Akui Sulit Isi Daftar Kekayaan
Gerah namanya disebut sebagai pejabat yang belum melengkapi Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN), Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto berjanji secepatnya menyerahkan dokumen tersebut ke KPK.
Djoko yang ditemui usai menghadiri acara lomba lari dalam rangka Peringatan HUT TNI di Silang Monas, menolak anggapan dirinya tidak kooperatif dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Sebab, Februari lalu dia sudah mengisi dokumen tersebut.
Saya kan sudah ngisi. Apa harus mengisi lagi? Intinya gitu. Tapi, kalau memang diinginkan (mengisi lagi), pasti saya penuhi, ungkapnya.
Ketika dijelaskan bahwa yang menjadi permasalahan bukan karena dia lalai menyerahkan LHKPN, tapi perlu ada konfirmasi dari formulir LHKPN-nya, dia mengaku lega. Jenderal bintang empat kelahiran Madiun itu berdalih pengisian formulir LHKPN bukan hal mudah.
Djoko mengaku kesulitan mengisi formulir, sama dengan yang dikeluhkan pejabat lain. Menkeu (Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati) saja kesusahan, apalagi Panglima TNI, katanya lantas tertawa.
Dalam konferensi pers pengumuman LHKPN pejabat negara Selasa (12/9) lalu, Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN M. Sigit menyebutkan, LHKPN Djoko Suyanto dan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh harus dikonfirmasi. Kadangkala memang harus dikonfirmasi, misalnya pengodean, ungkapnya.
Konfirmasi bukan berarti ada pemeriksaan dari KPK. Sangat mungkin Djoko hanya diharuskan menyesuaikan pengisian LHKPN dengan standar baku yang ditetapkan. Ini hanya masalah administrasi, tambah Sigit.
Selain kedua pejabat negara itu, ada dua menteri yang sama sekali belum menyerahkan LHKPN setelah menjabat: Menkeu Sri Mulyani dan Menteri Perindustrian Fahmi Idris.
Hak Pilih TNI
Di tempat yang sama Djoko Suyanto mengatakan, Markas Besar TNI mengambil langkah maju untuk menyelesaikan pro-kontra soal perlu tidaknya tentara ikut memilih dalam pemilu. Untuk merumuskan soal itu, Mabes TNI menggandeng beberapa akademisi dari beberapa universitas besar, seperti Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada.
Djoko optimistis sebelum 2009, tim itu mampu menyelesaikan tugas. Ilmuwan dan akademisi sangat diperlukan agar (keputusan memilih dalam pemilu) tidak tergesa-gesa dan objektif, ujarnya.
Sampai saat ini wacana hak pilih TNI masih menjadi perdebatan. Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono, misalnya, pernah mengatakan, idealnya tentara baru boleh memilih pada 2014.
Selain akademisi, Mabes TNI akan meminta pertimbangan kepada kalangan politisi. Sebab, mereka (politisi, Red) dapat memberikan pertimbangan berdasar kondisi aktual. Kami gandeng semua untuk menentukan mana yang terbaik, ujar mantan KSAU tersebut.
Dari kalangan purnawirawan, Ketua Umum Pepabri Irjen Pol (pur) IGM Putra Astaman meminta militer yang masih aktif satu suara soal hak pilih. Ini penting untuk menjaga persatuan bangsa. Karena anggota TNI banyak, kalau ditarik ke sana kemari oleh kepentingan politik, itu membahayakan, katanya saat dihubungi secara terpisah kemarin.
Putra Astaman juga meminta pemerintah tegas. Jangan ada kesan ragu-ragu, sebab prajurit di lapangan bergantung atasannya, katanya.
Pengamat militer Universitas Indonesia Andi Widjajanto mengaku siap memberikan data jika TNI membutuhkan. Saat ini dia baru dimintai pendapat dalam forum konsultasi informal. Kalau TNI serius, sebaiknya dilakukan riset mendalam, katanya. (rdl/ein)
Sumber: Jawa Pos, 18 September 2006