Aktivis Antikorupsi Akan Bawa ke Konferensi Internasional
Para aktivis antikorupsi akan membawa persoalan korupsi mantan Presiden Soeharto ke Konferensi Masyarakat Sipil Antikorupsi yang akan diselenggarakan 24-26 Januari 2008. Konferensi itu akan dihadiri aktivis antikorupsi dari seluruh negara yang menandatangani Konvensi PBB Melawan Korupsi (United Nations Convention Against Corruption).
Hal itu disampaikan dalam jumpa pers bersama Transparency International Indonesia, Partnership for Governance Reform in Indonesia, dan Indonesia Corruption Watch di Kantor TII, Jakarta, Kamis (17/1). Konferensi Masyarakat Sipil Antikorupsi akan diselenggarakan beberapa hari sebelum Konferensi Kedua Negara Pihak Penanda Tangan Konvensi PBB Melawan Korupsi (UNCAC) di Bali pada 28 Januari-1 Februari 2008.
Menurut Sekjen TII Rizal Malik, Forum Masyarakat Sipil Antikorupsi akan mendorong perumusan sikap bersama untuk tetap mengusut kasus korupsi yang melibatkan mantan Presiden Soeharto serta kroni-kroninya sebagai amanat transisi demokrasi pascaruntuhnya rezim Orde Baru.
Menurut Teten Masduki, Koordinator Badan Pekerja ICW, beberapa rekomendasi akan dihasilkan dalam pertemuan itu, sekaligus juga masyarakat sipil akan membuat laporan independen sebagai upaya pemantauan UNCAC. Laporan independen ini yang akan dibawa ke dalam pertemuan negara pihak penandatangan UNCAC itu, ujarnya.
Jangan abaikan Tap MPR
Ketua Presidium Persatuan Alumni GMNI Palar Batubara secara terpisah menyebutkan, Ketetapan MPR merupakan kesepakatan bangsa yang harus dihormati dan dilaksanakan secara konsekuen.
Penerapan Tap MPR merupakan aspirasi rakyat, yang secara hukum harus dilaksanakan eksekutif dan dipertanggungjawabkan kembali kepada rakyat.
Susah negara ini apabila selalu mempersoalkan masalah kehidupan kenegaraan dikaitkan dengan rasa kasihan, kemanusiaan, dan lainnya, ujarnya.
Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mutammimul Ula mengatakan, memaafkan Soeharto dari sisi kemanusiaan merupakan hal yang wajar.
Namun, demi alasan keadilan dan kesamaan di depan hukum, jangan mengganggu proses pidana dan perdata terhadap Soeharto, ujarnya.
Dilanjutkan
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hidayat Nur Wahid di Ciamis, Kamis, menyebutkan perlunya terobosan hukum dalam penyelesaian kasus mantan Presiden Soeharto agar status hukum mantan penguasa Orde Baru itu jelas. Kejelasan itu diperlukan agar semua pihak tidak tersandera oleh persoalan ini dan mantan Presiden Soeharto juga tenang.
Menurut Hidayat, dengan tetap meneruskan proses hukum yang telah berjalan dan berlandaskan praduga tak bersalah, hal itu bisa menghormati sisi kemanusiaan Soeharto dan juga demi keadilan publik.
Kalau sekarang beliau mau dimaafkan, masyarakat akan bertanya kesalahannya apa, kok dimaafkan. Terobosan hukum diperlukan agar ada kejelasan status hukum. Kalau memang bersalah, ya dinyatakan bersalah. Setelah itu, mau dimaafkan ya silakan, kata Hidayat.
Menurut Hidayat, surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam kasus ini pun sesungguhnya tidak pernah menyebutkan status hukum Soeharto secara jelas. (VIN/MAM/ADH/ana)
Sumber: Kompas, 18 Januari 2008