Alfred: Penjualan Tanker Disetujui Menteri Keuangan

Direktur Keuangan PT Pertamina (persero) Alfred Rohimone membantah penilaian yang dikeluarkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bahwa penjualan dua kapal tanker raksasa (very large crude carrier) yang dimenangkan Frontline Ltd. tahun lalu adalah hasil persekongkolan.

Dia juga membantah jika disebutkan keputusan penjualan aset senilai US$ 184 juta itu didominasi dirinya sebagai direktur keuangan.

Kepada koran ini, Alfred memastikan bahwa penjualan tanker tersebut sepenuhnya merupakan aksi perusahaan (corporate action) yang telah mendapatkan persetujuan dewan komisaris dan direksi Pertamina. Bahkan penjualan aset itu pun sudah mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan Boediono.

Semua surat persetujuannya ada, papar Alfred sambil menunjukkan surat-surat dimaksud di Jakarta tadi malam

Surat persetujuan yang ditandatangani semua direksi Pertamina dikeluarkan pada 23 April 2004. Selain memberikan persetujuan divestasi, direksi menyetujui penunjukan Goldman Sachs sebagai penasihat keuangan dan arranger pelaksanaan penjualan tanker.

Surat persetujuan dewan komisaris atas penjualan tanker, termasuk penunjukan Goldman Sachs, dikeluarkan pada 28 April 2004. Semua komisaris, yang diketuai Laksamana Sukardi (mantan Meneg BUMN), juga menandatangani surat itu.

Sedangkan persetujuan Menteri Keuangan Boediono diberikan melalui surat Persetujuan Penghapusan dan Penjualan Aset tertanggal 7 Juni 2004.

Jadi bagaimana bisa dikatakan, saya sangat dominan? kata Alfred.

Secara terpisah, anggota komisaris Pertamina Roes Aryawijaya menegaskan bahwa semua anggota komisaris memberikan tanda tangan pada dua surat persetujuan penjualan tanker itu.

Ini kalau mau lihat, supaya kalian juga tahu, ujar Roes sembari menunjukkan dua surat yang dimaksud kepada Tempo dan Bisnis kemarin.

Surat pertama bertanggal 16 April 2004, yang intinya, dewan komisaris menyetujui usulan direksi menjual dua unit tanker raksasa yang disampaikan dalam rapat pada 15 April 2004.

Surat kedua tertanggal 28 April 2004, bernomor 45/K/DK/KII/2004 yang intinya menyetujui direksi melakukan penjualan dua kapal tanker dimaksud.

Roes menegaskan, penjualan tanker itu sudah sesuai dengan prosedur dan peraturan perundangan yang berlaku. Kami sudah cek, sudah diurut semua sesuai dengan prosedur, ujar dia. Itu sebabnya, saya menyetujui untuk menjual aset itu.

Dia pun menandaskan bahwa penjualan tanker itu merupakan bagian dari aksi korporasi Pertamina.

Namun, kata Roes lebih lanjut, dalam pelaksanaan tender dan penentuan harga, komisaris sudah tidak terlibat lagi. Kalau sudah pelaksanaan tender, itu (urusan) direksi. Masak komisaris ikut-ikut.

Sementara itu, Meneg BUMN Sugiharto kemarin meminta dewan komisaris Pertamina meresmikan penonaktifan Alfred Rohimone sebagai direktur keuangan. Saya minta penonaktifan direktur keuangan segera dilegalformalkan komisaris, ujarnya.

Alfred pun membenarkan dirinya telah menerima surat penonaktifan dirinya. Surat itu ditandatangani Komisaris Utama Pertamina Martiono Hadianto, dan anggota M. Abduh dan Umar Said per 8 Maret 2005. Saya diberhentikan sementara waktu, berlaku mulai besok (hari ini, 9/3), kata Alfred.

Selain itu, Menteri Sugiharto kemarin juga menyerahkan sejumlah dokumen baru--terkait penjualan tanker--kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebagian di antaranya berklasifikasi rahasia negara dan belum pernah kami peroleh. Jadi data kali ini lebih lengkap, kata Ketua KPK Taufiequrachman Ruki.

Sekalipun bersifat rahasia, Ruki mengatakan, data itu tetap harus diberikan kepada KPK. Alasannya, kasus penjualan tanker itu bersifat terbuka. Bagi kami, itu bukan rahasia negara. Jadi harus dibuka.

Dia menegaskan, tim pemeriksa kasus tanker akan segera mengkaji data-data yang diterima. Ia berjanji dalam satu dua hari tim sudah akan mendapat kesimpulan mengenai orang-orang yang harus diperiksa. Kami akan mengupayakan pemanggilan sejumlah perusahaan asing yang terlibat, seperti Goldman Sach dan Frontline, tutur Ruki.

Sementara itu, Menteri Sugiharto yang didampingi Komisaris Utama Martiono menekankan bahwa kerja sama dengan KPK itu wujud dari komitmen pemerintah untuk memberantas korupsi. Salah satu data yang diberikan, kata dia, adalah dokumen persetujuan Menteri Keuangan Boediono atas penjualan itu. Dokumen tertanggal 10 Juli 2004. Persetujuan yang diberikan bersifat setelah penjualan dilakukan (subsequent to), paparnya.

Dia menandaskan, pemerintah akan memfasilitasi KPK untuk memanggil semua direksi dan komisaris Pertamina baik yang masih aktif maupun telah berhenti.

Untuk antisipasi gugatan arbitrase kepada Pertamina terkait kasus ini, Sugiharto mengatakan, akan segera menunjuk kantor penasihat hukum. anne handayani/tito sianipar/budi riza

Sumber: Koran Tempo, 9 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan