuran rakyat. Dia menjelaskan, pada tahun anggaran 2012, alokasi anggaran senilai Rp339,2 miliar diperoleh dari bentuk utang promissory note.

Dana ini dialokasikan kepada pengadaan green aircraft, dan pesawat kepresidenan. Mata anggaran lain yang menyalahi aturan adalah dana alokasi umum yang diberikan pemerintah kepada daerah dalam APBNP 2011 sebesar Rp225,5 triliun. Seharusnya menurut UU No 33/ 2004, pemerintah dan DPR mengalokasikan kepada daerah sebesar Rp277,8 triliun. “Jadi terdapat selisih Rp53,3 triliun, jika APBNP menggunakan perhitungan berdasarkan UU No 33/2004,”katanya. Komposisi anggaran ini menurut Uchok memuat kesenjangan antara bidang alokasi untuk pemerintah (eksekutif) dan DPR terhadap bidang-bidang kesejahteraan rakyat.

Jika hal ini yang terjadi maka menurutnya anggaran tahun ini tidak ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, karena itulah bertentangan dengan konstitusi. Dalam petitumnya,koalisi meminta agar MK menyatakan UU No 11/2011 tentang Perubahan atas Undang- Undang No 10/2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bertentangan dengan UUD 1945, terutama pada bidang kesehatan, pembangunan gedung DPR, studi banding, pembelian pesawat kepresidenan, dan Jamkesmas bertentangan dengan Pasal 28H,28D,23 ayat 1,34 ayat 2 dan 3, 18A. mnlatief
Sumber: Koran Sindo, 27 September 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan