Alat Bukti Sulit, Tommy Soeharto Terancam Bebas

Kejagung Kesulitan Kumpulkan Alat Bukti

Kematian mantan Presiden Soeharto masih tak cukup mengangkat nyali Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk memerkarakan ahli warisnya. Berdalih banyak dokumen alat bukti yang hilang, Kejagung menyatakan kesulitan meneruskan penyidikan kasus korupsi penyalahgunaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) pada Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkih (BPPC) senilai Rp 175 miliar. Padahal, dalam kasus itu, tim penyidik telah menetapkan Tommy Soeharto sebagai tersangka.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kemas Yahya Rahman mengatakan, letak kesulitan adalah pengumpulan dokumen sebagai alat bukti. Mayoritas alat buktinya telah hilang. Ini kan kasus lama sehingga banyak dokumen yang tidak ada lagi, kata Kemas saat ditemui di Gedung Bundar, Kejagung, kemarin (30/1). Dari catatan koran ini, kasus BPPC terjadi pada 1992 -1996.

Menurut Kemas, kejaksaan menyiasati permasalahan tersebut dengan menerjunkan tim jaksa ke delapan daerah yang menjadi sentra perkebunan cengkih. Di sana tim jaksa melengkapi alat bukti yang kurang untuk penyidikan. Di daerah-daerah ternyata juga banyak dokumen yang hilang. Ini didasarkan laporan tim jaksa yang diterjunkan ke daerah, aku Kemas.

Selain itu, lanjut Kemas, tim jaksa dihadapkan banyaknya saksi yang tidak diketahui alamatnya. Orang-orangnya ternyata juga tidak ada lagi di daerah, jelas mantan kepala Kejati Jambi ini. Ditanya apakah sebagian saksi ada yang meninggal, Kemas mengatakan belum mendapatkan laporan.

Menurut Kemas, kejaksaan belum menyimpulkan untuk mengusulkan penghentian penyidikan melalui penerbitan SP3 dalam kasus BPPC. Kami justru tertantang untuk tetap melanjutkan penyidikan. Kami akan terus berupaya, kata Kemas. Salah di antaranya ialah melengkapi kekurangan alat bukti dengan mengumpulkan dokumen-dokumen pada instansi di pusat. Selain itu, kejaksaan akan menjadwalkan pemanggilan sejumlah saksi fakta yang mengetahui penerbitan dokumen-dokumen terkait kebijakan tata niaga cengkih dan monopoli cengkih oleh BPPC.

Tommy ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus BPPC setelah dianggap bertanggung jawab atas dugaan penyalahgunaan KLBI sebesar Rp 175 miliar semasa memimpin BPPC dalam mengendalikan tata niaga cengkih. KLBI tersebut diduga tidak digunakan sebagaimana peruntukannya untuk melindungi petani akibat anjloknya harga cengkih.

Tommy usai pemeriksaan beberapa waktu lalu menegaskan, KLBI sudah dibayarkan BBD (Bank Bumi Daya) sejak 1991 dan selesai September 1993. Setelah itu, BPPC melunasi ke Bank Indonesia (BI). (agm)

Sumber: Jawa Pos, 31 Januari 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan