Aliran Dana BI; Burhanuddin: Itu Keputusan Kolektif
Menteri Keuangan yakin fungsi Bank Indonesia tetap bisa berjalan.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah menyatakan kebijakan diseminasi dan bantuan hukum merupakan keputusan rapat Dewan Gubernur BI. Itu collegial, bukan keputusan pribadi, kata Burhanuddin saat membacakan pernyataan pribadinya di gedung BI kemarin. Dalam pembacaan pernyataan itu, ia hanya tampil sendirian. Tak satu pun deputi dan deputi senior BI ikut mendampingi.
Kebijakan melakukan diseminasi dan bantuan hukum pada saat itu, kata dia, sangat diperlukan. Sebab, kondisi laporan keuangan BI waktu itu mendapat predikat disclaimer dan sangat mempengaruhi peringkat Indonesia yang begitu rendah. Predikat itu membuat kami semua tak bisa bekerja secara optimal, ujarnya.
Dia mengaku terkejut atas penetapannya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus aliran dana BI ini. Sebab, ia mengaku belum menerima surat resmi dari KPK. Tapi saya harus membuktikan bahwa saya tidak bersalah, katanya.
KPK, Senin lalu, menetapkan tiga tersangka dalam kasus aliran dana BI. Mereka adalah Burhanuddin, Direktur Hukum Bank Indonesia Oey Hoey Tiong, dan mantan Kepala Biro Gubernur Bank Indonesia Rusli Simanjuntak. Mereka terbukti menyalahgunakan dana BI, ujar Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Chandra M. Hamzah.
Burhanuddin memastikan akan menghormati dan mengikuti seluruh proses hukum yang berjalan. Saya akan segera menunjuk kuasa hukum, kata dia.
Dengan adanya penetapan tersangka atas dirinya, Burhanuddin meminta semua jajaran BI tetap bekerja secara profesional. Khususnya yang terkait dengan upaya-upaya untuk menjaga stabilitas makroekonomi dalam mencapai target yang telah ditentukan. Ia berharap proses hukum yang berlangsung tak akan mempengaruhi kinerja BI. Termasuk kepercayaan luar negeri terhadap perekonomian Indonesia, kata Burhanuddin.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap fungsi BI sebagai otoritas moneter tetap berjalan baik setelah penetapan Burhanuddin sebagai tersangka. Menurut dia, meski tanpa Burhanuddin, dirinya yakin anggota Dewan Gubernur BI lainnya mampu menjalankan tugasnya secara optimal. Sebab, kata dia, dalam aturan perundangan ataupun mekanisme BI, sudah ada mekanisme organisasi yang mapan guna mengatasi berbagai masalah yang sifatnya tak biasa seperti ini.
Saya hanya ingin mengatakan bahwa bank sentral akan tetap menjalankan fungsinya dan tanggung jawabnya tetap dijaga, apa pun yang terjadi di dalam organisasi itu. Fungsi itu adalah tanggung jawab keseluruhan bagi Dewan Gubernur, yang terdiri atas gubernur, deputi senior, dan seluruh jajaran deputi gubernurnya, kata Sri. Proses hukumnya silakan berjalan terus.
Ketua Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Awal Kusumah berharap penetapan Burhanuddin tidak membuat guncangan di institusi BI. Mudah-mudahan tak terjadi depresi moral di lembaga itu, kata Awal.
Anggota Komisi Keuangan DPR, Max Moein, menilai ada kejanggalan dalam penetapan Burhanuddin sebagai tersangka. Alasannya, sebentar lagi akan ada pergantian Gubernur BI. Dulu Syahril Sabirin (Gubernur BI sebelumnya) juga ditetapkan sebagai tersangka menjelang pergantian, katanya.
Hal serupa diungkapkan anggota Fraksi Partai Golkar, Ferry Mursyidan Baldan. Karena itu, kata Ferry, agar tak ada spekulasi, KPK harus menjelaskan secara gamblang.
Namun, Sri Mulyani menolak menanggapi spekulasi tersebut. Wah, saya tidak komentar soal itu, kata dia. kurniasih | wahyudin f | agus s | gunanto
Sumber: Koran Tempo, 30 Januari 2008
------------
Mengurai Benang Kusut Duit BI
BPK menemukan penggunaan dana Rp 100 miliar Lembaga Pendidikan dan Perbankan Pengembangan Indonesia digunakan tanpa melalui mekanisme penerimaan serta pengeluaran resmi Bank Indonesia (BI). Dana Rp 31.5 miliar diduga mengalir ke Komisi Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004. Sisanya diduga mengalir ke sejumlah penegak hukum. Dari laporan hasil audit BPK ini, Komisi Pemberantasan Korupsi mencium indikasi korupsi. KPK menetapkan tiga tersangka dua hari lalu. Badan Kehormatan DPR mengusut dugaan pelanggaran etika anggota DPR. Inilah perjalanan kasus di kedua lembaga tersebut.
14 November 2006
# Badan Pemeriksa Keuangan melaporkan hasil pemeriksaan atas pemberian bantuan hukum dan penggunaan dana Yayasan Pendidikan dan Pengembangan Perbankan.
Agustus 2007
# Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan adanya aliran dana BI ke KPK dan Badan Kehormatan DPR.
5 Agustus 2007
# Departemen Keuangan menyatakan tidak sepatutnya DPR menerima dana di luar alokasi anggaran.
9 Agustus 2007
# Auditor utama BPK, Soekoyo, menyatakan aliran dana BI ke DPR bisa puluhan miliar.
20 Agustus 2007
# ICW dan koalisi penggiat antikorupsi mengadu secara tertulis kepada Badan Kehormatan DPR atas pelanggaran etika oleh anggota Dewan. Dalam kasus ini, koalisi melaporkan ada dana hingga Rp 4,5 miliar, yang mengucur kepada 10 anggota komisi Dewan periode 1999-2004.
22 Agustus 2007
# Badan Kehormatan DPR meminta BPK mengaudit investigatif aliran dana BI untuk Komisi Keuangan DPR periode 1999-2004.
27 Agustus 2007
# KPK mulai menyelidiki aliran dana BI.
1 November 2007
# KPK memanggil Deputi Gubernur Senior Miranda Goeltom.
21 November 2007
# Direktur Hukum Bank Indonesia Oey Hoey Tiong tak menampik adanya permintaan dana sebesar Rp 100 miliar oleh BI kepada Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia 2003.
26 November 2007
# KPK memanggil Ketua BPK Anwar Nasution. Ia menyebutkan penerima aliran dana BI adalah Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak.
28 November 2007
# KPK memeriksa mantan pejabat BI, Hendro Budianto, selaku Direktur Pengawasan BI pada 2003.
30 November 2007
# Oey Hoey Tiong kembali diperiksa KPK, Oey ditanyakan mengenai proses dan prosedur penyerahan uang.
6 Desember 2007
# Anwar Nasution diperiksa Badan Kehormatan DPR. Wakil Ketua Badan Kehormatan DPR Gayus Lumbun dan Direktur Penyelidikan KPK Iswan Elmi bertukar informasi mengenai aliran dana BI. Bekas Kepala Biro Gubernur BI Rusli Simanjuntak kembali diperiksa KPK.
3 Januari 2008
# Ketua KPK Antasari Azhar memastikan tetap melanjutkan penyelidikan aliran dana BI pada 7-21 Januari.
21 Januari 2008
# Status perkara aliran dana BI ditingkatkan dari penyelidikan menjadi penyidikan.
23 Januari 2008
# DPR kembali memanggil tiga pejabat BI.
28 Januari 2008
# Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, Oey, dan Rusli ditetapkan sebagai tersangka.
Cheta Nilawaty
Sumber: Koran Tempo, 30 Januari 2008